Tampilkan postingan dengan label Gaya Hidup. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gaya Hidup. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Januari 2024

Buat Baca DIgital, Mending Tablet atau e-Reader (Kindle)?

      Baca digital emang udah jadi salah satu opsi terbaik buat yang nggak mau "numpuk" barang (buku), tapi tetep pengen baca buku sebanyak mungkin. Apalagi buat daerah yang di kotanya nggak ada perpustakaan dan jarang toko buku, bacaan digital udah pasti sangat membantu.

     Begitu juga pilihan gawai untuk bacaan digital pun saat ini udah beragam. Ada yang baca digital lewat HandPhone, Tablet, atau bahkan E-reader yang emang dikhususkan buat baca. Nah, buat yang punya budget lebih, biasanya pada bingung milih antara tablet atau e-reader. Soalnya, dari segi ukuran, keduanya lebih besar dari Hand Phone, jadi bisa lebih nyaman buat yang nggak betah dengan layar kecil. Pertanyaannya:

Mending baca digital pakai tablet atau e-reader sih?

     Sebenarnya ini jawabannya tergantung! Setiap orang punya kebutuhan dan preferensi yang berbeda. Misalnya, ada yang lebih suka buku digital berwarna, tapi ada yang pengen layarnya tidak "nusuk" di mata atau bahasa kerennya anti glare. Pada tulisan kali ini, aku akan berbagi pengalamanku membaca digital menggunakan e-reader dan tablet. Untuk e-reader, aku pakai Kindle. Sementara untuk tablet, aku dari brand Samsung.

Pengalaman Menggunakan Kindle untuk Membaca

     Dari segi layar, Kindle itu anti-glare. Jadi pas kita baca di Kindle ini, tidak ada silau yang memantul. Seperti membaca di kertas sih, soalnya udah pakai teknologi e-ink. Untuk tampilan layarnya, kurang lebih bisa dilihat di gambar ini:

Foto Kindle dan Buku Stolen Focus


     Sayangnya, pilihan buku di Kindle tuh sedikit banget. Pilihannya hanya:
a) Beli di Kindle Store,
b) Pinjam di perpustakaan Amerika Serikat,
c) Atau kalau mau gratis, ya download di situs legal macam Project Gutenberg.

Alhasil pilihan buku untuk yang berbahasa Indonesia sangat susah. Tapi kalau misal kamu beli buku di playbook, tetep bisa kok dikirim ke Kindle.

     Terkait mindahin file dari device non Kindle, caranya lumayan rumit. Tapi menurutku, nggak terlalu bermasalah soalnya sebanding sih antara effort dan pengalaman baca yang didapat ketika baca Kindle. Soalnya, selain layarnya yang mirip baca di kertas, di Kindle juga ada kamus untuk menjelaskan kata-kata dalam Bahasa Inggris.

     Tak hanya itu, baca di Kindle pun menurut pengalamanku bisa jadi lebih fokus, soalnya ya nggak ada aplikasi lain yang jadi distraksi. Jadi ya pure baca buku aja. Paling-paling, distraksinya hanya pilihan buku yang mau dibaca. Kadang pengen ganti-ganti terus.

     Secara keseluruhan, baca di Kindle sangat aku rekomendasikan kalau ada budget lebih buat beli device-nya. Soalnya, harganya lumayan mahal menurutku, apalagi ini cuma buat baca aja. Tapi kalau mikirnya buat investasi agar lebih hemat dan nggak numpuk buku fisik, bisa jadi opsi sih.

     Selain Kindle, ada e-reader lain yang bisa dijadiin pertimbangan juga. Di antaranya Onyx Boox, Kobo dan Meebook. Untuk Onyx dan Meebook, mereka pakai operasi sistem Android ya. Jadi mirip Handphone pada umumnya, hanya saja layarnya pakai e-ink. Sehingga, di situ nanti bisa download aplikasi baca semacam iPusnas, Gramedia Digital, bahkan Wattpad, asalkan ada Google Play Store. Untuk Onyx Boox, ada varian yang layarnya berwarna, dan tentu saja harganya sangat mahal. Sementara untuk Kobo, mirip Kindle sih, yang kalau mau baca bukunya bisa beli di Kobo Store. Tapi kalau mau mindah file dari Hand phone atau gadget lain, sepertinya lebih mudah dibanding Kindle.

     Untuk harga, 3 merk itu lebih mahal dibanding Kindle ya. Soalnya kapasitas penyimpanannya lebih besar, ditambah untuk yang pakai Android, itu sangat membantu memudahkan pengguna. Tapi balik lagi, setiap merk ada plus dan minus-nya. Dan di sini, aku nggak bisa jabarin satu per satu soalnya aku tidak punya merk lainnya. Aku sendiri suka banget sama si Kindle, dan menurutku itu sudah cukup.

Pengalaman Menggunakan Tablet untuk Membaca

     Untuk layar, Tablet udah pasti ada silaunya ya, karena cahayanya dari belakang ke depan (back light), sehingga nusuk ke mata penggunanya. Kurang lebih penampakannya seperti di bawah ini:

Tablet Samsung dengan gambar sampul buku A Love Like This dari Ayu Riana
Foto ini diambil dengan lokasi, waktu dan kamera HP yang sama dengan foto Kindle sebelumnya.


Hanya saja, Tablet memiliki kelebihan lain yang tidak dimiliki Kindle, di antaranya:

a) Transfer data yang sangat mudah
b) Bisa diisi banyak aplikasi baca
c) Layarnya berwarna

     Ukurannya pun besar juga, jadi bisa lebih mantep kalau pengen baca tulisannya di layar. Tablet di foto itu menurutku besar banget, agak berat juga. Jadi biasanya aku baca pakai Tablet kalau lagi santai pas rebahan, soalnya berat juga kalau dibawa-bawa cuma buat baca.

     Aku baca pakai Tablet kalau pas baca buku Bahasa Indonesia, soalnya kalau mau gratis dan LEGAL, harus pakai aplikasi yang bisa didownload via Google Play Store. Kelemahan Tablet dalam kasusku sih: gampang terdistraksi, layarnya silau, agak berat. Tapi, itu semua bisa diakalin kok, misalnya setting Tablet jadi seminimal mungkin isi aplikasinya. Dan untuk masalah silau, bisa diakalin pakai pelindung layar yang matte, meskipun aku agak nggak tega sama pensil tabletnya :').

     Untuk opsi Tablet, merk-nya banyak banget, pasti udah pada tau merk-merk Tablet ini. Tapi, kalau kamu pengen Tablet yang layarnya matte tanpa perlu pelindung matte, bisa coba Huawei Paper Matte Edition. Itu layarnya udah didesain matte dari pabriknya, jadi nggak bisa dilepas pasang kayak pelindung layar pada umumnya.

     Hanya saja, Huawei Paper Matte Edition ini agak susah buat download aplikasinya, soalnya dia pakai Harmony OS dari Huawei sendiri. Kalau pengen download aplikasi baca, aku sih kurang tau. Belum berpengalaman pakai dan cara ngakalinnya.

     Tapi kalau mau Tablet yang "normal", bisa coba Samsung, Oppo, Mipad atau bahkan iPad. Pokok yang ada Google Service-nya, biar bisa ngumpulin aplikasi baca.

Sekian perbandingan baca digital di Tablet dan e-Reader (Kindle), semoga bisa bantu ngasih gambaran buat menentukan mana yang mau diprioritaskan untuk dibeli. Terima kasih buat yang sudah baca!

Rabu, 08 Maret 2023

Hygge, Sebuah Gaya Hidup Cozy ala Denmark

Gaya Hidup Hygge




      Kalau Jepang punya Ikigai, Denmark punya Hygge. Emang apa sih Hygge itu?

     Hygge adalah istilah yang menggambarkan "obsesi" orang Denmark dalam mencapai kehidupan yang nyaman (cozy). Cozy di sini merujuk pada keadaan yang hangat, atmosfer yang menenangkan, serta kebersamaan dengan orang-orang terkasih. Singkatnya Hygge adalah seni hidup nyaman dan meaningful.

Jumat, 14 Oktober 2022

Apa itu Stoicism? Sebuah Konsep dalam Buku Filosofi Teras



     Hidup ini memang dinamis, dan akan selalu ada saja masalah yang menghampiri. Baik masalah yang kita anggap sepele maupun masalah yang benar-benar berat.

     Masalahnya, terkadang sulit bagi kita untuk menerima dan menghadapi masalah tersebut dengan kepala dingin. Tak jarang, reaksi kita benar-benar di luar dugaan, yang salah satunya adalah terus berlarut-larut dalam kekalutan maupun kesedihan tersebut.

     Bagi teman-teman yang pernah membaca buku Filosofi Teras dari Henry Manampiring, pasti sudah tidak asing tentang filosofi stoicism, yang sering disebut sebagai prinsip bodo amat demi ketenangan hati dan pikiran. Prinsip bodo amat di sini dimaksudkan untuk tidak terlalu bereaksi berlebihan terhadap suatu masalah. Yang terkadang, malah bisa menghancurkan diri sendiri.

Selasa, 11 Oktober 2022

Ayo Mindfullness Keuangan dengan Frugal Living!



       Salah satu goals dalam hal finansial bagi kebanyakan orang adalah bebas finansial tanpa terlibat dengan banyak utang. Sayangnya, di era yang penuh godaan lewat berbagai platform media sosial ini, rasanya sangat sulit untuk tidak tergoda dengan berbagai barang yang sering muncul di feed. Entah itu buku, sepatu, atau hal lainnya.

     Perilaku semacam itu, apabila tidak didasari dengan sikap yang bijak, bisa berujung pemborosan dan utang yang cukup tinggi. Seperti kata orang-orang, "jangan jadi orang BPJS, Budget Pas-pasan, Jiwa Sosialita". Sehingga setiap pengeluaran harus benar-benar diperhitungkan dan dilakukan dengan mindfullness.

Apa itu Frugal Living?

Senin, 10 Oktober 2022

Mengenal Slow Living, Sebuah Seni Hidup Lebih Tenang



      Hustle culture menjadikan banyak orang merasakan bahwa 24 jam sehari itu kurang cukup. Terutama bagi mereka yang hidup di perkotaan. Sebagian besar pekerjaan dilakukan dengan multi-tasking dengan harapan bisa segera menyelesaikan suatu tugas dan beralih ke tugas lainnya.

     Sebagian orang mungkin merasa cocok dengan gaya hidup seperti itu, namun, tak sedikit yang merasa kewalahan dan stres karena merasa kehidupan berjalan terlalu cepat. Termasuk aku, yang merasa hustle culture kurang cocok untuk diterapkan dalam keseharianku.

Kamis, 08 Juli 2021

Mengapa Membaca Buku Self-Improvement?



     Kalau dipikir-pikir, sebagian besar buku yang aku baca genrenya adalah pengembangan diri atau lebih dikenal dengan Self-Improvement. Makin bertambahnya usia, bacaanku memang semakin berubah. Kalau dulu lebih sering baca novel klasik atau misteri (dua genre ini adalah bacaan kesukaanku) atau kalau non-fiksi yang lebih cenderung ke sosial politik, sekarang lebih sering baca non-fiksi pengembangan diri.

     Sebenarnya membaca itu perjalanan personal dan sesuai kebutuhan, jadi bacaan apapun gak masalah selama itu memenuhi kebutuhan kita. Dan sejak awal pandemi, kondisi mental memang butuh semacam healing, jadi mulailah aku membaca banyak jenis buku pengembangan diri. Lantas apa sih manfaat baca buku pengembangan diri? Kenapa memilih jenis bacaan semacam ini ketimbang novel inspiratif?