Apa itu Stoicism? Sebuah Konsep dalam Buku Filosofi Teras

by - Oktober 14, 2022



     Hidup ini memang dinamis, dan akan selalu ada saja masalah yang menghampiri. Baik masalah yang kita anggap sepele maupun masalah yang benar-benar berat.

     Masalahnya, terkadang sulit bagi kita untuk menerima dan menghadapi masalah tersebut dengan kepala dingin. Tak jarang, reaksi kita benar-benar di luar dugaan, yang salah satunya adalah terus berlarut-larut dalam kekalutan maupun kesedihan tersebut.

     Bagi teman-teman yang pernah membaca buku Filosofi Teras dari Henry Manampiring, pasti sudah tidak asing tentang filosofi stoicism, yang sering disebut sebagai prinsip bodo amat demi ketenangan hati dan pikiran. Prinsip bodo amat di sini dimaksudkan untuk tidak terlalu bereaksi berlebihan terhadap suatu masalah. Yang terkadang, malah bisa menghancurkan diri sendiri.

Seperti apa sih Stoicism itu? Apa benar filosofi ini cocok untuk orang-orang yang mudah baper dan emosional?

     Pada tulisan ini, aku akan merangkum mengenai stoicism atau stokisme ini. Jadi kalau tertarik, baca sampai selesai ya!

Pengertian Stoikisme

     Asumsi dasar dari filosofi stoikisme adalah semua yang terjadi di dunia ini bersifat netral. Yang menentukan baik buruknya suatu kejadian adalah interpretasi kita sendiri. 

     Jadi dapat dikatakan, bahwa perasaan sedih, senang atau marah terhadap sesuatu itu sumbernya adalah pikiran kita. Dengan kata lain, kebahagiaan dan kesedihan itu adalah hasil ciptaan pemikiran kita sendiri.

Sebagai contoh, kita mau berangkat kerja, eh tiba-tiba jalanan macet akibat ada pohon runtuh. Terus kita marah dan panik akibat kejadian tersebut. Padahal, ada orang lain di sebelah kita yang malah tenang-tenang aja. Kok bisa? Padahal kan sama-sama kena macet?

     Respon 2 orang yang berbeda ini terjadi karena pandangan seseorang terhadap suatu kejadian itu berbeda. Karena, pikiran mereka masing-masing menciptakan interpretasi yang berbeda pula.

Nah, terus gimana agar bisa berpikir tenang ketika menghadapi situasi menyebalkan?

     Untuk mampu berpikir tenang, kita perlu menanamkan adanya dikotomi kendali dalam hidup ini, yakni mengenai hal-hal yang bisa kita kontrol dan hal-hal di luar kontrol kita.

     Sebagai contoh, kamu melamar puluhan lowongan pekerjaan. Tapi, sampai sekarang, belum ada panggilan atau pun kabar lebih lanjut mengenai lamaran tersebut.

Hal yang tidak bisa kita kontrol = respon perusahaan terhadap lamaran kita.

Hal yang bisa kita kontrol = pikiran kita untuk tidak mengecilkan diri sendiri dan upaya untuk terus memperbaiki CV atau portfolio.

     Berkaitan dengan hal-hal yang bisa kita kontrol, kita selalu memiliki pilihan untuk itu. Entah memilih untuk berlarut-larut, atau memilih untuk bersikap tenang dan terus melakukan perbaikan.

     Penganut stokisme tidak terlalu mengejar kebahagiaan duniawi, melainkan kebahagiaan yang mereka harapkan adalah tentang mencapai sikap bijak dan berlaku kebajikan. Tapi, bukan berarti pemikiran mereka ini rumit ya. Fokus mereka untuk bisa tetap bijak adalah tentang bagaimana cara mengurangi emosi negatif yang seringkali menghinggap.

Nah, apa saja nilai-nilai dalam Stoikisme?

     Dalam stoicism, kita mengenal 4 nilai (virtue), di antaranya:

1. Courage

     Hidup tidak selamanya berjalan sebagaimana yang kita harapkan. Salah satu virtue dalam stoic adalah courage, yakni suatu sikap untuk berani menghadapi kenyataan yang sedang terjadi. Pada dasarnya, penderitaan merupakan salah satu cara untuk menguji kapabilitas kita sebagai manusia.

2. Temperance

     Tak jarang, reaksi kita yang berlebihan terhadap suatu permasalahan malah menjadi sumber masalah lainnya. Temperance di sini berarti mampu mengontrol pikiran dan reaksi terhadap suatu kejadian. Serta melakukan hal yang benar di waktu yang benar.

3. Justice

     Justice adalah kunci dari virtue stoic ini, yakni sebuah prinsip untuk mampu menyeimbangkan ikatan kita dengan masyarakat dan prinsip atau nilai yang kita anut.

4. Wisdom

     Salah satu tujuan berprinsip stoic adalah mencapai pribadi yang bijak. Bijak dalam memandang suatu informasi serta bijak dalam berpikiran terbuka untuk terus mengambil pelajaran dalam hidup.


Lalu, bagaimana cara menerapkan prinsip atau filosofi Stoikisme dalam kehidupan sehari-hari?

1. Bedakan hal-hal yang bisa kontrol dan tidak bisa kita kontrol

    Segala sesuatu tidak selalu berjalan sebagaimana yang kita harapkan. Untuk itulah, kita perlu menanamkan mindset bahwa ada beberapa hal yang memang di luar kendali kita.

     Sebagai contoh: Kita ikut lomba menulis lagu, tapi hasilnya kalah. Nah, penilaian dari juri merupakan hal di luar kontrol kita. Sementara, perasaan menerima dan terus berupaya memperbaiki adalah sesuatu yang bisa kontrol.

2. Tanya diri tentang perasaan dan emosi yang dialami

    Di tengah perasaan yang kalut, sedih atau pun marah, kita memang perlu untuk melakukan percakapan dengan diri sendiri. Tujuannya adalah mencari tau apa yang sebenarnya kita inginkan atau takutkan.

Misalnya, ketika kita sedih dan marah karena mengalami PHK masal. Coba tanya diri, kenapa kita bersedih? Takut kalau tidak ada pemasukan. Apakah marah menyelesaikan solusi? Tidak. Apa yang akan kamu lakukan? Memperbaiki portfolio dan kembali menyebar CV, sambil hidup hemat karena dana darurat sudah tipis.

3. Meditasi

    Meditasi memang tidak mampu menyelesaikan masalah utama kita. Akan tetapi, meditasi mampu membantu kita untuk tetap berpikir jernih, tidak berlebihan dalam bereaksi, serta ikhlas dalam menghadapi kenyataan. Sehingga, ketika menghadapi masalah, kita pasti yakin, bahwa kita bisa menghadapinya secara dewasa.


"Our life is what our thoughts make it"


Bacaan lebih lanjut:

Mengenal Filosofi Stoicism: Cara Menciptakan Kebahagiaan dalam Hidup - Gramedia

What is Stoicsm? A Definition and Stoic Exercise - Daily Stoic 

What is Stoic Virtue? by  Chris Gill - Modern Stoicism

You May Also Like

0 comments