Mengapa Kita Perlu Menyerah? Catatan Baca dari Buku The Dip - Seth Godin

by - Januari 01, 2024

Foto Buku The Dip dari Seth Godin


      Menyerah seringkali diidentikkan dengan hal yang buruk, karena itu artinya usaha yang telah dibangun sebelumnya terasa sia-sia. Alhasil, banyak orang yang takut berhenti, meskipun mereka stuck dan nggak tau mau ngapain.

It's human nature to quit when it hurts. But it's that reflex that creates scarcity

     Buku The Dip dari Seth Godin memberikan perspektif baru terkait menyerah atau quitting, di mana menyerah bisa jadi opsi terbaik ketika dihadapkan dengan situasi yang buruk. Sebab, ketika kita memaksakan untuk melanjutkan usaha tersebut, yang terjadi, kerugian yang didapat semakin meningkat.

Contohnya gimana?

     Misalnya, Levi ingin membuka kedai teh di Kota Kediri dengan range harga per-cangkir sekitar 30 ribu - 40 ribu. Alasannya, Levi merasa bahwa harga tersebut sudah ideal dengan produk yang dibuat. Sayangnya mayoritas penduduk Kediri merasa, harga segitu termasuk mahal untuk secangkir teh, mengingat pendapatan di sana tidak terlalu tinggi. Alhasil, setelah 6 bulan buka, pelanggan yang datang tidak mampu menutup biaya operasional. Apa yang harus dilakukan Levi?

a. Tetap lanjut menuruti idealismenya.

b. Menurunkan kualitas teh agar harga yang ditawarkan sesuai dengan kemampuan warga

c. Pindah kota atau ganti produk yang dijual

     Opsi A, memiliki resiko kerugian yang terus meningkat. Sementara opsi B dan C, memberikan peluang baru, meski dapat dikatakan, 2 opsi ini artinya menyerah. Inilah yang dimaksud menyerah dalam buku The Dip.

Nah, cara memutuskan lanjut atau menyerah gimana?

     Dalam buku ini, Seth Godin memberikan gambaran 3 kurva untuk membantu pembaca, memahami situasi kapan harus menyerah. Di antaranya:

1. The Dip

Gambar Kurva The Dip dari Seth Godin

     The Dip adalah jembatan yang menghubungkan kondisi pemula dan master. Di fase ini, kita akan mengalami situasi yang bingung, bosan, dan penurunan motivasi. TAPI, di fase ini kita juga mengalami kenaikan sedikit demi sedikit. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar di atas.

     Contohnya adalah ketika kita akan belajar piano. Di awal, kita merasa sangat excited dan lancar dalam belajar, soalnya yang dipelajari masih mudah (perkenalan do-re-mi, chord dasar dan memainkan musik yang mudah). Kemudian, tingkat kesulitan mengalami peningkatan, di mana kita harus belajar dinamika dan scale. Di sini, kita akan mengalami fase bosan dan bingung, karena merasa progresnya hanya sedikit peningkatannya. Tapi, kalau misal terus dilanjutkan kita bisa menjadi master.

     Pola The Dip, biasanya selalu diawali dengan motivasi untuk menjadi yang terbaik. Selama kita punya motivasi untuk itu, sudah seharusnya untuk terus dipertahankan.

2. The Cul-de-sacs


     Kurva Cul-de-sacs menggambarkan proses yang datar, tidak meningkat tapi nggak turun juga. Istilahnya dead-end yang berkelanjutan. Di situasi ini, kita bertindak seperti robot, yang hanya melakukan sesuatu karena "wajib".

     Kurva ini terjadi ketika motivasi kita terhadap sesuatu tidak terlalu jelas. Jadi hanya sekadar ingin, tanpa berniat mencari tahu lebih jauh.

3. The Cliff


     Nah, kalau The Cliff adalah kebalikan dari The Dip. Kurva ini menggambarkan situasi yang jelas-jelas merugi dan menurun, tapi kita bersikukuh untuk melanjutkan tanpa berniat redirection, sebagaimana kasus Levi di atas.

     Mungkin kita akan dibuat bingung untuk bedainnya. Oleh karena itu, kita perlu melakukan refleksi atau evaluasi kinerja, agar lebih paham, condong ke kurva mana nih yang aku lakuin?.

     Kuncinya, kalau kita sejak awal nggak terlalu excited, nggak sampai nemu kondisi Dip, dan terkesan merugi, emang harus stop. Selain itu, kita juga harus menyadari juga sebelum memulainya. Jika dari awal ambisi kita kurang kuat buat jadi yang terbaik, mending dipikir lagi. Jangan setengah-setengah.

If you're going to quit, quit before you start. Reject the system. Don't play the game you realize you can't be the best in the world.

 Demikian catatan baca tentang Buku The Dip dari Seth Godin. Semoga bisa jadi bahan refleksi kita ke depannya, dan Selamat Tahun Baru 2024!

You May Also Like

1 comments