Catatan Baca: Nudge, Tentang Dorongan yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan

by - Februari 23, 2023

      Pernah nggak, ketika kalian masuk ke sebuah minimarket, kalian melihat beberapa produk berharga murah ditaruh di rak paling bawah, sementara produk yang dinilai mampu meningkatkan omset, ditaruh di rak yang sejajar dengan mata kalian?

     Pernah juga nggak, ketika kalian pergi belanja ke supermarket tanpa catatan daftar belanjaan, pas pulang dari sana malah bawa beberapa barang yang seharusnya nggak dibeli?

     Atau contoh lain, ketika kondisi keuangan kalian sedang menipis, kalian "terpaksa" membeli barang yang harganya murah?

     Dengan kata lain, kita pernah dihadapkan dengan pilihan yang secara tidak sadar telah memengaruhi keputusan kita.

Mengapa hal ini bisa terjadi?

     Pada dasarnya manusia memiliki kebiasaan untuk berpikir secara tidak sadar atau pun bias. Hal ini dikarenakan beberapa faktor seperti:

  1. Termakan stereotype yang muncul di masyarakat. Misal, barang ini harganya mahal, udah pasti bagus lah! ---- stereotype mahal udah pasti bagus.
  2. Terkena pengaruh dari informasi yang beredar. Misal, skincare ini emang underated, tapi bagus banget ges, kalian wajib coba! ---- berlandaskan 'kata orang-orang yang udah pernah nyoba'.
  3. Tekanan dari lingkungan sekitar. Misal, aku harus beli iPhone, soalnya temen-temenku di sini pada pakai iPhone, ---- ikut-ikutan aja.
  4. Terbiasa dengan "situasi sekarang". Misal, suatu perusahaan ingin karyawannya daftar asuransi, tapi ternyata tidak ada yang mau daftar. Di sini pilihannya, 'daftar atau tidak'. Akhirnya perusahaan memutuskan karyawannya didaftarkan semua, lalu diberi opsi, 'kalau mau keluar gpp, tapi urus sendiri ya'. Sementara di sini pilihannya, 'keluar atau tidak'. ---- terlanjur malas untuk keluar dari zona nyaman.
  5. Terjebak dengan pilihan yang ada. Contohnya seperti yang ada di pembukaan tadi.

     Berangkat dari keadaan tersebut, Sunstein dan Thaler mengenalkan teori bernama Nudge, yakni sebuah dorongan yang mampu memengaruhi tindakan manusia. Tapi dorongan ini sebenarnya tanpa paksaan ya! Sebab, pilihan yang tersedialah yang pada akhirnya memengaruhi keputusan akhir mereka. Makanya kita sering dengar pernyataan gini:

     "Ya mau gimana, adanya pilihannya cuma 2 itu. Ya udah akhirnya aku beli yang A!"

     "Tadi pilihannya banyak banget, yaudah akhirnya aku beli beberapa, soalnya bagus-bagus e."

     "Gak ada pilihan lain, mau gak mau aku harus menerima pilihan yang ada".

     Jadi, di sini, otak kita seperti dituntun ke suatu arah. Di sini, hak kita buat memilih tetap ada, hanya saja pilihan yang kita pilih itu ada faktor yang memengaruhinya.

     Pada tulisan ini, aku ingin menulis tentang poin penting yang aku dapat dari buku Nudge yang ditulis oleh Sunstein dan Thaler. Jadi baca sampai selesai ya supaya nggak kelewatan!


Catatan Buku Nudge



Apa itu Nudge?

     Secara sederhana, nudge adalah suatu dorongan. Di mana dorongan ini mampu memengaruhi kita untuk memutuskan sesuatu. Hal ini dikarenakan sifat manusia yang terkadang suka memutuskan sesuatu tanpa sadar atau pertimbangan yang matang.

     Contoh kalau manusia suka nggak sadar, dong!

     Ambil contoh ketika kita pasang alarm di HP, lalu meletakkannya di dekat tempat tidur. Pasti kemungkinan bangunnya lebih rendah, karena secara refleks, kita bakal menekan tombol snooze, dan kembali tidur. Hal ini dikarenakan, pas baru bangun, otak kita memang belum sadar penuh.

     Maka dari itu, ada alternatif lain supaya bisa bangun pagi, yakni menaruh alarm di tempat yang jauh. Jadi kalau pengen matiin alarm, ya harus jalan-jalan dulu. Karena pilihannya harus jalan supaya alarmnya mati.

     Kelihatannya sepele, tapi ternyata dorongan-dorongan kecil tersebut nyatanya mampu memengaruhi kehidupan manusia. Maka dari itu, penting untuk manusia supaya menciptakan pilihan yang mampu membawanya ke arah yang positif.

     Sebelum memasuki pembahasan yang lebih jauh, mari kenalan dengan choice architecture, yakni sesuatu yang punya tanggung jawab untuk menyediakan pilihan-pilihan tertentu. Nudge sendiri adalah salah satu aspek dari choice architecture ini. Oleh karena itu, kalau ingin mengubah perilaku, maka pilihan yang tersedia harus merujuk ke tujuan tersebut.

     Berangkat dari hal ini, Thaler mengenalkan konsep Libertarian Paternalisme.

Apa itu, kok namanya cukup berlawanan? 

     Libertarian sendiri merupakan istilah yang merujuk tentang kebebasan seseorang untuk memilih. Sementara Partenalisme adalah istilah yang merujuk pada pembatasan kebebasan untuk tujuan yang lebih baik.

     Tadi kan dibilang bahwa manusia itu butuh 'desakan' untuk berperilaku ke arah yang lebih baik. Tapi di satu sisi, manusia juga tidak mau 'dipaksa'. Nah, Libertarian Paternalisme sendiri merupakan konsep yang bertujuan untuk mengatur perilaku manusia ke arah yang lebih baik, namun tetap memberikan mereka kebebasan memilih.

     Poin pembatasannya ada di keterbatasan pilihan. Misalnya, ada seorang ibu yang pengen anaknya berhenti makan coklat. Ketimbang melarang, si ibu memutuskan untuk memberikan pilihan camilan untuk anaknya. Jadi, bukan tanya, "kamu pengen jajan apa, nak?", melainkan menawarkan, "kamu mau makan apel merah atau pisang hijau?". Lama-lama, si anak akan terbiasa untuk memilih pilihan yang ada, dan mengurangi jajanan coklat.

     Nah itu tadi sedikit rangkuman dari buku Nudge yang ditulis oleh Cass Sunstein dan Richard Thaler. Semoga bermanfaat, dan terima kasih sudah membaca sampai selesai!

You May Also Like

0 comments