Tampilkan postingan dengan label Catatan Baca. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Catatan Baca. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Maret 2025

Catatan Baca: Slow Productivity dari Cal Newport



     Quality over quantity

     Dengan adanya tren hustle culture, banyak dari kita yang terjebak untuk melakukan pekerjaan banyak, agar terlihat produktif. Dampaknya, kualitas kerjaan yang dihasilkan pun jadi kurang maksimal, mengingat fokus yang diberikan terpecah belah di waktu yang singkat.

     Karena aku termasuk orang yang terjebak di fenomena itu, beberapa waktu lalu aku tertarik buat baca buku Slow Productivity dari Cal Newport. Adapun beberapa poin menarik yang pengen aku bagi di sini di antaranya:

Minggu, 29 September 2024

Catatan Baca: Hidden Potential dari Adam Grant


      Buku Adam Grant tuh hampir semuanya selalu ngasih insight baru buat lebih rajin lagi memperbaiki diri. Soalnya, di setiap buku yang dia tulis selalu berusaha "meluruskan" bias manusia, yang sering bikin orang susah maju. Misalnya di buku Think Again, di situ dia berkali-kali menekankan para ahli untuk memisahkan identitas dengan opininya, supaya nggak merasa benar ketika dikritik, dan mau berpikir ulang dari perspektif lain. Begitu pula dengan buku terbarunya Hidden Potential ini. 

     Ngomongin potensial, kita sering menjumpai orang yang menganggap bahwa tolak ukur potensi seseorang itu dari seberapa cepat dia mendapatkan prestasi. Padahal balik lagi ke latar belakang tiap orang, seperti: apa aja tantangan yang dihadapi? bagaimana kesempatan dan peluang yang dimiliki?dan lain sebagainya. Dengan kata lain, garis start tiap orang nggak sama. Oleh karena itu, jika kita terlalu fokus ke prestasi seseorang yang sudah terlihat, yaa orang yang berpotensi lainnya bakal tenggelam.

     Buku Hidden Potential ini bukan ngajak kita untuk berambisi besar sehingga bisa berprestasi cemerlang, tapi fokusnya ke proses nemuin potensi diri serta gimana kita bisa nikmati fase belajar itu. Secara garis besar, di buku ini Adam Grant membahas tentang:

1. Pentingnya karakter dalam self-improvement,

2.Pentingnya strategi biar tetap termotivasi,

3. Membangun Sistem yang memperluas peluang bertumbuh.

     Ngomongin yang pertama dulu, yakni karakter. Sebelumnya, kita perlu memberi batas definisi dari sifat dan karakter. Sebab keduanya berbeda. Sifat sendiri adalah sesuatu yang kita tunjukkan sehari-hari, sementara karakter adalah sesuatu yang kita gunakan untuk mempertahankan prinsip kita. Dengan kata lain, ketika kita berhadapan dengan sesuatu yang sulit, di sinilah karakter itu muncul.

     Karakter dalam proses pembelajaran penting banget, soalnya berkaitan dengan tantangan yang muncul saat belajar. Misalnya:

a. Gimana kita bisa tetep nyaman di situasi yang nggak nyaman?

b. Gimana kita mau mengakui kelemahan yang dimiliki?

c. Gimana kita bisa berani berbuat kesalahan tanpa takut di-judge?

Karena tau sendiri lah, yang namanya belajar itu nggak ada yang gampang. Tantangan seperti di atas bakal sering muncul sebagai tanda untuk bertumbuh. Masalahnya, apakah kita mau menerima tantangan tersebut dengan berani? Atau masih tetep ngasih makan ego dengan nggak mau ngakuin kelemahan?

     Karakter ini nanti juga berkaitan dengan manajemen emosi saat belajar. Gimana kita masih tetap disiplin di tengah mood yang awur-awuran? Contohnya aja prokrastinasi. Banyak orang yang melakukan prokrastinasi karena merasa "tertantang" ketika memasuki waktu akhir deadline. Sebenarnya nggak masalah kalau hasilnya bisa maksimal, kalau sebaliknya gimana?

     Dalam proses pembelajaran sendiri, kita dituntut untuk disiplin biar hasilnya maksimal. Karena dengan disiplin, otak kita bisa menerima informasi dengan teratur secara berkala. Sementara kalau pakai sistem kebut semalam, otak akan kelelahan karena harus menerima informasi banyak di waktu yang cepat.

     Jujur aja sih, aku sendiri bukan golongan yang disiplin. Oleh karena itu, ketika aku baca buku ini, ada banyak statement yang bikin aku tersinggung :'). Alhasil aku berusaha untuk mulai mengubah mindset-ku, dan bakal sering lihat statement-statement tersebut yang sebagian aku catat di buku catatan. Buat reminder gitu lahh.

     Selanjutnya yang kedua, tentang strategi biar tetap termotivasi. Dalam proses belajar, nggak ada orang yang terbebas dari fase burnout, stuck  dan capek. Sehingga, butuh istirahat biar otak ke-reset sembari melihat dari perspektif lain.

     Hal yang aku suka di bagian ini adalah ketika Adam Grant bilang: Backing up to move forward. Jadi ketika kita ngerasa stuck dan bingung mau ngapain lagi, coba berhenti sejenak, sambil lihat alternatif lain yang bisa ngasih momentum. Ibarat ketika kita nyasar masuk gang buntu, pasti hal yang dilakukan pertama adalah: balik lagi ke jalan awal, sembari nyari jalan lain kan?

     Selain itu, aku suka juga bagian yang dia bahas tentang taking detour, yakni nyari selingan lain yang beda dari apa yang dipelajari. Misalnya, saat ini aku belajar coding, maka aku nyari aktivitas atau hobi lain, yakni merajut. Fungsi kegiatan lain ini adalah untuk "ngisi bensin" lewat kemenangan kecil yang didapat dari kegiatan itu. Kalau bensinnya udah terisi, barulah kita bisa dapat momentum lagi.

     Yang ketiga adalah Membangun Sistem. Bagian ini fokusnya sudah ke lingkup kelompok sih, misalnya seperti menciptakan sistem pendidikan yang bisa maksimalin potensi siswa. Dalam hal ini Adam Grant ngambil studi kasus di Finlandia. Di antaranya, anak dididik dengan guru yang sama selama masa SD, jadi tiap naik kelas nggak ada perubahan guru. Hal ini dilakukan biar si guru bisa mengamati perkembangan anak dengan baik.

     Kemudian Adam Grant juga bahas tentang "nemuin berlian di rekruitmen kerja", jangan terlalu fokus ke pengalaman yang banyak aja. Tapi tentang gimana karakter dia buat bertahan di situasi sulit.

     Jadi dapat disimpulkan bahwa, setiap manusia selalu punya potensi. Hanya saja, belum semuanya tau tentang cara menggali dan memaksimalkannya. Kunci awalnya ada di karakter, dan buku ini beneran ngajak buat memperbaiki karakter kita lewat pembahasan bias-bias manusia yang terlanjur tertanam di mindset.

Senin, 01 Januari 2024

Mengapa Kita Perlu Menyerah? Catatan Baca dari Buku The Dip - Seth Godin

Foto Buku The Dip dari Seth Godin


      Menyerah seringkali diidentikkan dengan hal yang buruk, karena itu artinya usaha yang telah dibangun sebelumnya terasa sia-sia. Alhasil, banyak orang yang takut berhenti, meskipun mereka stuck dan nggak tau mau ngapain.

It's human nature to quit when it hurts. But it's that reflex that creates scarcity

     Buku The Dip dari Seth Godin memberikan perspektif baru terkait menyerah atau quitting, di mana menyerah bisa jadi opsi terbaik ketika dihadapkan dengan situasi yang buruk. Sebab, ketika kita memaksakan untuk melanjutkan usaha tersebut, yang terjadi, kerugian yang didapat semakin meningkat.

Contohnya gimana?

     Misalnya, Levi ingin membuka kedai teh di Kota Kediri dengan range harga per-cangkir sekitar 30 ribu - 40 ribu. Alasannya, Levi merasa bahwa harga tersebut sudah ideal dengan produk yang dibuat. Sayangnya mayoritas penduduk Kediri merasa, harga segitu termasuk mahal untuk secangkir teh, mengingat pendapatan di sana tidak terlalu tinggi. Alhasil, setelah 6 bulan buka, pelanggan yang datang tidak mampu menutup biaya operasional. Apa yang harus dilakukan Levi?

a. Tetap lanjut menuruti idealismenya.

b. Menurunkan kualitas teh agar harga yang ditawarkan sesuai dengan kemampuan warga

c. Pindah kota atau ganti produk yang dijual

     Opsi A, memiliki resiko kerugian yang terus meningkat. Sementara opsi B dan C, memberikan peluang baru, meski dapat dikatakan, 2 opsi ini artinya menyerah. Inilah yang dimaksud menyerah dalam buku The Dip.

Nah, cara memutuskan lanjut atau menyerah gimana?

     Dalam buku ini, Seth Godin memberikan gambaran 3 kurva untuk membantu pembaca, memahami situasi kapan harus menyerah. Di antaranya:

1. The Dip

Gambar Kurva The Dip dari Seth Godin

     The Dip adalah jembatan yang menghubungkan kondisi pemula dan master. Di fase ini, kita akan mengalami situasi yang bingung, bosan, dan penurunan motivasi. TAPI, di fase ini kita juga mengalami kenaikan sedikit demi sedikit. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar di atas.

     Contohnya adalah ketika kita akan belajar piano. Di awal, kita merasa sangat excited dan lancar dalam belajar, soalnya yang dipelajari masih mudah (perkenalan do-re-mi, chord dasar dan memainkan musik yang mudah). Kemudian, tingkat kesulitan mengalami peningkatan, di mana kita harus belajar dinamika dan scale. Di sini, kita akan mengalami fase bosan dan bingung, karena merasa progresnya hanya sedikit peningkatannya. Tapi, kalau misal terus dilanjutkan kita bisa menjadi master.

     Pola The Dip, biasanya selalu diawali dengan motivasi untuk menjadi yang terbaik. Selama kita punya motivasi untuk itu, sudah seharusnya untuk terus dipertahankan.

2. The Cul-de-sacs


     Kurva Cul-de-sacs menggambarkan proses yang datar, tidak meningkat tapi nggak turun juga. Istilahnya dead-end yang berkelanjutan. Di situasi ini, kita bertindak seperti robot, yang hanya melakukan sesuatu karena "wajib".

     Kurva ini terjadi ketika motivasi kita terhadap sesuatu tidak terlalu jelas. Jadi hanya sekadar ingin, tanpa berniat mencari tahu lebih jauh.

3. The Cliff


     Nah, kalau The Cliff adalah kebalikan dari The Dip. Kurva ini menggambarkan situasi yang jelas-jelas merugi dan menurun, tapi kita bersikukuh untuk melanjutkan tanpa berniat redirection, sebagaimana kasus Levi di atas.

     Mungkin kita akan dibuat bingung untuk bedainnya. Oleh karena itu, kita perlu melakukan refleksi atau evaluasi kinerja, agar lebih paham, condong ke kurva mana nih yang aku lakuin?.

     Kuncinya, kalau kita sejak awal nggak terlalu excited, nggak sampai nemu kondisi Dip, dan terkesan merugi, emang harus stop. Selain itu, kita juga harus menyadari juga sebelum memulainya. Jika dari awal ambisi kita kurang kuat buat jadi yang terbaik, mending dipikir lagi. Jangan setengah-setengah.

If you're going to quit, quit before you start. Reject the system. Don't play the game you realize you can't be the best in the world.

 Demikian catatan baca tentang Buku The Dip dari Seth Godin. Semoga bisa jadi bahan refleksi kita ke depannya, dan Selamat Tahun Baru 2024!

Minggu, 31 Desember 2023

Catatan Baca: Mengenal Ichigo Ichie? Mengapa Begitu Populer di Jepang?



     Apa itu Ichigo Ichie?

      Hidup dengan fokus ke masa sekarang memang cukup sulit, apalagi bagi mereka yang sering dihadapkan dengan kecemasan masa lalu atau ketakutan masa depan. Untuk itulah ada salah satu prinsip dalam Jepang yang cukup sering digaungkan untuk menjaga "kesadaran" di masa kini, yakni Ichigo Ichie.

     Ichigo Ichie memiliki arti: one moment, one opportunity, atau bisa dibilang ajakan untuk mengajak fokus ke masa sekarang, karena kesempatan ini tidak akan berulang. Dalam buku Ichigo Ichie karya Hector Gracia dan Francesc Miralles, mereka memberikan gambaran perayaan Ichigo Ichie dalam upacara minum teh di Jepang, di mana acara ini akan mengajak pesertanya untuk mempersiapkan teh, memberikan apresiasi terhadap alat yang digunakan, serta minum teh dengan penuh penghayatan tentunya.

     Selain itu, dibuku ini juga menggambarkan perayaan Ichigo Ichie lain yakni perayaan festival bunga sakura. Nah, karena bunga sakura hanya mekar setahun sekali, penduduk Jepang harus benar-benar fokus menikmati acara ini, karena untuk melihat bunga sakura mekar, harus nunggu setahun lagi. Jadi, nikmatin sekarang, atau harus nunggu lama lagi?

     Buku ini cukup menarik ya, apalagi bagi pecinta budaya Jepang. Pada tulisan kali ini, aku ingin berbagi catatan bacaku terkait buku ini. Kalau tertarik membaca rangkumannya, bisa dibaca tulisan ini sampai selesai!

5 Poin Menarik dalam Buku Ichigo Ichie dari Hector Gracia dan Francesc Miralles

1. Filosofi Kintsugi

     Dalam huruf Jepang, Kintsugi memiliki kombinasi kanji Kin (artinya emas), dan Tsugi (memperbaiki dengan menempelkan 2 biji yang terpisah). Dalam seni Jepang, Kintsugi merujuk pada seni memperbaiki keramik yang pecah dengan mencampurkan lacquer dengan bubuk emas. Kira-kira, contohnya ada di gambar berikut:

Sumber gambar: Kintsugi Labo Japan

     Lalu, apa keterkaitannya dengan Ichigo Ichie?

     Kintsugi mengajarkan kita bahwa selalu ada keindahan di balik ketidaksempurnaan. Jadi, tentang bagaimana kita memandang sesuatu masalah. Jika kita terlalu meratapi kesedihan dengan berusaha lari dari masalah, maka yang terjadi adalah penderitaan. Sementara kalau kita berusaha untuk "menikmati" dan melangkah maju, masalah tadi bisa diubah menjadi sesuatu yang indah.

     Jadi keterkaitannya dengan Ichigo Ichie adalah, fokus menerima masalah yang dimiliki, sembari memikirkan jalan keluar yang sesuai. Karena, masalah atau musibah yang dimiliki, merupakan cara untuk "menempa" kemampuan diri menjadi versi terbaik kita.

2. Merayakan hal-hal sederhana

     Terkadang, kita merasa hari-hari yang telah dilalui terkesan biasa aja dan sering terlewatkan. Sehingga, kita sering lupa untuk bersyukur akan hal-hal baik yang telah kita punya. Ichigo Ichie mengajak kita untuk sering merayakan segala hal baik meski dengan sederhana. Karena dengan perayaan itu, kita jadi merasa bahwa hal-hal sederhana tadi sebenarnya spesial dan "hadiah" yang diberikan Tuhan kepada kita. Jadi, bisa lebih fokus untuk menikmati apa yang dimiliki sekarang.

3. Mono no Aware

     Mono no Aware memiliki arti perasaan nostalgia bercampur kesedihan karena segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang abadi. Perasaan ini bukanlah negatif, sebab akan mengajak manusia untuk lebih terhubung dengan makna hidup. Alhasil, perasaan ini akan membawa kita ke Ichigo Ichie.

4. Zensation

     Zensation sebenarnya merujuk pada Meditasi Zazen, yakni bentuk meditasi dengan posisi duduk tegak dengan kaki bersila. Di mana tujuannya adalah memfokuskan pikiran kepada masa kini dan mengamati hal sekitar tanpa terikat dengan pikiran yang muncul.

     Hal ini berarti, kita membiarkan pikiran di otak lewat tanpa penghakiman, entah seburuk apapun pikiran itu. Dengan mengabaikan masa lalu dan masa depan sembari merasakan sensasi masa kini.

     Nah, ada 8 pelajaran penting Zen terkait Ichigo Ichie:

a. Duduklah dan rasakan apa yang sedang terjadi

b. Rasakan setiap momen seperti ini adalah saat terakhirmu

c. Hindari distraksi

d. Bebaskan diri dari segala sesuatu yang tidak penting

e. Dirimu adalah temanmu sendiri

f. Rayakan ketidaksempurnaan

g. Latih rasa welas asih

h. Lepaskan segala jenis ekspektasi

     Nah itu tadi 4 poin menarik dari buku Ichigo Ichie karya Hector Gracia dan Francesc Miralles, semoga bermanfaat. Terima kasih buat yang udah baca.

Jumat, 07 April 2023

Review: Interpretation of Dreams dari Sigmund Freud

Tafsir Mimpi dari Sigmund Freud


Apa benar mimpi ada artinya?

     Dalam tidur biasanya kita akan mengalami suatu fenomena yang disebut "mimpi". Di mana kadang mimpi yang dialami itu terasa aneh, mustahil dan di luar nalar. Misalnya, mimpi terbang di atas gunung, atau malah mungkin mimpi menjadi kucing. 

    Interpretation of Dreams atau Tafsir Mimpi dari Sigmund Freud merupakan salah satu tulisan yang berpengaruh dalam perkembangan psikoanalisa, yakni sebuah ilmu yang digunakan untuk melakukan analisa kejiwaan/psikologis seseorang.

     Salah satu teori terkenal dari Freud adalah "bahwa tindakan manusia dipengaruhi oleh ingatan, pikiran dan keinginan bawah sadar", di mana dari teori ini kemudian kita mulai mengenal istilah id, ego dan superego, yang selanjutnya dikembangkan lagi oleh Carl Jung.

     Kembali lagi ke buku Interpretation of Dream, buku ini berisi kumpulan analisis mimpi dari pasien-pasien Freud. Salah satu argumen Freud dalam buku ini adalah bahwa mimpi merupakan pesan abstrak yang dikirimkan oleh alam bawah sadar, misalnya berupa keinginan terpendam dari dari orang tersebut

     Setelah berhasil menyelesaikan bacaan setebal 700-an halaman ini, ada beberapa hal menarik dari buku ini yang menurutku bagus untuk dijadikan "renungan pribadi". Terutama renungan yang berkaitan dengan "kejiwaan", tentang apa yang telah kita lalui, atau apa yang menjadi keinginan kita. Oleh karena itu, aku akan merangkumnya sesederhana mungkin pada artikel ini.

Rangkuman Buku Interpretation of Dreams

     Freud menyatakan bahwa mimpi yang dialami manusia memiliki makna yang dapat dianalisis. Baginya, mimpi merupakan wadah penyaluran dari emosi dan perasaan manusia yang terpendam. Seperti keinginan terhadap sesuatu, atau kecemasan yang dirasakan sebelum tidur.

     Terdapat 2 bagian mimpi, yang pertama adalah manifest content, yakni bagian mimpi yang penggambarannya dapat dilihat secara jelas. Sementara yang kedua adalah, latent content yakni bagian dari mimpi yang memiliki makna atau pesan tersembunyi dari alam bawah sadar manusia.

Lantas, bagaimana proses dari sebuah mimpi?

  • Kondensasi, yakni proses di mana "bahan" mimpi dikumpulkan. Di sini bisa berupa keinginan terpendam, memori atau emosi yang kemudian diringkas menjadi "sebuah gambar".
  • Perpindahan, yakni bahan mimpi yang mulai "diterjemahkan" ke dalam suatu fenomena mimpi. Di sini, fenomena mimpi sudah tidak terlihat ada kemiripan dengan "pikiran" manusia dari kondensasi tadi.
  • Simbolisasi, yakni hasil terjemahan mimpi yang dimunculkan lewat objek dalam mimpi. Misal, kita melihat anak berusia 8 tahun, di mana anak tersebut menggambarkan memori terpendam ketika kita berusia 8 tahun.
  • Sekunder revision, yakni fenomena aneh-aneh dalam mimpi yang terlihat masuk akal. Misalnya kita bermimpi menjadi sofa ruang tamu atau mimpi terbang.

     Adapun sumber mimpi setiap manusia bisa beragam. Akan tetapi, beberapa sumber atau bahan mimpi biasanya berasal dari hal-hal berikut:

1. Peristiwa yang baru saja dialami

2. Pengalaman atau memori pada masa anak-anak

3. Akibat rangsangan internal tubuh, seperti sakit perut.

4. Keinginan terpendam

5. Proyeksi dari kondisi mental manusia, misal sedang mengalami gangguan kecemasan atau ketakutan berlebih terhadap sesuatu.

     Interpretasi mimpi biasanya digunakan oleh para psikonalis untuk mencari tahu kondisi kejiwaan seseorang. Sebagaimana dalam buku Freud ini, kita akan disuguhkan dengan berbagai fenomena analisis mimpi dari pasien-pasien Freud, yang kemudian dia tarik ke kesimpulan-kesimpulan tertentu. Misal, pasien A memiliki masalah pada inner child akibat pengalamannya di masa kecil yang "belum selesai". Atau pasien B yang dalam mimpinya mengalami "terbang lalu jatuh", kemungkinan punya gangguan kecemasan terhadap fenomena yang sedang dihadapi di dunia nyata.

     Yang perlu diingat, analisis mimpi hanya bisa dilakukan oleh ahli yang sudah memiliki jam terbang tinggi. Hanya saja, tidak ada salahnya kalau manusia awam melakukan "pencatatan" terkait mimpinya untuk mencari "benang merah" terkait kondisi kejiwaannya. Dengan syarat, mimpi harus segera ditulis begitu kita terbangun. Sebab, mimpi itu mudah terlupakan. Alhasil, hal tersebut perlu dilakukan untuk menjaga "keaslian" dari mimpi kita.

Opini terhadap buku

     Isi buku ini dapat dikatakan berat untukku sebagai orang awam, seberat bukunya yang tebalnya mencapai 700-an lebih. Bahasa yang digunakan Freud di sini cukup klinis, alhasil aku harus mencari tau beberapa arti kata yang cukup untuk memahami ide yang disampaikan Freud.

     Buku ini tidak terlalu menyampaikan pesan secara harfiah, misalnya: mimpi adalah ini, atau sumber mimpi adalah itu. Jadi, Freud menuliskan banyak "cerita" ke sana-kemari, mulai dari pengalamannya atau mungkin analisis mimpi pasien-pasiennya, yang kemudian kita sebagai pembaca mencoba untuk menarik "maksud" yang ingin disampaikan.

     Terkait relevansi buku ini, menurutku isi bukunya sudah tidak terlalu relevan secara "konten" yang berupa hasil analisis mimpi Freud terhadap pasiennya. Sebab, ilmu pengetahuan, khususnya kejiwaan sudah berkembang hingga saat ini. Apalagi Freud menulis buku ini di tahun 1899 yang sudah berlalu lebih dari 100 tahun lalu.

     Meskipun secara "konten" buku ini sudah tidak relevan, yang perlu digarisbawahi adalah berkat buku Interpretation of Dream dari Sigmund Freud ini, ilmu psikoanalisa berkembang seperti saat ini. Berkat rasa penasaran Freud untuk mengulik kejiwaan manusia lewat mimpi, beberapa ilmuan kemudian mencoba menelusuri kejiwaan dengan faktor lain. Makanya, Freud sering disebut Bapak Psikoanalisa.

     Jadi, ketika baca buku ini, sebenarnya yang kita lihat adalah tentang bagaimana seorang ahli kejiwaan semacam Freud menggali kejiwaan pasiennya. Sedikit banyak kita jadi tahu lah, bagaimana seorang psikiater bekerja.

     Kesimpulannya, buku ini bagus untuk dijadikan referensi terkait "bagaimana proses psikoanalisa terjadi". Atau untuk memahami sejarah psikoanalisa itu sendiri, khususnya bagi orang-orang yang menuntut ilmu di bidang psikologi atau kejiwaan manusia.

Rabu, 29 Maret 2023

Memaksimalkan Aktivitas Teknologi dengan Digital Minimalism

Catatan Baca Digital Minimalism dari Cal Newport


      Bicara mengenai pengelolaan aktivitas digital, salah satu referensi yang menarik untuk dibaca adalah buku Digital Minimalism karya Cal Newport. Buku ini membahas tentang pentingnya mengelola aktivitas digital kita. Jika kita mengenal Marie Kondo sebagai sosok yang mengajarkan kita tentang declutering barang di rumah. Di sini Cal Newport berupaya mengenalkan kita dengan declutering digital dalam kehidupan sehari-hari kita.

     Mengapa harus digital minimalism?

Dalam bukunya yang berjudul Deep Work, Cal Newport pernah memaparkan bahwa salah satu distraksi terbesar manusia dalam menjalankan deep work adalah banyaknya penggunaan alat digital yang tidak perlu. Misalnya, ketika jam kerja, kita tergoda untuk membuka instagram, lalu scroll secara mindlessly hingga tidak terasa waktu udah berlalu cepat.

    Lalu, apakah kita harus sepenuhnya lepas dengan alat-alat digital?

Tujuan buku ini bukanlah memaksa kita untuk melepas penggunaan alat-alat digital, seperti Instagram atau Spotify, dan semacamnya. Karena sebagaimana yang kita tahu, di era digital seperti saat ini, pekerjaan-pekerjaan digital semacam digital marketing semakin membumi. Dan tentu saja, orang-orang yang bekerja di bidang tersebut tidak sepenuhnya bisa lepas. Oleh karena itu, buku ini menawarkan tentang:

Bagaimana kita bisa memaksimalkan penggunaan aplikasi digital yang minimal?

Dan pada artikel ini, aku ingin membagikan beberapa catatan baca dari buku Digital Minimalis karya Cal Newport. Menurutku pribadi, ada banyak hal-hal yang menarik dan layak untuk dicoba, terutama jika sering capek dengan alat-alat digital yang ada.

Rangkuman Buku Digital Minimalism

     Gencarnya pertumbuhan media sosial diawali dengan kemunculan Facebook di tahun 2009. Di mana saat itu, banyak orang penasaran dengan adanya jejaring yang mampu menghubungkan manusia yang beda tempat di belahan dunia.

     Tujuannya mungkin saat itu adalah sebagai sarana komunikasi, di mana orang-orang bisa tetap terhubung dan berkenalan meskipun di dunia nyata tempat mereka berjarak. Akan tetapi, semakin bertambahnya media sosial lain seperti Twitter, Instagram yang mungkin punya tujuan serupa, nyatanya malah memengaruhi seseorang hingga dalam kondisi: kecanduan. 

     Tak hanya aplikasi jenis media sosial, aplikasi khusus games, musik atau bahkan edit foto, nyatanya berhasil membuat banyak orang lupa waktu, karena secara tak sadar, mereka sering membuka-tutup aplikasi-aplikasi tersebut secara mindlessly. Dampak lain dari banyaknya aplikasi yang beredar, ternyata cukup membuat orang merasa terdistraksi, anxiety dan sering lelah tanpa sebab.

     Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk mulai menata aplikasi yang digunakan dengan penerapan Digital Minimalism pada kehidupan mereka. Perlu diketahui, digital mnimalism di sini bukan melarang seseorang untuk menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut. Melainkan untuk bijak dalam memanfaatkan teknologi yang sebelumnya memiliki tujuan baik.

     Jadi, sebelum melangkah lebih jauh, Digital Minimalism memiliki beberapa 3 prinsip utama, di antaranya:

  1. Ketidakteraturan aplikasi yang dimiliki berharga mahal. Maksudnya, ketika kita mengkonsumsi banyak aplikasi secara acak tanpa tujuan, banyak hal yang akan kita korbankan, seperti energi, waktu dan fokus kita.
  2. Memaksimalkan sesuatu yang dimiliki. Dalam artian, pasang aplikasi seperlunya, yakni aplikasi yang dinilai mampu menambah "value diri".
  3. Sesuaikan dengan tujuan. Sebelum memasang sebuah aplikasi, sesuaikan dengan pekerjaan dan tujuan yang ingin dicapai. Misal, kamu adalah seorang Social Media Specialist, berarti aplikasi yang sesuai dengan tujuan dan pekerjaanmu adalah beberapa jenis media sosial tertentu.

Sebagaimana dengan prinsip tersebut, poin pentingnya adalah gunakan aplikasi yang mendukung hidup kita. Karena setiap orang punya hidup yang berbeda, tentu saja keperluan akan aplikasi mereka juga pasti berbeda. Oleh karena itu, terkait Digital Minimalism, Cal Newport memaparkan 3 langkah penting dalam menjalankan "program" ini, yakni:

1. Definisikan kehidupan teknologimu

     Karena setiap orang memiliki pekerjaan dan kepentingan yang berbeda-beda, tentu saja mendefinisikan kehidupan teknologi ini merupakan langkah penting. Semisal, seseorang yang bekerja di bagian digital marketing, tentu akan berbeda dengan mereka yang bekerja di data analyst.

     Atau sebagai contoh, Fakhri adalah seorang Data Analyst di sebuah start up unicorn. Dengan banyaknya tools analisis yang beredar, perusahaan Fakhri ternyata hanya menggunakan SQL dan Tableau sebagai tools utama di pekerjaan mereka. Selain itu, kantor Fakhri ternyata meminta karyawannya untuk branding lewat media sosial Instagram. Oleh karena itu yang diperlukan Fakhri saat ini berarti hanya aplikasi: Instagram, Tableau dan SQL (entah di smartphone ataupun laptop dia). Sehingga aplikasi di luar itu, untuk sementara ini "dihentikan" dulu.

2. "Puasa" aplikasi yang tidak diperlukan selama 30 hari

     Sebagaimana kasus Fakhri di atas, untuk menerapkan Digital Minimalism, Fakhri harus menghentikan penggunaan aplikasi di luar Instagram, Tableau dan SQL terlebih dahulu. Entah itu Twitter, Netflix dan semacamnya (kecuali aplikasi penunjang seperti m-banking dan Whatsapp).

3. Kenalkan kembali aplikasi yang sempat "dihentikan" penggunaannya

     Selama 30 hari tidak "menyentuh" aplikasi yang tidak diperlukan, coba kenalkan kembali, dan rasakan, apakah kita masih butuh aplikasi ini? Jika tidak dan merasa lebih "enteng", itu berarti tujuan digital minimalism telah berhasil.

Lantas, apa hiburan kita apabila kita "menghentikan" aplikasi non penunjang?

     Kalau biasanya kita mengisi waktu luang kita dengan scroll aplikasi di gadget kita, di masa "puasa" digital ini, coba isi dengan kegiatan yang bersifat "nyata", seperti membaca buku, olahraga, belajar alat musik atau kegiatan serupa lainnya.

     Inti dari Digital Minimalism ini adalah memaksimalkan aplikasi yang diperlukan, dengan tujuan untuk melatih fokus kita yang sering terkena distraksi akibat penggunaan aplikasi secara berlebih.

     Demikian Catatan Baca dariku tentang Buku Digital Minimalism dari Cal Newport. Semoga berguna buat pembaca! Terima kasih bagi yang sudah baca hingga selesai.

Sabtu, 11 Maret 2023

Catatan Baca: The Power of Now dari Eckhart Tolle

Quote Buku The Power of Now

      Sering susah mindfulness karena selalu kepikiran masa lalu atau masa depan nggak? Sama, aku juga gitu. Misalnya ketika aku lagi baca buku, niatnya pengen fokus, eh tiba-tiba ada "trigger" yang bikin kepikiran masa lalu dan masa depan. Alhasil, untuk beberapa saat, pikiranku jadi melayang ke mana-mana.

     Sudah ada banyak buku tentang mindfulness, tapi sebagian dari mereka lebih fokus ke "caranya", yakni latihan meditasi. Nah, tapi ada yang sadar nggak sih, sebenarnya sumber masalah: "kenapa kita susah fokus?" ini ada di mana?

Rabu, 08 Maret 2023

Hygge, Sebuah Gaya Hidup Cozy ala Denmark

Gaya Hidup Hygge




      Kalau Jepang punya Ikigai, Denmark punya Hygge. Emang apa sih Hygge itu?

     Hygge adalah istilah yang menggambarkan "obsesi" orang Denmark dalam mencapai kehidupan yang nyaman (cozy). Cozy di sini merujuk pada keadaan yang hangat, atmosfer yang menenangkan, serta kebersamaan dengan orang-orang terkasih. Singkatnya Hygge adalah seni hidup nyaman dan meaningful.

Kamis, 23 Februari 2023

Catatan Baca: Nudge, Tentang Dorongan yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan

      Pernah nggak, ketika kalian masuk ke sebuah minimarket, kalian melihat beberapa produk berharga murah ditaruh di rak paling bawah, sementara produk yang dinilai mampu meningkatkan omset, ditaruh di rak yang sejajar dengan mata kalian?

     Pernah juga nggak, ketika kalian pergi belanja ke supermarket tanpa catatan daftar belanjaan, pas pulang dari sana malah bawa beberapa barang yang seharusnya nggak dibeli?

     Atau contoh lain, ketika kondisi keuangan kalian sedang menipis, kalian "terpaksa" membeli barang yang harganya murah?

     Dengan kata lain, kita pernah dihadapkan dengan pilihan yang secara tidak sadar telah memengaruhi keputusan kita.

Jumat, 17 Februari 2023

Catatan Baca: Building a Second Brain dari Tiago Forte

      Mengingat informasi sebanyak mungkin merupakan impian orang-orang yang suka belajar. Sayangnya, otak manusia tidak selalu mampu menampung semua informasi tersebut. Alhasil, perlu adanya "Otak Kedua" sebagai alat menyimpan informasi yang selalu bertambah itu.

     Dalam bukunya, Building Second Brain, Tiago Forte menuliskan tentang metode menyimpan informasi pada otak kedua kita. Pada kali ini aku akan menuliskan beberapa poin penting yang menurutku menarik.

Selasa, 14 Februari 2023

Catatan Baca: Book of Marriage dari Gyta Sartika

 Bukan karena kurangnya cinta, tapi kurangnya persahabatan yang membuat pernikahan tidak bahagia - Friederich Nietzsche

     "Selamat menempuh hidup baru!" dalam pesta pernikahan merupakan ucapan untuk pasangan yang akan memulai hidup baru sebagai kesatuan. Jika sebelumnya mereka hidup dengan prinsipnya masing-masing, ketika menikah mereka harus mulai menurunkan ego dan menyelaraskan prinsip yang tidak selalu sama.

Selasa, 31 Januari 2023

Memaknai Cinta Lewat Buku The Art of Loving dari Erich Fromm

      Kamu lebih suka dicintai atau mencintai?

     Banyak orang yang cenderung fokus pada "objek" cinta ketimbang "kemampuan" dalam cinta itu sendiri. Bahkan tak sedikit dari kita yang terlalu lama mencari "orang" untuk menjadi "objek" cinta kita (mencintai). Atau sebaliknya, berusaha "menjadi" seseorang yang bisa "dicintai" banyak orang.

     Semisal untuk perempuan, mereka berlomba-lomba untuk mengikuti standar kecantikan dunia, supaya banyak orang yang tertarik kemudian cinta kepadanya. Dan untuk laki-laki, yang berusaha menjadi golongan yang mapan dan gagah, demi menarik orang-orang agar cinta ke mereka.

Kamis, 20 Oktober 2022

Catatan Baca: Isi Buku Diri yang Tak Ditemukan dari Carl G. Jung



     Diri yang Tak Ditemukan (The Undiscovered Self) dari Carl Gustav Jung adalah salah satu esai yang ditulisnya terkait hubungan masyarakat, lingkungan diktator terhadap karakter individu manusia. Di mana di sini dia berusaha menekankan pentingnya memahami diri sendiri secara individu, agar tidak kehilangan jati dirinya.

Kamis, 29 September 2022

Inilah 6 Poin Penting yang Perlu Kamu Tahu dari Buku Think Again - Adam Grant



     Apakah kamu tahu bahwa kamu sebenarnya tidak tahu?

     Ilmu pengetahuan selalu berkembang. Namun sayangnya, tidak semua perkembangan pengetahuan baru bisa langsung kita terima, mengingat kepercayaan kita terhadap pengetahuan terdahulu masih tergolong kuat.

     Sebagai contoh, ketika Pluto dinyatakan keluar dari golongan planet dalam tata surya kita. Di saat itu, pro kontra terkait pernyataan tersebut tergolong ramai. Golongan yang setuju menyatakan, bahwa secara kekuatan gravitasi, Pluto memang tidak sesuai. Sementara yang kontra, beranggapan bahwa Pluto memiliki beberapa sifat seperti beberapa planet di tata surya kita.

     Terlepas dari perdebatan tersebut, kita pasti juga pernah mengalami kejadian serupa dengan orang-orang di lingkungan kita. Yakni berdebat tentang suatu topik. Tak jarang dari perdebatan tersebut, akan ada pihak yang bebal, keras kepala dengan argumennya, atau merasa paling benar. Padahal setelah dipikir-pikir, argumen pihak tersebut kurang valid.

Jumat, 05 Agustus 2022

Buku The Psychology of Money Bahas Apa Aja Sih? Inilah 10 Poin Menariknya!



      Mengelola keuangan bukanlah suatu tugas yang mudah dilakukan. Bahkan bagi seorang ahli akuntansi pun belum tentu memiliki kemampuan yang mumpuni dalam mengatur keuangan pribadi (atau rumah tangganya). Sebab, ketika kita berbicara mengenai uang, kita juga akan berbicara tentang perilaku manusia. Tentang tindakan dan psikologi manusia ketika dihadapkan dengan uang.

     Buku The Psychology of Money dari Morgan Housel adalah salah satu buku pengembangan diri tentang keuangan, di mana di dalamnya berisi tentang kisah-kisah banyak orang terkait perilaku finansial mereka. Ada yang menghabiskan uangnya untuk kesenangannya, ada yang menghabiskannya untuk investasi saham, dan ada pula yang menabungnya tanpa tujuan yang pasti. Di mana, keputusan mereka ini diambil tergantung kondisi psikologi dan perilaku, bukan berdasarkan kecerdasan atau pengalaman pendidikan.

Kamis, 02 Juni 2022

Tips Kesungguhan Kerja untuk Kamu Agar Lebih Produktif



     Kesungguhan kerja adalah kemampuan untuk bisa melakukan pekerjaan secara fokus dan intens. Di mana hal ini diperlukan agar pekerjaan penting bisa diselesaikan tepat waktu dengan kualitas yang tinggi. Sayangnya, tidak semua berhasil mencapai kesungguhan kerja, dikarenakan ada banyak distraksi yang sulit untuk dihindari.

Minggu, 10 April 2022

Banyak Rencana Tapi Susah Terlaksana? Coba Terapin Manajemen Waktu ini!

      Siapa yang di sini suka kelimpungan dengan to-do-list harian? Siapa yang selalu ngerasa waktu 24 jam sehari itu masih kurang? Dan siapa juga yang selalu punya rencana pengen belajar sesuatu, tapi cuma jadi wacana karena ngerasa gak sempet terus?

     Kalau kamu termasuk salah satu orang di atas, sepertinya ini adalah tulisan yang tepat untuk kamu! Kali ini, aku akan membagikan tentang tips manajemen waktu dari buku Make Time: How to Focus on What Matters Every Day yang ditulis oleh Jake Knapp dan John Zerastsky. Penulisnya waktu nulis buku ini pada kerja di Google, jadi bisa lah dijadiin inspirasi tentang cara keduanya melakukan manajemen waktu di tengah padatnya pekerjaan mereka di perusahaan besar macam Google. Penampakan bukunya seperti ini nih:

Kamis, 15 Juli 2021

Catatan Baca: Tentang Persona, Bayangan dan Ego dalam Diri Manusia



      Beberapa waktu lalu aku membaca buku yang berjudul Map of the Soul: 7, Persona, Shadow & Ego dalam Dunia BTS.  Buku itu menurutku cukup menarik bagi mereka yang ingin mengenal tentang peta kejiwaan manusia. Di buku itu, Murray Stein menuliskan tentang tiga hal penting dalam peta kejiwaan manusia, yakni persona, shadow, dan ego dengan bahasa yang ringan. Nah, apa sih persona, shadow (bayangan) dan ego itu? Di sini aku akan menulis singkat mengenai tiga hal ini, sebagai perkenalan.