Tampilkan postingan dengan label Japan Literature. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Japan Literature. Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 Maret 2025

Review Buku: The Cat Who Saved The Library dari Sosuke Natsukawa

      Ngomongin selera buku, kayaknya sebagian besar buku yang kubaca dan review di sini adalah Sastra Jepang. Termasuk buku yang aku review kali ini.

     Setelah sukses dengan buku sebelumnya yang berjudul The Cat Who Saved The Books, Sosuke Natsukawa kembali nerbitin buku yang merupakan sekuel dari buku sebelumnya, yang berjudul The Cat Who Saved The Library. Ngomong-ngomong, aku baca ini dari ARC Netgalley. Dan buku ini bakal terbit 10 April 2025 nanti.


Rabu, 12 Maret 2025

Review Buku: Masquerade Hotel dari Keigo Higashino


      Sering banget kan kita denger kabar kalau polisi tuh suka nyamar buat nangkapin targetnya? Begitu pula yang terjadi di buku Masquerade Hotel dari Keigo Higashino. Jadi, telah terjadi pembunuhan berantai yang di tiap lokasi kejadian meninggalkan kode khusus. Di mana kode khusus ini selanjutnya akan menunjukkan di mana lokasi pembunuhan selanjutnya. Nah, di pembunuhan ketiga, kode tersebut menunjukkan bahwa lokasi pembunuhan selanjutnya adalah di Hotel Cortesia Tokyo.

Kamis, 12 September 2024

Review Buku: We'll Prescribe You A Cat dari Syou Ishida



      Beberapa waktu lalu, tepatnya akhir Agustus, kucing-kucingku mulai meninggal satu per satu. Karena ini adalah pengalaman pertama melihara kucing, jadi aku bener-bener pertama kali ngerasain kehilangan kucing yang biasanya disayang-sayang. Nggak pernah nyangka bakal sesedih ini. Alhasil, aku jadi keingat salah satu buku yang baru terbit bulan Agustus lalu tentang kucing, judulnya We'll Prescribe You A Cat dari Syou Ishida. Kenapa ngingetin? Karena di buku ini beneran nunjukin gimana kucing bisa sebagai alat untuk "terapi" kejiwaan. Sebagaimana kucing-kucingku juga, meskipun mereka nyebelin tapi pas mereka sering bikin aku terhibur di tengah kehidupan yang keras ini :').

     Balik lagi ke We'll Prescribe You A Cat dari Syou Ishida, kali ini aku ingin menulis ulasan tentang buku ini. Jadi buat yang suka kucing, wajib banget baca ini, apalagi sampul terbarunya warna hijau mint dan super menarik!

Tentang Buku We'll Prescribe You A Cat dari Syou Ishida

     Buku ini berkisah tentang sebuah klinik kejiwaan misterius, yang dipegang oleh dokter Nike dan suster yang bernama Chitose. Di mana setiap orang yang konsultasi di sana akan dititipin kucing untuk dijaga selama beberapa hari. Setiap pasien tentunya akan diberikan stok makanan dan perlengkapan dasar kucing. Nah, buku ini dibagi menjadi beberapa cerita, yang masing-masing membahas tentang 1 pasien yang datang ke sana.

     Kisah pertama dari seorang pemuda yang udah capek dengan tekanan kerja kantornya. Ketika ke klinik kejiwaan ini, dia berharap akan dapat solusi terapi, tapi malahan dia diberi kucing yang bikin dia dipecat dari kantornya. Jadi seolah kucingnya ini nyuruh si pemuda buat keluar dari kantor toxic itu kalau emang udah ngerasa capek. Ini lucu sih, tapi emang kantornya tuh jelek banget sistemnya (meskipun bonafit), soalnya masih banyak gratifikasi dan senioritas, yang bahkan bikin karyawannya banyak yang mundur. Nah, setelah dipecat karena "ngerusak" dokumen, apa yang akan si pemuda ini lakukan? Mau nyari kerja di mana lagi mengingat biaya hidup tetap lanjut meskipun dia dipecat?

     Kisah kedua dari seorang anak kecil yang ngalamin drama di sekolahnya, tapi si ibu sering menyepelekan perasaan si anak. Akhirnya si anak ngotot ngajak ibunya untuk pergi ke klinik kejiwaan ini. Saat dikasih kucing oleh dokter Nike, si ibu ngerasa ada de javu terkait kucing yang dititipin itu.

     Kisah ketiga dari seorang orang paruh baya yang kesel dengan manajer baru di kantornya. Orang ini kesel karena si manajer adalah seorang perempuan yang usianya lebih muda dari dia. Ditambah, si manajer ini suka memuji pegawai lain yang bikin dia ngerasa "risih". Dampaknya, dia sering kepikiran sampai kebawa mimpi dan sering ngerasa halu dengerin suara si manajer ketawa. Alhasil pas datang ke klinik, malah dititipin kucing dengan syarat, si orang ini harus tidur bareng si kucing.

     Kisah keempat dari seorang designer tas yang ingin nyari keseimbangan emosional dan pekerjaan karena dia terkenal sangat perfeksionis sampai bikin rekan kerjanya mundur karena ngerasa bahwa si designer ini sulit dipenuhi ekspektasinya.

     Kisah kelima dari seorang geisha yang rindu dengan kucing yang pernah diadopsi, tapi tiba-tiba menghilang. Nah, karena si kucing telah hilang bertahun-tahun, akhirnya bikin si geisha ini gamau dititipin kucing pas dateng ke klinik kejiwaan ini.

     Yang jadi misteri, siapa sih dokter Nike dan suster Chitose itu? Mengapa mereka selalu nitipin kucing ke pasien yang datang berobat? Dan pas tau jawabannya, aku jadi ikutan sedih dengan masa lalu mereka.

Kesanku terhadap Buku We'll Prescribe You A Cat

     Secara konsep cerita, aku suka banget buku ini. Apalagi ini latarnya di Kyoto, salah satu kota di Jepang yang punya tempat tertentu di hatiku (ceilah). 

     Konsep cerita yang seolah ingin nunjukkin ke kita, bahwa kucing tuh therapeutic. Terutama dengkurannya yang bisa bikin hati tenang, terus badannya yang hangat saat dipeluk, atau bulunya yang lembut saat dipegang. Bahkan orang yang nggak suka kucing, lama kelamaan bakal luluh sendiri dengan kucing. Istilahnya, "kalau kamu nggak cocok pelihara kucing, coba lagi sampai kamu cocok!".

     Penggambaran latarnya juga bikin aku kebayang dengan suasana Kyoto yang tenang dan tradisional. Apik banget!

     Tentang masalah yang diusung, sebenarnya bukan masalah yang berat. Hanya saja, masalah tiap tokoh itu masalah umum yang sering kita jumpai tapi seringkali dianggap sebelah mata. Seperti, masalah kantor toxic yang beban kerjanya nggak masuk akal, biasanya kan kita bakal dibilangin "namanya kerja ya susah, udah untung dapet gaji". Alhasil, banyak orang yang nggak tau batasan: sampai mana kadar normal dari sebuah kantor yang toxic?

     Selain itu, masalah seperti meremehkan perasaan anak kecil. Sebagai orangtua, sudah seharusnya kita tidak memandang sebelah mata perasaan anak kecil. Jika dari kecil mereka sering dibilang, "halah, cuma gitu aja, jangan banyak drama deh", pas udah besar, ya mereka jadi sulit memvalidasi perasaan dan pikiran mereka sendiri.

    Nahh, jadi buat siapa sih buku ini? Buku ini cocok buat kamu pecinta kucing atau pecinta sastra Jepang yang heart-warming. Bukunya ringan, kira-kira mirip dengan vibes Sweet Bean Paste, Days in Morisaki Bookshop dan A Cat Who Saved Books. Oh iya, buku ini masih dalam versi Bahasa Inggris ya. Berdoa yuk, siapa tau ada penerbit Indonesia yang akan terjemahin ke Bahasa Indonesia :D.

     Demikian ulasan buku dariku, terima kasih Netgalley dan Random House UK Publishing atas soft copy ARC-nya. Terima kasih juga buat yang udah baca!

Rabu, 21 Agustus 2024

Review Buku: The Lantern of Lost Memories dari Sanaka Hiiragi


      Sering denger kalau seseorang itu meninggal, maka sebelum mereka benar-benar "dicabut nyawanya" akan ditampilkan memori terbaik masa hidupnya. Nah, salah satu literatur Jepang yang aku baca punya konsep cerita yang mungkin terinspirasi dari rumor-rumor tersebut. Judul bukunya adalah The Lantern of Lost Memories dari Sanaka Hiiragi. Akan terbit di tanggal 22 Agustus 2024 untuk versi Bahasa Inggrisnya.

     Buku ini berkisah tentang studio foto yang menjadi tempat pertemuan hidup dan mati, di mana di studio foto itu ada penjaga yang akan melayani bernama Hirasaka, seorang pria misterius yang "menunggu" seseorang untuk membantunya mengingat 

     Hirasaka di sini akan mengajak orang-orang yang telah meninggal untuk memilih 1 foto di setiap tahun ketika mereka hidup. Jadi, semisal usia mereka 93, ya berarti harus memilih 93 foto. Lalu, foto-foto tersebut akan dipasang di sebuah lentera yang kemudian akan menyajikan kenangan mereka selama hidup.

     Nah, buku ini ada 3 cerita. Kisah pertama dari seorang perempuan yang semasa hidupnya sangat passionate di bidang pendidikan dan di akhir hidupnya, dia merasa bersyukur karena telah memberikan manfaat untuk orang lain lewat sekolah yang didirikannya, detail ceritanya menarik banget, soalnya bakal bahas gimana perjuangannya ketika mencoba mempertahankan sekolah ketika ada bencana. Memori yang menurutnya dulu sedih, ternyata ketika dilihat lagi lewat clip yang ada di lentera itu, terasa manis.

     Kisah kedua, berasal dari seorang Yakuza yang merasa bahwa hidupnya selama ini adalah "bencana", karena dia selalu melakukan banyak kejahatan. Awalnya, dia enggan ketika diminta untuk memilih foto, karena dia sudah yakin, tidak ada foto bagus tentang dia. Tak disangka ketika dia dipaksa memilih foto, dia menemukan bahwa dirinya pernah melakukan hal baik. Sejujurnya, ini cerita yang paling aku suka karena si Yakuza ini apa adanya :'). Apalagi ketika melihat hubungannya dengan si "tikus" kesayangannya.

     Kisah ketiga berasal dari seorang anak kecil yang selama hidupnya penuh penderitaan. Nah, di sini ada beberapa kejutan yang bikin beda dari 2 kisah sebelumnya. Aku gabisa ngasih tau, soalnya takut spoiler :'). Intinya, kisah ini juga ada hubungannya dengan alasan Hirasaka selaku penjaga foto studio kehilangan memorinya.

     Sekarang waktunya review

     Buku ini ngingetin aku dengan Hotel De Luna, drama Korea tentang hotel tempat orang meninggal mampir untuk istirahat, sebelum melanjutkan perjalanan ke alam baka. Selain itu, cara berceritanya ngingetin dengan Funiculi Funicula Series, seperti pesan hidup dan kesan hangatnya.

     Salah satu kutipan yang aku inget adalah dari Yakuza, yang intinya: hidup kita adalah produk dari pilihan yang diambil. Jadi, kenapa harus nyesel kalau sebelumnya kita pilih itu? Toh semuanya nggak bisa kembali.

     Di situ, diperlihatkan scene kehidupannya yang menjadikannya seorang Yakuza. Mungkin memang dia sedih kenapa dia berakhir menjadi Yakuza, tapi dia tidak menyesali tindakan yang dilakukan di "sekitar sungai" ketika dia masih muda dulu.

     Di akhir hidupnya, dia menyadari bahwa dirinya penjahat yang jelas akan masuk neraka. Padahal selama hidupnya, dia memberikan harapan kepada seorang "tikus" yang punya sifat aneh. Dengan kata lain, dia rendah hati dengan tidak menyadari perbuatan baiknya selama hidup. Justru di sini bikin aku mikir, kalau definisi rendah hati akan kebaikan itu yang menilai adalah orang lain, bukan diri sendiri. Mana ada orang yang rendah hati tapi mengaku rendah hati? Jatuhnya sombong karena rendah hati nggak sih?

     Terkait teknis penulisan, menurutku banyak banget typo mengingat ini masih ARC alias belum diedit full. Lalu yang bikin aku agak bingung adalah perubahan sudut pandang antara Hirasaka dan tamu-tamunya, nggak ada keterangannyaaaa -_-. Jadi aku di awal sempet bingung, "lah, kok Hirasakan mikir gini?", oh ternyata udah ganti sudut pandang ke tokoh lain.

     Menurutku, buku ini lumayan potensial untuk hype di kalangan pembaca sebagaimana Before the Coffee Gets Cold, atau Morisaki Bookshop. Soalnya, selain konsep ceritanya yang agak baru, buku ini ngasih kesan heart-warming dan bikin kita semakin menghargai kehidupan yang diberikan Allah. Jadi, gunakanlah sebaik mungkin.

     Sekian Review Buku The Lantern of Lost Memories dari Sanaka Hiiragi, terima kasih buat yang udah baca. Dan sebagai pecinta literatur Jepang, tunggu ulasan buku Jepang lain yang akan aku tulis ya! I have a lotttttttt of to be reads about Japanese Literature :D! 

Minggu, 11 Agustus 2024

Review Buku: The Kamogawa Food Detectives dari Hisashi Kashiwai


      Hai semuaa, udah lama banget nggak nulis di blog ini karena dilema ada perubahan nama domain. Ditambah, aku beberapa bulan terakhir mengalami reading slump jadi nggak punya topik untuk ditulis di sini. Nah, baru-baru ini aku habis baca novel Japan Literature yang super ringan dan bantu ngatasin reading slump-ku, judulnya The Kamogawa Food Detectives dari Hisashi Kashiwai. Judulnya menarik nggak sih? Kayak, "apaan nih 'Food Detectives' ini?" Buat yang pengen tau, bisa baca tulisan ini sampai selesai!

Sinopsis Buku

     Memori boleh hilang, tapi kenangan terhadap cita rasa makanan pasti akan tertinggal. Buat kalian yang sekarang udah beranjak dewasa, pasti ada salah satu makanan yang bikin kalian nostalgia dengan masa kecil. Semisal, makanan yang dimakan di suatu restoran bersama keluarga, atau jajanan masa SD. Nah, saat ini kalian pengen banget makan makanan tersebut, sayangnya beda tangan yang memasak, bisa beda hasil.

     The Kamogawa Food Detectives dari Hisashi Kashiwai berkisah tentang seorang mantan detektif kepolisian bernama Kamogawa yang membuka "restoran misterius", nah di restoran ini mereka tidak menyediakan menu secara pasti, karena setiap harinya menu akan berubah. Tapi yang menarik, Kamogawa membuka jasa "menemukan makanan yang dimakan customer di masa lalu". Maksudnya gimana nih?

     Sebenarnya di sini ada banyak cerita, tapi aku mau ambil salah satu kisah yang menurutku menarik, yakni kisah tentang seorang perempuan yang ingin merasakan Tonkatsu buatan mantan suaminya. Di sini dia meminta Kamogawa untuk re-create makanan tersebut, tapi sebagai awalan, si perempuan akan diwawancara terkait asal usul mantan suami, pekerjaan dan semacamnya. Tujuannya untuk mencari tahu kebiasaan serta bahan makanan yang kemungkinan digunakan oleh si mantan suami. Nah, setelah wawancara, Kamogawa akan traveling ke berbagai tempat untuk riset terkait makanan yang digunakan.

     Setelah melakukan riset dan semacamnya, Kamogawa akan praktik dan eksperimen beberapa jenis makanan, dalam ini Tonkatsu. Jadi hasil yang rasanya paling pas, akan disuguhkan ke customer untuk dinilai. Jujur, pas bagian "penilaian makanan" tuh lumayan bikin deg-degan, soalnya ikutan takut kalau nggak sesuai sama ingatan customer. Tapi karena cerita ini gampang ditebak, jadi pasti setiap ending-nya bakal berakhir baik.

Opini terhadap buku

     Buku ini punya alur yang datar banget ya, jadi buat pecinta alur dinamik yang penuh kejutan bakal ngerasa buku ini membosankan. Tapi, karena aku tipe pembaca santai yang nyarinya bacaan ringan, aku suka dengan buku ini, apalagi sebelum baca ini aku lagi reading slump. Ceritanya gampang ditebak dan selalu memuaskan ya, pokok tipe yang heart-warming lah.

     Latar ceritanya ada di Kyoto, tepatnya di Higashiyama, dan deskripsi latarnya lumayan detail, jadi bisa bayangin gimana lingkungan di Kyoto, apalagi aku suka bgttttttt sama kota Kyoto (bring me there ya Allah!!!).

     Yang paling aku suka adalah deskripsi makanan yang dimasak Kamogawa. Detail banget sampai aku bisa membayangkan rasa aslinya seperti apa, (setiap habis baca tiap bagian cerita pasti ikutan lapar). Di sini juga nambah wawasanku tentang makanan Jepang pada umumnya, kayak cara membuat suatu kaldu sup, cara mengolah bumbu-bumbu yang ada, dan cara penyajiannya.

     Konsep ceritanya juga menarik, yakni misi penemuan resep makanan yang dimakan di masa lalu. Walaupun agak too good to be true, tapi ya masih bisa diterima lah. Hehehe.

     Nggak banyak sih yang bisa aku sampaikan terkait buku ini, karena memang lumayan monoton ceritanya. Jadi, demikian review buku The Kamogawa Food Detectives dari Hisashi Kashiwai, dan terima kasih buat yang sudah baca.

Selasa, 21 Mei 2024

Review Buku: Girls dari Minato Kanae



     Minato Kanae memang penulis yang terkenal dengan gaya berceritanya, di mana beliau selalu menyelipkan iyamisu, yakni selipan tentang sisi tergelap manusia. Kali ini, aku ingin menulis review bukunya yang berjudul Girls, dan ini adalah buku ke-empatnya yang pernah aku baca.

     Buku ini berkisah tentang dua perempuan SMA bernama Yuki dan Atsuko, yang merupakan sepasang "sahabat" dengan hubungan yang cukup unik. Keduanya punya karakter yang cukup berbeda, di mana Yuki cenderung dingin, cuek dan "lempeng", sementara Atsuko bisa dibilang adalah orang yang sering kita sebut sebagai people pleaser, karena dia sangat mempedulikan opini orang lain tentangnya.

     Suatu ketika, datanglah seorang siswi baru dari SMA favorit bernama Shiori. Tentu cukup aneh ada siswi SMA favorit yang pindah ke SMA biasa. Kebetulan, Yuki dan Atsuko sering menemani Shiori makan bersama di kantin, sehingga rasa penasaran mereka pun langsung ditanyakan ke sumbernya. Ternyata, salah satu alasan Shiori pindah ke SMA biasa ini adalah karena telah menyaksikan seseorang bunuh diri. Dan anehnya, Yuki dan Atsuko malah jadi terinspirasi untuk menyaksikan seseorang "sakaratul maut", supaya mereka bisa menandingi Shiori. Apa yang Yuki dan Atsuko lakukan untuk memenuhi keinginannya?

Review Buku Girls dari Minato Kanae

     Pertama, aku ingin mengulas tentang konsep dan alur bukunya. Buku ini ditulis dari berbagai sudut pandang yang nggak dituliskan di setiap perpindahannya, jadi harus mengira-ngira sendiri, "ini sudut pandang tokoh mana ya?". Untuk membedakannya, kita bisa melihat dari kebiasaan setiap tokoh, misalnya: lokasi yang sering didatangi tokoh di mana? Hubungan tokoh dengan keluarganya gimana? Atau, siapa saja yang ditemui tokoh di dalam buku itu? Awalnya, aku agak bingung juga, tapi lama-kelamaan jadi terbiasa.

     Untuk tema cerita, bisa dibilang ini psychological thriller, karena sedikit banyak mengungkap isi pikiran dan tingkah laku manusia yang sebelumnya dipengaruhi oleh latar belakang lingkungannya. Seperti biasa, sebagian besar buku Minato Kanae pasti membahas tentang isi pikiran tergelap manusia, meskipun belum tentu dilakukan juga sih. Ya kayak manusia pada umumnya, pasti sesekali punya intrusive thoughts, di buku ini para tokohnya juga bersikap demikian. Dan karena fokus buku ini adalah tentang "kematian", isi pikiran Yuki dan Atsuko ya tidak jauh dari hal tersebut. Seperti, membayangkan kondisi seseorang yang bunuh diri, atau membayangkan dirinya membuat seseorang kehilangan nyawa, dan semacamnya.

     Terkait penokohan, aku mau fokus di 2 tokoh utama, yakni Yuki dan Atsuko. Yuki dan Atsuko ini adalah sepasang teman dekat dari kecil karena keduanya sama-sama mengikuti kendo. Meskipun sekilas keduanya terlihat dingin dan cuek satu sama lain, sebenarnya mereka saling memikirkan kebaikan satu sama lain. Yaa, walaupun sedikit banyak ada namanya "persaingan" sesama perempuan, tapi ya bukan yang parah banget. Mereka memang teman dekat, tapi karakter keduanya lumayan berbeda.

     Yuki digambarkan sebagai sosok yang dingin, cuek, tanpa ekspresi dan gaya bicara yang ketus. Hal ini dipengaruhi dengan latar belakang keluarganya yang menurutku agak menyebalkan, di mana Yuki terbiasa menyembunyikan emosi di hadapan mereka. Bahkan ada suatu "insiden" yang mencelakakan Yuki, tapi keluarganya malah balik menyalahkan. Alhasil, hal ini mendorong Yuki untuk rajin belajar agar bisa segera keluar dari rumah ketika kuliah nanti.

     Sementara Atsuko adalah tipe yang lebih mudah membaur dengan orang lain, meskipun dia adalah people pleaser. Atsuko selalu memikirkan opini orang lain tentangnya, di mana hal ini menyebabkan dia berhenti melakukan hal yang disukainya (dan jago). Keluarganya sebenarnya bisa dibilang suportif, tapi entah kenapa, Atsuko jarang mendengarkan opini dan dukungan mereka.

     Karena perbedaan sifat ini, Yuki ingin memberikan "pelajaran penting" kepada Atsuko, begitu juga dengan Atsuko, yang ingin membuktikan kepada Yuki bahwa dia bukan orang lemah. Lucu sih persahabatan mereka, sebenarnya baik-baik saja, tapi karena sering mikir aneh-aneh jadi ngira ada masalah.

     Yang aku suka dari buku ini, meskipun buku ini kelihatannya bahas tentang "kematian", tapi pelajaran yang diberikan tuh banyak banget. Khususnya terkait menjalani kehidupan dengan lebih bermakna. Banyak kutipan-kutipan yang bikin orang bangkit dari keterpurukan dan mensyukuri apa yang dimiliki dalam hidup, misalnya ini:

Tuhan tidak akan meminjamkan talenta tanpa tujuan apa-apa.

 Kutipan ini muncul setelah salah seorang tokoh berhasil memanfaatkan kemampuan yang selama ini berusaha dia sembunyikan, untuk menyelamatkan orang lain. Bisa dibilang, bagian ini mengajak kita merenung, bahwa Allah menciptakan kita tuh karena ada peran penting yang bisa kita lakukan. Jadi, jangan merasa rendah diri hanya karena ucapan orang lain.

     Selain itu, buku ini juga nyinggung isu bullying atau perundungan, di mana dampak dari perundungan ini merusak mental seseorang bahkan sampai ke bunuh diri. Tak hanya itu, buku ini juga menyelipkan beberapa hukum karma, kayak "apa yang kamu lakukan, suatu saat akan berbalik kepadamu". Terkait karma, ada beberapa hal yang beneran bikin aku puas sama hukumannya, soalnya ada beberapa tokoh menyebalkan yang sangat merugikan masa depan orang lain.

     Yang aku kurang suka, buku ini alurnya sangat lambat tapi nggak disertai dengan hal-hal yang bikin "penasaran" atau yang bikin semangat untuk lanjutin. Aku sendiri butuh waktu lama buat selesaiin ini, dan sempet kena reading slump karena bosenin banget. Klimaksnya sendiri baru menarik pas pertengahan mau ke akhir.

     Meskipun biasanya buku Minato Kanae ada plot twist, menurutku di buku ini kayak bisa ditebak kelanjutannya. Terutama buat yang terbiasa baca buku serupa.

Nah, itu tadi Review Buku Girls dari Minato Kanae. Buat yang udah baca, gimana menurut kalian? Oh ya, terima kasih yang udah baca review ini sampai selesai :D.

Rabu, 27 Maret 2024

Review Buku: The Goodbye Cat dari Arikawa Hiro



      Setelah sebelumnya aku dibuat kagum dengan tulisannya yang berjudul The Traveling Cat Chronicles, kali ini aku dibuat heart-warming lewat buku The Goodbye Cat, buku terbaru Arikawa Hiro yang diterjemahkan ke bahasa Inggris.

     Kali ini aku ingin menuliskan pendapatku tentang buku ini, terkesan subjektif sih, tapi semoga bisa ngasih gambaran tentang bukunya terutama buat pecinta kucing sekaligus Japan Literature.

     The Goodbye Cat merupakan buku Arikawa Hiro yang terdiri dari beberapa kisah kucing dan pemiliknya. Baiklah langsung saja, aku akan merangkum kisah tersebut secara singkat biar nggak spoiler, hehehe.

Sinopsis The Goodbye Cat dari Arikawa Hiro

     Kisah pertama berasal dari Keluarga Sakuraba, yang mengadopsi anak kucing bernama Kota ketika sang istri tengah hamil anak keduanya, Hiromi. Karena bisa dibilang "umur" mereka hampir sama, Hiromi sangat dekat dengan Kota sejak dia balita. Suatu hari, Hiromi kecil mulai belajar tentang realita bahwa semua makhluk hidup di bumi akan mati. Alhasil dia merasa takut apabila Kota juga akan mati suatu hari nanti. Oleh karena itu, keduanya tumbuh saling menikmati waktu bersama, sehingga apabila salah satu di antara mereka ada yang mati, tidak akan tumbuh penyesalan.

     Kisah kedua berasal dari keluarga Kaori dan Keisuke yang mempunyai bayi perempuan bernama Shiori. Keisuke adalah suami yang clumsy atau gampang kikuk ketika harus berhadapan dengan kehidupan rumah tangga. Hal ini yang membuat Kaori kesal dan malas mengharapkan bantuan Keisuke untuk mengurus bayi. Suatu ketika, Keisuke menemukan bayi kucing berwana oren, yang kemudian dia rawat sehati-hati mungkin. Tak disangka, datangnya kucing oren di keluarga mereka malah memberikan sebuah perubahan besar di kehidupan rumah tangga Kaori dan Keisuke.

     Kisah ketiga berasal dari kisah seorang ayah yang menurutku sifatnya agak menyebalkan, karena dia seolah nggak peduli dengan apapun kecuali dirinya. Suatu hari dia menemukan kucing betina dan memberikannya ke istri untuk dipelihara. Si ayah ini sebenarnya nggak terlalu suka kucing, bahkan selalu menendang ketika si kucing ini mendekat. Tapi ternyata kucing ini tetap setia dengan si ayah.

     Kisah keempat berasal dari kisah seorang anak yang baru ditinggal ibunya meninggal, lalu tak lama ayahnya menikah lagi dengan perempuan bernama Haruko. Meskipun Haruko adalah perempuan baik yang memperlakukan si anak dengan baik juga, si anak masih belum siap memanggilnya degan sebutan "Ibu". Suatu hari, ayahnya mengajak mereka untuk liburan di Cat Island, dan dari sinilah kehidupan mereka mulai berubah.

     Kisah kelima berasal seorang owner kucing yang sering diganggu kucingnya tiap malam waktu tidur. Bukannya kesal, malah si owner semakin gemas dengan kelakuan kucingnya. Untuk cerita ini, lebih ke cerita sehari-hari aja sih.

     Kisah kelima dan keenam, bisa dibilang adalah versi pendek dari The Chronicles of Traveling Cat. Jadi, untuk lebih jelasnya, bisa baca postinganku di tulisan terkait :D.

Baca juga: Review Buku The Chronicles of Traveling Cat dari Arikawa Hiro


Review Buku The Goodbye Cat dari Arikawa Hiro

     Sumpah ya, cara Arikawa Hiro dalam gambarin interaksi kucing dan manusia tuh indah bgt! Sebagai pembaca, kita bisa ngerasain sudut pandang tokoh di cerita yang perasaannya macam-macam, mulai gemes karena tingkah laku kucing, sedih karena kucing liar yang harus rebutan makanan, atau kesal kalau si kucing mulai bikin "bencana" di rumah.

     Selain itu, ada beberapa cerita di sini yang ngasih sudut pandang kucing terhadap manusia. Jadi kita bisa diajak berkhayal, kira-kira kalau kita ngelakuin A, si kucing bakal mikir apa ya? (walaupun kucing katanya nggak bisa mikir ya ges ya).

     Buku ini juga ngajak kita buat melihat "life-cycle" makhluk hidup, dalam hal ini kucing dan manusia. Misalnya di cerita pertama, kita akan melihat gimana perkembangan kucing yang diadopsi saat bayi, hingga dia menua bersama pemiliknya. Dan juga tentang realita bahwa makhluk hidup akan mati pada waktunya. Di saat ada kelahiran, di situ juga ada kematian.

     Sebagaimana buku-buku Arikawa Hiro yang sebelumnya aku baca, buku ini juga emosional banget (setidaknya buatku). Di sini beneran digambarin, gimana manusia dan kucing itu bisa saling terikat satu sama lain. Dan ketika salah satunya pergi, yang ditinggal bakal ngerasa sedih yang mendalam. Nggak cuma sedih-sedihan sih, tapi ada sisi menggemaskannya, apalagi kita di sini membahas tentang kelakuan kucing.

     Dan lagi, ketika penulis mulai bahas topik-topik serius seperti kematian, masalah keluarga atau penyakit, ada sentuhan sedikit humor yang bikin kita nggak terlalu tegang dengan ceritanya. Jadi bisa bikin mengalir aja pas baca.

     Intinya, kalau kamu adalah pecinta kucing, wajib sih baca ini! Banget, banget banget deh pokoknya. Apalagi kalau suka tipe cerita yang heart-warming, pasti bakal ngerasa tersentuh dengan cerita-ceritanya.

     Demikian Review Buku The Goodbye Cat dari Arikawa Hiro, terima kasih buat yang udah baca!

Minggu, 04 Februari 2024

Review Buku: Final Curtain dari Keigo Higashino



     Bisa dibilang, Keigo Higashino tuh author auto-read. Alias, selama ada buku Keigo yang bisa aku jangkau (ada versi English atau Indonesia yang LEGAL), entah beli atau pinjam di perpustakaan, pasti bakal aku baca. Ya nggak semua sih, tapi hampir semua. Soalnya ada 1 buku Keigo yang aku cuma baca awalnya aja, tapi nggak berani lanjutin, judulnya Naoko.

     Balik lagi ke buku Keigo yang aku baca. Nah, kemarin tuh aku barusan baca buku yang judulnya Final Curtain dari Keigo Higashino. Buku ini beneran bikin aku kangen masa-masa awal baca buku Keigo. Soalnya, buku ini berhasil ngasih aku kesan "hah, plot twistnya gini". Jujur ya, karena udah kebiasa baca buku Keigo, aku jadi tau pola-pola yang bakal terjadi di ceritanya. Tapi buku ini tuh mirip Kesetiaan Mr. X, yang bikin aku susah move on buat baca buku lainnya. Kenapa bisa demikian? Ayo baca reviewku sampai selesai :P. Khususnya buat pecinta Keigo Higashino-sensei.

Sinopsis Final Curtain dari Keigo Higashino

     Seorang mayat perempuan ditemukan di sebuah apartemen sekitar 10 tahun lalu. Dan ternyata, mayat perempuan ini adalah ibu Detektif Kaga. Mantan bos tempat ibu Detektif Kaga pun mengirim surat ke Kaga, mengingat sang ibu telah lama hidup seorang diri di apartemen itu. Si bos sendiri mendapatkan alamat Kaga dari salah seorang bernama Watanabe, pria yang diduga punya hubungan romantis dengan ibu Kaga. Lah, kok bisa Watanabe tau alamat Kaga? Padahal Kaga dan ibunya sama sekali tidak pernah berkomunikasi lewat jalur apapun, dan Kaga sendiri sering berpindah tempat tinggal.

     Seperti de javu, seorang mayat perempuan bernama Michiko ditemukan baru-baru ini di sebuah apartemen. Perbedaannya, kalau ibu Kaga dulu meninggal karena penyakit, si mayat perempuan ini meninggal karena dibunuh. Di saat yang bersamaan, seorang mayat pria juga ditemukan terbakar di sebuah pemukiman kumuh. Apakah ini ada hubungannya? Apakah pembunuh adalah orang yang sama?

     Pelaku masih misterius, tapi yang menjadi terduga saat ini adalah perempuan bernama Hiromi yakni seorang produser teatrikal. Dia sendiri menjadi terdakwa karena satu-satunya motif korban pergi ke Tokyo adalah untuk menemui Hiromi. Seperti apa penyelidikan polisi hingga akhirnya bisa menemukan satu kesimpulan. Dan apa hubungannya kejadian pembunuhan saat ini dengan ibu Kaga 10 tahun silam?

Kesan Saat Membaca Buku

     Buku ini dibuka dengan sudut pandang Yasuyo, seorang pemilik bar yang merupakan mantan bos ibu detektif Kaga berpuluh tahun silam. Awalnya aku ngira, buku ini bakal mengungkap misteri kematian ibu Kaga, soalnya dari situ sudah ada misteri yang menurutku aneh. Eh, pas masuk ke bagian korban kedua, aku baru ngeh kalau fokus kasusnya adalah Michiko.

     Buku ini ngingetin aku dengan Kesetiaan Mr. X. Mulai dari motif, cara pembunuhan serta cara mengaburkan bukti cukup mirip, walaupun nggak yang plek sama.

     Sebagaimana detektif Kaga di buku lain, kita akan diajak menelusuri masa lalu korban dan tersangka sampai mendetail. Cukup kaget pas tau masa lalu Hiromi, lumayan banyak plot twistnya. Aku sangat menyarankan pembaca baru Keigo untuk mulai baca ini, pasti bakal nagih!

     Ada unsur emosional yang bikin aku agak gimana gitu, soalnya ada bagian yang menceritakan tentang perselingkuhan. Dan itu ngeselin banget, pengen tak tendang kepalanya.

     Ending-nya sudah pasti plot twist ya, walaupun beberapa hal ada yang ketebak di awal, tapi buku Keigo kalau nggak ada kejutannya, rasanya aneh banget nggak sih? Di buku ini, kejutannya bikin aku terkesima, karena bisa rapi banget Keigo nyusun skenarionya, supaya bisa sampai di kesimpulan itu.

     Nah, demikian review buku Final Curtain dari Keigo Higashino. Lagi nunggu review buku apa lagi nih?

     Terima kasih buat yang udah baca!

Kamis, 28 Desember 2023

Review Buku: Pembunuhan di Rumah Miring dari Soji Shimada


Masyarakat punya peraturan. Mereka bilang kita semua setara, tapi tetap saja ada status sosial. Kita bisa saja melawannya sekuat tenaga, tapi tak ada yang bisa kita lakukan untuk mengubahnya.

      Pembunuhan di tempat tertutup emang sering jadi salah satu topik menarik di novel misteri. Pasalnya, berbagai dugaan yang kadang tak terfikirkan seringkali muncul. Entah, pembunuhan menggunakan gas beracun lah, atau pelaku yang lewat jalur rahasia.

     Pembunuhan di Rumah Miring dari Soji Shimada adalah salah satunya. Buku ini tergolong misteri klasik, yang fokus pada pencarian pelaku. Letak pembunuhannya pun di sebuah mansion miring yang berbentuk seperti labirin, milik seorang konglomerat Jepang. Cukup menarik perhatian, bagi pecinta teka-teki.

Sinopsis Buku

Orang kaya punya hobi mereka, sementara kita orang biasa berjuang bertahan hidup. Begitulah dunia ini. Abaikan saja dia.

     Kozaburo Hamamoto adalah seorang konglomerat pemilik Mansion Gunung Es di Hokkaido yang menghadap ke Laut Okhotsk. Dengan bangunan yang miring serta memiliki tata ruang seperti labirin, cukup membuat orang lain memandangnya iseng dan aneh. Suatu ketika, ia mengundang beberapa orang penting untuk menghadiri acara Natal. Adapun beberapa tamunya adalah sebagai berikut:

  •  Kikuoka, Direktur Kikuoka Bearings
  •  Kumi Aikura, Kekasih gelap Kikuoka
  •  Kazuya Ueda, Sopir Kikuoka
  •  Michio Kanai, Eksekutif di Kikuoka Bearings
  •  Hatsue Kanai, Istri Michio
  •  Sasaki, Mahasiswa kedokteran
  •  Togai, Mahasiswa Universitas Tokyo
  •  Yoshihiko Hamamoto, kerabat Kozaburo Hamamoto

     Sayangnya, di tengah kemegahan pesta itu, keesokan harinya ditemukan salah satu dari mereka tewas terbunuh di dalam kamar. Anehnya, posisi tubuhnya dalam kondisi seperti berdansa dan terikat dengan ranjang. Ditambah, kondisi kamarnya dalam keadaan terkunci. Lantas, siapa pelakunya? Bagaimana dia bisa masuk?

     Di pagi berikutnya, salah satu tamu lain pun ditemukan tewas terbunuh di kamarnya juga. Masalahnya, kondisi korban juga sama, dia tertusuk di bagian punggung dan berada di ruangan tertutup tanpa ada tanda seseorang masuk di kamarnya. Pintu terkunci dari dalam, dan hanya ada ventilasi berukuran 20 cm x 20 cm yang menjadi lubang udara. Bagaimana korban kedua bisa terbunuh?

     Karena Detektif yang dipanggil untuk menyelidiki kasus merasa kesulitan, akhirnya mereka mendatangkan Kiyoshi Mitarai, seorang detektif yang mengaku sebagai peramal nasib dan cenayang. Bagaimana Mitarai menyelesaikan kasus ini dengan clue yang ada?

Kesan terhadap Buku

Hidup memang berat kalau kita hanya pegawai rendahan.

     Sepertinya, ini adalah salah satu Sastra Klasik Jepang. Maksudnya, buku ini ditulis di tahun sebelum 2000-an, karena dari gaya bahasanya, seperti cenderung mengarah ke sana.

     Konsep ceritanya ngingetin dengan Agatha Christie yang berjudul And Then There Were None. Di mana, pembunuhan di ruangan tertutup yang korban dan pelakunya berada di tempat yang sama. Atau mungkin, buat yang pernah nonton Black Butler episode di mana Sebastian "terbunuh". Kira-kira latarnya seperti itu.

     Nah, karena konsep rumah tempat kejadian ini adalah rumah miring, maka sebelum memasuki ke "pembunuhan", kita akan disuguhi dengan penjabaran tata letak ruang. Jadi buat yang nggak sabaran, bakal ngerasa lama dan bosenin.

     Lalu, ketika pembunuhan terjadi, kita akan diberi beberapa kejadian yang mampu mengaburkan tebakan kita. Jadi kalau pengen nebak siapa pelakunya, harus bener-bener jeli dengan "clue" utamanya.

     Tokoh kesukaanku di sini adalah Sasaki. Dia digambarkan sebagai pemuda cerdas, yang kritis dalam menganalisa kejadian. Setiap ada kejadian pembunuhan, dia selalu berusaha mengubah sudut pandang tentang bagaimana si pembunuh melakukan aksinya. Walaupun agak sombong, tapi dia sangat membantu walaupun para detektif sering meremehkan analisanya.

     Di akhir cerita, Mitarai selaku detektif cenayang, akan ngajak kita "bermain-main" dulu. Bahkan sempat bikin aku "deg", gara-gara salah satu orang harus menjadi "korban" demi keberhasilan strategi dia dalam mengungkap kasus ini. Setelah terungkap, baru deh muncul flashback pelaku, yang kemudian menjadi motif pembunuhan ini.

     Sekian ulasan buku Pembunuhan di Rumah Miring dari Soji Shimada. Terima kasih buat yang udah baca, dan semoga bermanfaat!

Kamis, 23 November 2023

Review Buku: She and Her Cat dari Makoto Shinkai dan Naruki Nagakawa


      She and Her Cat dari Makoto Shinkai dan Naruki Nagakawa merupakan salah satu Japan Literature yang membahas tentang hubungan kucing dan manusia. Sebagaimana yang kita tahu, kucing merupakan salah satu hewan populer yang dipilih sebagian manusia untuk dijadikan peliharaan. Buku ini memuat pesan kehidupan yang meliputi kepercayaan diri, penyembuhan penyesalan dan keberanian untuk melangkah lebih jauh.

     Lewat empat kisah berbeda dari empat perempuan dan empat kucing, buku ini menyajikan kisah emosional tapi inspiratif, yang mampu memberikan perasaan hangat terhadap pembacanya. Yang tak kalah menarik, buku ini juga ditulis dengan 2 sudut pandang, yakni sudut pandang manusia dan para kucing itu sendiri. Bakal seperti apa ya kira-kira? Mengingat kucing yang kita kenal saat ini seringkali bertindak secara insting.

     Dengan latar cerita di sebuah kota di Jepang, She and Her Cat akan mengajak kita menyelami berbagai emosi manusia yang kadang sulit ditebak. Para kucing di sini pun akan menunjukkan "perannya", terhadap keberadaannya bersama manusia. Meskipun empat kisah ini berbeda, kita akan melihat adanya hubungan dari kisah-kisah tersebut. Seperti apa kisah-kisah mereka? 

Sinopsis Buku She and Her Cat

     Buku ini dibuka dengan kisah seorang perempuan penyendiri yang menemukan seekor kucing berwarna putih di sebuah trotoar. Dia pun membawa pulang kucing tersebut, yang kemudian diberi nama Chobi. Perempuan ini dalam kesehariannya dikenal sebagai orang yang "nggak enakan", sehingga hidupnya dipenuhi pikiran negatif dan menjadikannya tidak bahagia. Chobi yang merasa simpati pun ingin "si perempuan" ini berani mengambil tindakan tegas sehingga dia bisa lebih bahagia. Nah, apa yang akan dilakukan si Chobi?

     Kisah kedua berasal dari seorang seniman lukis yang cukup rebel, tapi sangat berbakat. Meskipun hidupnya berantakan dan dia sendiri cukup keras kepala, si seniman ini seringkali memberi makan kucing liar bernama Mimi. Mimi seringkali masuk ke apartemen si pelukis dan menemaninya membuat suatu karya. Tapi entah mengapa, dia enggan menjadikan Mimi sebagai kucing peliharannya, padahal dia secara tidak langsung sangat peduli dengan Mimi. Apakah alasan si perempuan pelukis ini? 

     Kisah ketiga berasal dari perempuan yang mengalami sedih berkelanjutan akibat perasaan bersalah atas kematian sahabatnya. Dia merasa, dialah penyebab kematian sahabatnya, setelah mengatakan ucapan yang menyakiti. Alhasil, dia selalu mengurung diri di kamar. Ibunya yang prihatin pun membawakannya seekor kucing bernama Cookie, untuk mengurangi kesedihan si perempuan ini. Cookie yang selalu dikurung di kamar bersama si perempuan pun lama-lama tidak betah karena ingin pergi ke dunia luar. Bagaimana cara dia agar bisa keluar bersama perempuan ini?

     Kisah keempat berasal dari seorang perempuan tua yang selama hidupnya dihabiskan untuk "merawat" orang lain, sehingga dia tidak tau tujuan hidupnya seperti apa. Suatu hari, anjing peliharannya mati karena usia, dan di sebelahnya ada kucing yang biasanya menjadi teman anjingnya. Karena terbiasa "merawat" peliharaan, si perempuan tua ini pun akhirnya memutuskan untuk merawat kucing yang bernama Kuro. Bagaimana petualangan Kuro dalam menemani perempuan tua menuju perkembangan karakter yang lebih baik?

Opini terhadap buku

     Buku ini punya kesan yang unik buatku. Soalnya, di awal terasa membosankan, mengingat alur dari kisah pertama hanya sekadar kisah kehidupan sehari-hari. Tapi entah kenapa, tiap mau tutup buku, seperti ada dorongan buat terus baca karena nagih (??). Bingung nggak sih, bosen tapi nagih karena penasaran?

     Dari sekian cerita yang ada di buku ini, aku paling tersentuh dengan kisah Mimi dan Reina di chapter 2. Reina yang merupakan seorang pelukis, enggan memelihara Mimi tapi dia selalu ngasih dia makan. Di satu sisi, Mimi pun tahu diri kalau dia bukan peliharaan Reina, jadi dia nggak berani tidur di sekitar apartemen Reina.

     Nah, di bagian ini, ada sedikit flashback tentang masa lalu Mimi. Dia sejak kecil selalu menjadi yang "tidak dipilih". Ketika dia lahir, saudara-saudaranya banyak yang "ngambil" buat dipelihara. Sementara dia nggak ada yang mau, soalnya dia paling terlihat lemah dan sakit-sakitan.

All my siblings were taken away, but nobody wanted me, and I was dumped just like that. I was the smallest and would often throw up my milk, and I was hard of hearing, so they didn't find me so adorable. I was the weakest of us all.

     Dan ketika dia udah beranjak dewasa, dia seperti kehilangan kepercayaan dirinya. Namun, saat ada manusia yang setidaknya peduli untuk memberinya makan, dia merasa punya ikatan dengan orang itu, dan berusaha menunjukkan bahwa dia kuat, kuat demi Reina yang selalu memberinya makan, padahal dia hanyalah kucing liar.

I wanted to be able to show Reina I could be independent too. (hal. 44)

I wanted to pay her back someday for all the food she gave me. (hal. 46)  

     Bahkan ketika dia akan melahirkan, dia berusaha untuk tetap mandiri, karena enggan menyusahkan Reina dengan suara teriakannya ketika melahirkan. Alhasil dia bersembunyi di suatu tempat, yang justru malah hampir membuatnya celaka. Apakah Mimi akan selamat? Dan bagaimana caranya Reina bisa bertemu dengan Mimi?

     Dari segi narasi, bahasanya sangat mengalir, jadi terasa ringan aja. Nggak butuh mikir untuk memahami lebih dalam. Setiap tokoh perempuan di sini juga manusiawi banget, nggak terlalu lebay dalam menggambarkan kesedihannya, dan nggak terlalu lebay juga dalam penyampaian kelebihan tokohnya. Rasa sedih yang muncul dari masing-masing tokoh itu sering banget kita temui sehari-hari, seperti sedih karena cinta sepihak, atau karena merasa kemampuan sendiri kurang, juga sedih karena penyesalan di masa lalu.

     Selain itu, penggambaran hubungan antara kucing dan manusia itu terkesan natural. Misalnya, Chobi dan Miyu. Miyu menemukan Chobi di pinggir jalan, lalu membawanya pulang. Awal-awal, dia ya memberi makan dan merawat sekadarnya, nggak sampai yang langsung terikat secara emosi. Barulah seiring berjalannya waktu, mereka bisa dekat. Begitu juga dengan kucing dan pemilik lainnya.

     Buku ini cocok ditujukan bagi pecinta kucing, pasti bakal relate dengan kisah-kisahnya. Vibes-nya juga heart-warming, tapi emosional juga. Kalau pernah nonton animasi karya Makoto Shinkai lainnya, pasti paham maksudnya. Pokoknya, ini recommended lah!

     Sekian review buku She and Her Cat dari Makoto Shinkai dan Nagakawa, terima kasih buat yang udah baca!

Rabu, 22 November 2023

Review Buku: Days at the Morisaki Bookshop dari Satoshi Yagisawa



     Quarter life crisis emang merupakan fase hidup yang terasa berat, soalnya di usia segitu, kita akan mengalami perubahan dari fase remaja ke dewasa. Jadi, karena kita harus beradaptasi, otomatis akan timbul perasaan tidak nyaman yang dapat menjadikan kita stres. Sebagaimana yang dialami Takako dalam buku Days at the Morisaki Bookshop karya Satoshi Yagisawa, yang harus menghadapi realita hidup, bahwa tidak semua orang di dunia ini "normal" dan baik.

     Days at the Morisaki Bookshop berkisah tentang Takako, perempuan yang berusia 25 tahun, harus menerima kenyataan bahwa selama ini dia menjadi selingkuhan rekan kantornya. Lelaki yang sempat dianggap menjadi pacar Takako itu pun secara tiba-tiba mengatakan bahwa dia akan menikah dengan pacar aslinya, yang ternyata juga berada di satu kantor dengan mereka. Perasaan Takako tentu saja campur aduk, mulai dari sedih, marah dan merasa bodoh. Demi menjaga kesehatan mental, dia pun memutuskan untuk resign dari kantornya.

     Setelah beberapa hari menghabiskan waktu di apartemennya sebagai "pengangguran", secara tiba-tiba, paman Takako yang bernama Satoru menghubunginya. Dia meminta Takako untuk menempati ruko dari toko buku kecilnya yang berada di sebuah kota kecil. Karena uang tabungan Takako mulai habis, dia pun memutuskan menerima tawaran tersebut. Apakah Takako akan menemukan kebahagiaan baru di sana?

     Di satu sisi, Satoru yang terlihat ceria ternyata juga menyimpan kesedihan tersendiri. Istrinya secara tiba-tiba pergi meninggalkannya tanpa pesan beberapa tahun lalu. Satoru yang sampai sekarang terus mencari jawaban, mengapa istrinya memilih untuk meninggalkannya tanpa sepatah kata? Apa kesalahan dia? Hal ini tentu juga membuat Takako penasaran. Lantas, apakah Takako berhasil menemukan jawaban tersebut demi membantu pamannya?

Opini buku Days at the Morisaki Bookshop

     Japan literature tipe slice of life emang kadang terasa nanggung, makanya pas aku baca ini aku ya nggak mau ekspektasi tinggi. Dan ternyata ya emang nanggung. Entah dari segi penyelesaian konflik, juga dengan penggambaran alurnya.

     Buku ini terbagi menjadi dua bagian, bagian pertama membahas kehidupan Takako yang baru saja patah hati setelah mengetahui kenyataan bahwa dia jadi selingkuhan. Dia yang serba putus asa pun mulai membuka lembaran baru di Toko Buku Morisaki milik pamannya. Awalnya ya aku cukup berharap, di buku ini bakal diberikan penyelesaian tentang masalah Takako secara rinci dan sistematis. Terutama, tentang kisah percintaannya dia. Apalagi dia sempet ragu ketika mantan pacarnya meminta dia kembali.

     Sayangnya, di buku bagian 2, cerita langsung lompat ke kisah hidup Satoru yang ditinggal pergi istrinya tanpa sepatah kata. Aku yang awalnya mikir, fokus buku ini lebih ke pengembangan diri Takako, agak kecewa juga pas bagian 2 malah langsung bahas Satoru sebagai tokoh utama. Padahal masalah pertama dari Takako masih agak gantung.

     Meski demikian, Takako tetap mengalami pengembangan karakter juga kok. Apalagi dia di sekitar toko, dikelilingi orang-orang baik. Hanya saja, bagi sebagian orang yang berharap Takako percintaannya mulus, siap-siap kecewa aja, mengingat kisah percintaannya nggak dijabarkan secara detail. Soalnya genre buku ini bukan romantis, lebih ke slice of life yang fokusnya ke pelajaran hidup.

     Dengan beberapa kekurangan yang aku sebut di atas, bukan berarti buku ini nggak bagus sama sekali. Tentu saja ada beberapa poin menarik yang bikin aku betah buat menyelesaikan buku ini. Di antaranya, gaya bahasa yang ringan dan mengalir. Sebelum baca buku ini, aku sebenarnya sedang reading slump dan males lihat bacaan sama sekali. Ketika aku maksain baca buku ini, di chapter pertama udah dibuat nagih untuk ngikuti kisah si Takako. Dan karena buku ini tipis bgt, nggak sampai 150 halaman, tiba-tiba aku udah selesai aja dalam sekali duduk.

     Poin menarik selanjutnya, adalah penggambaran suasana di toko buku Morisaki yang super bikin iri para pecinta buku. Bayangin aja, kamu ada di sebuah ruangan berisi ratusan buku bagus yang super langka, dan tentu saja aroma buku yang bikin nyaman. Tak hanya itu, di sekitar toko buku Morisaki juga suasananya terasa damai. Orang-orangnya pada ramah khas kota kecil, terus ada cafe juga yang terasa cozy kalau dibayangin. Intinya, suasananya berasa calming dan heart-warming.

     Nah, buat siapa sih buku ini? Kalau kamu adalah orang yang super detail dalam baca buku, aku rasa buku ini nggak cocok sama kamu. Karena semuanya serba nanggung. Apalagi penyelesaiannya nanggung dan gantung. Tapi, kalau kamu orang yang lagi reading slump atau bukan tipe yang suka mikirin alur secara mendalam, buku ini bakal cocok, apalagi dengan vibes yang damai banget. Cocok lah buat pelarian bagi yang hidupnya di dunia nyata udah berat.

     Sekian review buku Days at the Morisaki Bookshop dariku. Semoga bermanfaat dan terima kasih buat yang udah baca! 

Jumat, 29 September 2023

Review Buku: Kiki's Delivery Service dari Eiko Kadono



     Setiap orang punya dunia ajaib versinya sendiri, karena imajinasi setiap manusia itu tak terbatas. Hanya saja, tak semua orang berani menunjukkan "keajaiban"nya kepada semua orang. Kiki's Delivery Service dari Eiko Kadono merupakan salah satu karya hasil keajaiban imajinasi Kadono, yang kemudian berhasil dijadikan film animasi oleh Studio Ghibli.

     Nah kali ini aku ingin menulis ulasan terkait buku tersebut. Mungkin udah banyak yang tau jalan ceritanya, karena udah nonton film animasinya dulu. Tapi, gapapa. Aku tetap akan menulis reviewnya, khususnya buat kalian yang belum nonton atau penasaran sama ceritanya.

Sinopis Buku Kiki's Delivery Service

     Kiki adalah anak pasangan dari ayah yang manusia biasa dan ibu penyihir. Saat ini usia dia udah memasuki remaja. itu berarti jika dia memutuskan untuk menjadi penyihir, dia harus merantau ke luar kota selama 1 tahun. Masalahnya, kemampuan sihir Kiki masih biasa aja, yakni hanya bisa menerbangkan sapu. Tentu saja hal ini membuat ibunya khawatir, apalagi Kiki terkesan meremehkan "aturan" untuk merantau ini.

     Hari keberangkatannya ke perantauan pun tiba, setelah mengemasi perbekalannya, Kiki bersama Mimi (kucing hitamnya), langsung terbang menjelajahi satu kota ke kota lain, untuk mencari kota ideal versi Kiki. Dan perhatiannya pun jatuh ke sebuah kota yang dikelilingi laut. Akhirnya, dia pun memilih kota tersebut untuk tempat ia merantau.

     Setibanya di kota, Kiki kaget soalnya penduduk kota terkesan "acuh" dengan keberadaannya sebagai penyihir. Padahal, di kota lamanya, orang-orang sangat "bangga" dengan Kiki. Alhasil, dia mengalami kesulitan untuk mencari tempat tinggal. Tapi untungnya, ada penjual roti yang baik, sehingga Kiki bisa menumpang hidup di tokonya, dan membuka jasa kirim menggunakan sapu terbang.

     Apakah hidupnya akan mulus? Tentu tidak. Dia harus mengalami beberapa kegagalan dan masalah, karena penduduk di kota tersebut sering memintanya untuk mengantar barang-barang aneh. Nah, seperti apa sih yang diantar Kiki ini? Dan bagaimana Kiki mencoba mencari solusi ketika dia harus menghadapi customer yang aneh?

Opini terhadap buku

     Sebenarnya,  buku ini tuh simple. Karena emang ditujukan untuk anak-anak hingga remaja. Nggak yang gimana banget alurnya. Ringan, konfliknya bukan yang ruwet, tapi pelajarannya cukup mendalam. Apalagi perkembangan karakternya Kiki ada banget.

     Bukunya juga page-turner, bahasanya ringan banget dan santai. Nagih buat dibaca, karena aku dibikin penasaran dengan kelanjutan nasib Kiki.

     Buat yang merantau, pasti bakal relate dengan buku ini. Soalnya kita bisa ngelihat gimana perjuangan Kiki buat merantau pertama kali. Selain adaptasi, dia juga harus melawan ketakutannya karena profesi dia ini cukup berisiko, mengingat dia harus mengantar barang orang lain, jadi harus hati-hati banget.

     Meskipun ini bukunya untuk anak-anak, tapi ada unsur romance ala remaja tipis-tipis. Di mana Kiki yang didekati laki-laki seumurannya, tapi dianya nggak peka.

     Dari segi penggambaran suasana, bukunya seru. Kita jadi bisa bayangin seperti apa latar waktu, tempat, dan suasananya. Berasa didongengin sih, beneran.

     Dari segi penokohan, buku ini bagus juga. Karakter Kiki sebagai remaja digambarkan secara realistis: yang kadang bandel, suka melawan orangtua, dan semaunya sendiri. Tapi, sifat-sifat itu perlahan berubah setelah dia tau susahnya jadi anak rantau.

     Untuk konfliknya, tidak terlalu serem juga. Hanya seputar masalah yang dihadapi Kiki ketika nganter barang. Jadi ya lebih ke konflik batin seperti ketakutan, kurangnya percaya diri, dan semacamnya.

     Kalau udah nonton film animasi Ghiblinya, mungkin sudah tau seperti apa gambarannya. Tapi kalau pengen baca sih bisa banget. Siapa tau ada yang kelewatan atau belum dipahami ketika nonton filmnya.

     Nah, itu tadi ulasan buku Kiki's Delivery Service dari Eiko Kadono. Semoga bermanfaat!

Sabtu, 03 Juni 2023

Review: A Midsummer's Equation dari Keigo Higashino

      Kembali lagi dengan buku Keigo! Karena akhir-akhir ini lagi ngebut baca buku Keigo Higashino mengingat aku belum bisa beli bukunya yang berjudul Angsa dan Kelelawar :"). Jadi sebagai "penenang", aku nyari pinjaman di perpustakaan luar negeri yang bisa pakai alamat Indonesia. Dan ketemu juga buku ini, A Midsummer's Equation.



     Kalau udah sering baca novel Keigo, pasti udah nggak asing dengan Detektif Galileo atau nama aslinya Yukawa Manabu. Di mana, dia adalah detektif yang punya cara tersendiri dalam mengungkap suatu kasus, yakni dengan melakukan eksperimen sederhana dan membayangkan skenario kejadian di dalam imajinasinya. Mirip sama Sherlock Holmes yang dimainin Benedict Cumberbatch.

     Kali ini aku ingin berbagi ulasan buku A Midsummer's Equation. Novel misteri yang punya banyak rahasia dan memancing emosional dan simpati kita terhadap tokoh-tokohnya. Skenario pembunuhannya juga unik. Tak lupa, Keigo juga menyinggung tentang sisi lain dari sifat manusia yan abu-abu. Jadi baca reviewku sampai selesai yuk!

Sinopsis

     Novel ini dibuka dengan Kyohei, anak berusia 10 tahun yang pergi berlibur di Hari Cove, sebuah kawasan pantai di Jepang. Di tengah perjalanannya di kereta, dia bertemu dengan Yukawa Manabu, yang kebetulan akan menghadiri konferensi di kawasan tersebut. Setelah sampai di stasiun, tiba-tiba Yukawa tertarik untuk menginap di hotel milik paman Kyohei. Nah, "pertemanan" mereka pun pada akhirnya mulai terjalin.

     Akan tetapi, peristiwa mengejutkan pun terjadi. Tsukahara, seorang mantan polisi Tokyo yang juga menginap di tempat Yukawa berada ditemukan tewas karena keracunan Karbonmonoksida. Awalnya, banyak orang yang menganggap ini hanya kecelakaan biasa. Akan tetapi, bagi Yukawa yang punya insting tajam, dia menganggap bahwa kasus ini adalah pembunuhan. Sebab dia melihat ada beberapa kejanggalan di lokasi kejadian yang tidak banyak orang tau. Alhasil, dia pun mulai menyelidiki kasus ini bersama detektif dari Tokyo yakni Kusanagi dan Utsumi, yang kemudian juga dilakukan oleh detektif lokal Hari Cove.

     Sebagaimana novel Keigo pada umumnya, kita akan diajak untuk menanyakan alibi orang-orang sekitar. Dan dilanjutkan dengan menelusuri masa lalu orang-orang tersebut, termasuk masa lalu korban.

     Di tengah penyelidikan, Kyohei yang minta dibantu mengerjakan PR-nya, melakukan beberapa eksperimen menarik bersama Yukawa yang seorang Profesor Fisika. Dan tentu saja, Yukawa memanfaatkan momen ini untuk menggali informasi penting, mengingat Kyohei cukup polos dalam membeberkan informasi yang dia punya.

     Yang tak kalah menarik, ada fakta mengenai perbedaan faksi terkait rencana penambangan bawah laut di pantai Hari Cove. Di mana, ada faksi yang kontra karena hal tersebut membuat kerusakan lingkungan, sementara di sisi lain ada faksi yang pro karena menganggap bahwa di Hari Cove sudah tidak punya masa depan, mengingat makin lama, kawasan ini semakin sepi wisatawan.

     Nah, ada beberapa pertanyaan menarik terkait kasus ini, di antaranya:

1. Siapa pelaku pembunuhan?

2. Bagaimana pembunuhan itu terjadi? Mengingat tidak ada tanda barang bukti kuat dan terkesan seperti kecelakaan alami.

3. Mengapa pembunuh melakukan pembunuhan ini? Apa motifnya?

4. Seperti apa masa lalu masing-masing tersangka dan korban?

     Jadi pembahasan dan cerita novel ini cukup kompleks. Tapi kalau suka misteri, harus banget baca ini karena teka-teki dan proses pencarian jawabannya sangat menarik untuk diikuti!

Opiniku terhadap Buku

     Keigo Higashino selalu punya cara untuk bikin pembaca penasaran, meskipun terkadang masalah utamanya terkesan "sederhana". Sebagaimana yang terjadi di buku ini, tentang kasus kematian Tsukahara yang keracunan karbonmonoksida.

     Skenario pembunuhan yang tercipta beneran wow sih. Aku sampai nggak habis pikir, kok bisa pelaku kepikiran menyusun rencana seperti itu di waktu yang relatif singkat. Kalau orang yang paham dengan ilmu dasarnya, pasti langsung ngeh siapa pelakunya. Tapi kalau orang awam sepertiku, butuh waktu sampai setengah buku lebih untuk mulai bisa menebak seperti apa pelaku dibunuh.

     Nah, nggak cuma itu. Yukawa yang selalu yakin bahwa "masa lalu selalu berhubungan dengan masa kini" pun mulai menelusuri kehidupan tiap tokohnya. Di mana, setiap fakta demi fakta yang terungkap, bikin aku cukup emosional. Soalnya ternyata ada rahasia besar yang menyangkut dosa, penyesalan dan ketakutan dari setiap tokohnya. Aku jadi simpati dengan mereka, meskipun aku tidak membenarkan dosa dari masing-masing tokoh.

     Meskipun ini topik utamanya adalah pembunuhan, novel ini juga menunjukkan sisi lain dari manusia yang jarang terekspose, tapi bisa kita pahami bahwa sisi lain tersebut memang benar-benar ada. Manusia memang abu-abu sih, jadi kita emang bisa jengkel dan simpati di saat yang bersamaan.

     Di luar kisah pembunuhan, aku suka banget interaksi Yukawa dengan Kyohei terkait "kuliah sains"nya. Terutama pas mereka melakukan eksperimen, di mana hal ini juga nambah wawasan baru untuk aku. Yukawa yang aslinya nggak suka anak kecil, ternyata bisa sabar dan "berteman" dengan Kyohei juga ya.

     Terkait penyelesaian kasus ini, emang sih ada beberapa plot-twist yang dari awal aku harapkan. Tapi entah kenapa, aku kurang puas dengan "bagaimana buku ini selesai". Kayak gantung dan butuh penjelasan lebih lanjut. Soalnya setelah pelaku terungkap, ya udah gitu aja. Atau mungkin aku yang kelewatan sesuatu ya?

     Tapi secara keseluruhan, aku masih sangat menikmati buku ini. Jadi menurutku, yang bikin buku ini menarik adalah:

1. Skenario pembunuhan yang penjabarannya menambah wawasan.

2. Narasi yang dituliskan bikin aku nagih untuk baca karena selalu ada pertanyaan baru yang terlintas di setiap babnya. Alias, JAGO BANGET BIKIN PENASARAN.

3. Adanya selipan pengetahuan sains lewat interaksi Yukawa dan Kyohei.

4. Latar belakang tokoh dikulik cukup dalam dan bikin aku emosional.


Sekian review A Midsummer's Equation dariku. Kalau teman-teman pengen baca bukunya, bisa beli di Google Play Book atau Kindle. Bisa juga pinjam di perpustakaan legal macam Internet Archive bagian buku (cuma bisa pinjam 1 jam, habis itu harus diperpanjang lagi). Terima kasih bagi yang udah baca, next mau aku review buku apa lagi?

What a scientist must consider foremost is which of the many available paths will lead to the greatest benefit for humanity. - halaman 51

Senin, 27 Maret 2023

Review Black Showman dan Pembunuhan di Kota Tak Bernama dari Keigo Higashino (no spoiler)



      Karya Keigo Higashino memang selalu mengesankan, kali ini datang dari buku yang berjudul Black Showman dan Pembunuhan di Kota Tak Bernama. Buku ini adalah salah satu karya terbaru dari Keigo Sensei, karena ditulis dengan latar pandemi covid. Di Indonesia sendiri baru diterjemahkan dan dijual mulai dari bulan Desember 2021. Jadi bisa dibilang, Keigo menulis ini di rentang waktu akhir 2019 hingga pertengahan 2021 (wah gerak cepat sekali ya).

    Seperti biasa, kali ini aku ingin membagikan ulasan buku Black Showman dan Pembunuhan di Kota Tak Bernama. Karena ini berasal dari my-auto-buy-author, jadi bakal terkesan panjang dan cukup subjektif (hehehe).

     Sebelumnya pengen ngasih tau, kalau buku ini jumlah halamannya sekitar 500 an. Jadi tebel banget. Tapi tenang aja, buku ini masih ada unsur page-turner alias tidak membosankan.

Sinopsis Black Showman dan Pembunuhan di Kota Tak Bernama.

     Kamio Mayo berencana untuk menikah dengan Kenta beberapa bulan lagi. Sayangnya, beberapa hari setelah keduanya melakukan pertemuan dengan vendor pernikahan, Mayo harus menerima kabar menyedihkan, yakni ayahnya meninggal karena dibunuh di rumahnya!

     Mayo yang saat itu bekerja di Tokyo, tanpa pikir panjang langsung pulang ke kampung halamannya: sebuah kota tak bernama. Sepanjang perjalanan di kereta, dia terus memikirkan berbagai kemungkinan penyebab ayahnya dibunuh: apakah ayah punya musuh? apa motif pelakunya? dengan cara apa ayahnya dibunuh? dan kenangan masa kecilnya seolah berputar kembali.

     Di satu sisi, teman SMP Mayo sebenarnya berniat untuk melakukan acara reuni dalam waktu dekat. Sayangnya, saat itu Mayo sudah berniat untuk tidak hadir di acara tersebut mengingat ayahnya, Kamio Eikichi adalah mantan guru di SMP Mayo. Hal ini dikarenakan, pengalaman masa SMP-nya cukup menganggunya, di mana  Mayo dianggap sebagai "mulut bocor" dan dituduh suka lapor ke ayahnya terkait kenakalan teman-temannya. Dengan kata lain, Mayo masih trauma jika temannya masih menganggapnya demikian.

     Begitu sampai di kampung halamannya, Mayo langsung bergegas ke kantor polisi dan mencari penginapan di Hotel Maruyama. Sebab, saat ini rumahnya masih menjadi objek penyelidikan dan dijaga ketat oleh polisi.

     Di kantor polisi, Mayo menjalani investigasi ringan (biar bagaimana pun polisi harus tau alibi Mayo). Dan setelahnya, barulah Mayo mendapatkan informasi dasar terkait kematian ayahnya. Di antaranya:

  • Mayat ayahnya ditemukan oleh Haraguchi, salah satu teman SMP Mayo, di hari Minggu.
  • Eikichi ditemukan dalam kondisi tertutup kardus dengan pakaian jas formal.
  • Saat ditemukan, kondisi rumah mereka sangat berantakan. Terutama di bagian rak buku dan dokumen.
  • Diduga Eikichi tewas dalam kondisi tercekik.

     Ketika Mayo diajak untuk melihat kondisi rumahnya, tiba-tiba datang tamu tak diundang, yang tak lain adalah Kamio Takeshi, yakni Paman Mayo atau Adik dari Eikichi. Dengan gaya nyentriknya, Takeshi langsung berkeliling rumah yang membuat para polisi kesal karena tindakan Takeshi dinilai mampu mengaburkan barang bukti.

     Tak hanya itu, ternyata diam-diam Takeshi berusaha menelusuri pembunuhan Kakaknya dengan tangannya sendiri. Dalam waktu singkat, dia pun berhasil mendapatkan data yang dirahasiakan kepolisian dengan trik-trik sulapnya. Mayo yang takjub dengan kemampuan pamannya pun akhirnya mau bekerja sama dalam menyelidiki pembunuhan Eikichi ini.

     Beberapa orang telah masuk ke dalam daftar tersangka, terutama teman-teman Mayo yang akan mengadakan reuni. Oleh karena itu, Takeshi menyusun skema upacara berkabung dan pelepasan jenazah Eikichi dengan metode tertentu, demi mencari tau gerak-gerik tersangka yang kemungkinan besar akan datang ke acara tersebut.

     Setelah menemukan sosok-sosok yang punya kemungkinan besar sebagai pelaku, Takeshi menelusuri latar belakang masing-masing. Dan, munculah satu kesimpulan hingga pelaku telah ditemukan dan akan dibongkar lewat "pertunjukan" menarik.

     Tentu saja Takeshi lebih dulu menemukan ketimbang polisi, oleh karena itu Takeshi hanya meminta polisi untuk mengikuti intruksi yang diberikan pasca "pertunjukan" tersebut.

Siapa pelakunya? Dan apa motifnya? Lalu, bagaimana Takeshi bisa sampai pada kesimpulan tersebut?

Kesan terhadap Black Showman dan Pembunuhan di Kota Tak Bernama

     Sebagaimana buku karya Keigo lainnya, Black Showman dan Pembunuhan di Kota Tak Bernama ini punya formula serupa: penjabaran informasi secara detail. Maksudnya, setiap muncul kecurigaan, pihak penyelidik akan menelusuri kecurigaan tersebut secara mendalam. Tak peduli kalau akhirnya benar atau salah. Jadi, pembaca pun seperti diajak menyelidiki juga.

     Di sini, tidak ada detektif seperti Kaga dan Galileo. Takeshi hanyalah "orang biasa" yang tidak percaya dengan polisi, dan ingin memecahkan teka teki ini dengan caranya sendiri. Tiba-tiba jadi inget, kalau di Indonesia, biasanya pas ada kasus viral di twitter, pasti netizen ikutan jadi "detektif dadakan", yang ternyata malah berhasil dapetin informasi secara akurat. Jadi menurutku, Takeshi adalah penggambaran para netizen di Indonesia (atau mungkin negara lain), yang tidak percaya dengan kepolisian. Hahaha.

     Takeshi sendiri digambarkan sebagai sosok yang nyentrik dan kalau ngomong nggak difilter. Kalau pernah nonton anime, aku merasa kalau Takeshi ini karakternya mirip Koro-Sensei: pintar tapi nyentrik, dan bisa "menipu" lawan dengan permainan psikologisnya.

     Salah satu contoh dia menerapkan permainan psikologis adalah ketika dia ingin mengorek informasi dari para tersangka, bahkan polisi. Jadi, meskipun dia tidak tahu informasi sama sekali, dia akan bertindak seolah tahu segalanya, entah dari Mayo atau Eikichi. Padahal keduanya sama sekali tidak pernah cerita apapun.

     Untuk Mayo sendiri, karakternya tidak terlalu mencolok. Menurutku, dia hanya ikut dengan apa yang dikatakan Pamannya. Tapi, karena Mayo punya kunci penting terkait pembunuhan ini, keberadaan Mayo pun masih punya peran.

     Sementara untuk pihak kepolisian, ada Kogure dan Kakitani yang "terkesan" menyebalkan. Apalagi kerja mereka lambat. Dan tentu saja mereka kalah cepat dalam membongkar kasus dibanding Takeshi.

     Nah, untuk pelaku sendiri. Sebagaimana dalam blurb di balik buku, awalnya dia emang ngerasa nggak akan ketahuan. Tapi karena Takeshi ini jago, hal seremeh apapun bakal ketahuan. Hahaha.

     Buku ini halamannya 500 an, tapi karena penyelidikannya detail dan selalu bikin penasaran, ya tidak terasa kalau udah sampai di halaman jauh.

     Menurutku buku ini cukup mirip dengan Newcomer dan Malice. Mirip Newcomer karena fokusnya adalah mencari pelakunya. Sementara, mirip Malice karena penelusurannya super detail hingga ke masa lalu.

     Demikian ulasanku tentang Black Showman dan Pembunuhan di Kota Tak Bernama dari Keigo Higashino. Denger-denger, karya Keigo akan ada yang diterjemahin ke Indonesia lagi sama Gramedia, yakni Angsa dan Kelelawar. Semakin tidak sabar.


Jumat, 18 November 2022

Review Buku: Freeter Membeli Rumah dari Arikawa Hiro

     Rumah adalah salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat untuk berteduh dan beristirahat dari kehidupan luar yang melelahkan. Yah, rasanya memiliki tempat tinggal yang layak, tentu merupakan impian sebagian besar manusia. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan,

"Bagaimana cara membeli rumah kalau belum punya pekerjaan tetap?"

Rabu, 19 Oktober 2022

Review Buku: Sweet Bean Paste dari Durian Sukegawa



     Apa yang kamu bayangkan tentang Dorayaki berisi pasta kacang merah manis? Kombinasi rasa manis dari pasta yang digabung dengan kue yang fluffy nan empuk memang sempurna bagi pecinta makanan manis dari Jepang ini.

     Sweet Bean Paste atau Pasta Kacang Merah dari Durian Sukegawa adalah salah satu novel yang mengusung tema makanan di dalamnya. Tak hanya makanan, novel ini juga bercerita tentang persahabatan dan opini negatif masyarakat terhadap orang-orang yang mengalami nasib tertentu.

Selasa, 18 Oktober 2022

Review Buku: The Traveling Cat Chronicles dari Arikawa Hiro



      Kucing adalah hewan yang lucu dan menggemaskan, walaupun kadang terlihat judes dan bodo amat dengan pemiliknya. Hewan berbulu lembut dengan cakar yang tajam ini memang menjadi salah satu peliharaan favorit bagi sebagian orang. Bahkan, hubungan kucing dan manusia ini sering disebut hubungan babu dan majikan, karena sekalinya seseorang memelihara kucing, mereka pasti jadi tunduk dan mengorbankan banyak hal demi bisa menghidupi si kucing.

Sabtu, 12 Maret 2022

Review Buku: Gadis Minimarket dari Sayaka Murata

 


     KENAPA SIH MASYARAKAT SUKA IKUT CAMPUR URUSAN GOLONGAN MANUSIA YANG MEREKA ANGGAP GAK NORMAL? EMANG APA SIH STANDAR NORMAL ITU?

     Kalau kamu sering ditanya: Umur segini kok belum nikah? Kok kerjanya gitu-gitu aja? Kapan kamu mau punya momongan? Dan pertanyaan-pertanyaan tidak nyaman lainnya, berarti kamu akan relate dengan buku yang aku ulas kali ini. 

Jumat, 25 Februari 2022

Review Buku: Funiculi Funicula (Before the Coffee Gets Cold) dari Toshikazu Kawaguchi


     Masa lalu adalah sejarah. Sementara masa depan adalah misteri. Baik masa lalu maupun masa depan merupakan 2 hal yang seringkali berkelebat di pikiran banyak orang. Entah menyesali masa lalu yang menurutnya tidak maksimal, atau mengkhawatirkan masa depan karena takut tidak sesuai harapan.
     Tak sedikit orang yang ingin kembali ke masa lalu demi mengulang dan memperbaiki semua yang dirasa menjadi sumber penyesalan. Tak sedikit pula orang yang ingin cepat-cepat pergi ke masa depan karena penasaran dengan apa yang selanjutnya terjadi. Lantas, apakah semua hasil akan berubah bila kita melakukan perjalanan waktu ke masa lalu maupun masa depan? Apakah hasilnya akan berbeda?
      Funiculi Funicula atau Before the Coffee Gets Cold dari Toshigazu Kawaguchi merupakan salah satu Asian Literature bergenre slice of life dan time travel (perjalanan waktu). Kisah ini berlatarkan di Jepang, tepatnya sebuah cafe yang memiliki suatu "keajaiban". Buku ini memiliki premis yang cukup menarik: memberikan kesempatan orang-orang yang ingin kembali ke masa lalu maupun pergi ke masa depan. Akan tetapi, mereka yang ingin melakukan perjalanan waktu harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan.

Jumat, 31 Desember 2021

Review Buku: Newcomer (Pembunuhan di Nihonbashi) dari Keigo Higashino



     The Newcomer (Pembunuhan di Nihonbashi) dari Keigo Higashino merupakan salah satu novel Keigo dalam series detektif Kaga. Menceritakan tentang penyelidikan Detektif Kaga terkait pembunuhan seorang wanita di apartemennya. Lantas, cerita seperti apa yang disajikan Keigo kali ini? Pada tulisan ini, aku ingin memberikan ulasan mengenai buku Keigo yang satu ini.