Catatan Baca: Book of Marriage dari Gyta Sartika

by - Februari 14, 2023

 Bukan karena kurangnya cinta, tapi kurangnya persahabatan yang membuat pernikahan tidak bahagia - Friederich Nietzsche

     "Selamat menempuh hidup baru!" dalam pesta pernikahan merupakan ucapan untuk pasangan yang akan memulai hidup baru sebagai kesatuan. Jika sebelumnya mereka hidup dengan prinsipnya masing-masing, ketika menikah mereka harus mulai menurunkan ego dan menyelaraskan prinsip yang tidak selalu sama.

     Pernikahan adalah perjalanan seumur hidup. Sebuah "pekerjaan" yang harus dijalani dengan kerja sama dua pihak yang terlibat (re: suami-istri). Oleh karena itu, komunikasi adalah kuncinya. Sebab, kerap kali suatu konflik disebabkan karena adanya kesalahan komunikasi. Sementara konflik kecil apabila ditumpuk sekian lama akan menjadi ledakan besar.

     Tak hanya itu, gairah cinta yang menggebu di awal, lama-lama akan mengalami fase hambar. Hal ini memang wajar, tapi yang menjadi pertanyaan:

Bagaimana caranya agar di tengah gempuran naik-turunya cinta, pernikahan bisa tetap bertahan hingga ujung usia?

     Book of Marriage dari Gyta Sartika memuat esensi penting dalam pernikahan. Tentang pelajaran penting yang perlu diperhatikan sebelum seseorang memutuskan untuk menikah, maupun untuk pasangan yang sedang menjalani kehidupan pernikahan. Pelajarannya mungkin terkesan sepele, sayangnya hal ini malah sering luput dari orang-orang. Kali ini aku ingin merangkumnya ke dalam beberapa poin penting bukunya. Jadi simak sampai selesai ya!

Book of Marriage dari Gyta Sartika - Shira Media
Book of Marriage dari Gyta Sartika


4 Pelajaran Penting dalam Pernikahan

     Ketika menikah, suami dan istri membuat sebuah komitmen untuk hidup bersama. Di dalam pernikahan yang hebat, pasangan biasanya jauh lebih dari sahabat. Karena kelebihan dan kekurangan masing-masing akan sering ditemukan dalam keseharian.

     Pernikahan membutuhkan rasa tanggung jawab dan kesetiaan dari masing-masing pihak. Kebahagiaan pasangan pun akan menjadi prioritas. Dan semua pasangan di dunia ini, pasti berharap pernikahannya bertahan lama sampai ujung usia.

     Selain kesetiaan dan tanggung jawab, ada 4 hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam sebuah pernikahan. Di antaranya:

1. Tidak Perhitungan dalam Memberi

     Aku udah masak, harusnya kamu yang cuci baju!

    Aku udah capek-capek cari uang, kamu di rumah aja masa bersih-bersih nggak beres sih?

    Aku udah ngasih perhatianku ke kamu, kenapa kamu cuek sama aku?

     Ketika memutuskan untuk menikah, perasaan kompromi memang sangat perlu untuk dibangun. Karena itulah yang dinamakan kerjasama. Ketika kerjasama disandingkan dengan matematika yang penuh perhitungan, konflik dalam rumah tangga bisa terjadi kapan saja.

     Bicara tentang konflik, salah satu penyebab konflik yang sering menimbulkan pertengkaran rumah tangga adalah "memberi dan menerima" yang sering diperhitungkan. Di mana, permasalahan "memberi dan menerima yang penuh perhitungan" ini tak jauh-jauh dari:

a. Finansial atau materi

b. Pekerjaan rumah tangga.

     Ada pihak yang merasa "dia sudah bekerja keras demi uang", di satu sisi ada pihak yang merasa "dia sudah bekerja keras mengatur rumah tangga". Sulit memang untuk membenarkan atau menyalahkan salah satu pihak, sebab, terkadang tiap pihak hanya melihat dari kacamatanya saja. Sehingga kurang paham dengan yang dirasakan pihak lain.

     Padahal, ada kalanya salah satu pihak akan bekerja lebih keras dibanding lainnya. Misalnya, ketika istri yang biasanya melakukan pekerjaan rumah sedang sakit, tentu saja suami yang baik akan menggantikan beberapa pekerjaan rumah untuk sementara waktu. Begitu juga ketika rumah tangga sedang dalam masalah keuangan, istri yang baik biasanya akan ikut mencari sampingan pekerjaan untuk menambah pemasukan.

     Intinya, menghindari perhitungan saat memberi dalam rumah tangga adalah salah satu kunci untuk menjaga pernikahan tetap langgeng. Oleh karena itu, komunikasikan dengan baik terkait pembagian peran, untuk menghindari perhitungan yang memicu konflik.

2. Memahami Batas-Batas Privasi

     Meskipun suatu pasangan terikat dalam pernikahan, tetap ada batas-batas privasi yang tidak boleh dilanggar. Sebab pelanggaran privasi akan melukai suatu pernikahan. Ada beberapa jenis privasi yang sebaiknya perlu diperhatikan, yakni:

a. Privasi Rumah Tangga

     Privasi rumah tangga merupakan interaksi-interaksi dalam pernikahan yang cukup menjadi rahasia pasangan. Seperti pertengkaran, hubungan seksual, dan masalah finansial. Ketika hal semacam ini dibagikan ke orang lain, bisa saja akan memicu masalah yang lebih besar.

     Misalnya, Galih dan Ratna terlibat pertengkaran masalah pembagian peran rumah tangga. Karena kesal, Ratna menceritakan pertengkaran ini ke ibunya. Kemudian sang ibu menegur Galih. Galih nggak terima dan mengalami emosi lebih besar. Konflik pun semakin rumit.

     Padahal, selama pertengkaran itu masih bisa diselesaikan baik-baik, atau bukan yang berkaitan dengan KDRT, alangkah baiknya tidak disebarluaskan tanpa persetujuan kedua pihak. Bisa saja, hal tersebut malah menyakiti salah satu pihak.

b. Privasi Pasangan

     Privasi pasangan mencakup hal yang berasal dari pribadi pasangan. Contohnya, menyadap Whatsapp suami karena merasa curiga dengannya. Padahal ada hal-hal menyangkut pekerjaan yang tidak boleh diketahui orang lain, termasuk istrinya.

     Bisa juga menyangkut aib pasangan yang hanya diketahui oleh pasangan sah itu sendiri. Contohnya, sang istri kalau tidur suka mengigau yang aneh-aneh. Lalu suami menceritakan hal ini ke teman-temannya tanpa persetujuan istrinya. Sang istri malu, kemudian marah ke suaminya hingga terjadi konflik.

3. Memahami Siklus Pertengkaran

     Tak dapat dipungkiri, pertengkaran dalam suatu pernikahan merupakan hal yang akan selalu terjadi. Entah dikarenakan penyebab receh, maupun penyebab yang lebih prinsipil. Wajar saja, karena ada 2 manusia dengan isi kepala berbeda dalam 1 rumah tangga. Jadi perbedaan-perbedaan tersebut suatu ketika, dapat memunculkan suatu pertengkaran, yang membutuhkan solusi untuk berdamai.

     Tapi, pertengkaran yang berulang-ulang dengan masalah yang sama tanpa solusi, bukanlah hal yang wajar. Sudah seharusnya di setiap pertengkaran, ada pelajaran yang bisa diambil. Oleh karena itu, pentingnya memahami bagaimana suatu pertengkaran dimulai dan berakhir.

     Setidaknya, ada 4 jenis pemicu pertengkaran yang sering terjadi pada suatu pasangan. Di antaranya:

a. Komentar kritis yang merendahkan pasangan

b. Permintaan tidak adil dan tidak masuk akal

c. Tumpukan kejengkelan yang meledak

d. Salah satu pihak merasa ditolak akibat kurangnya perhatian

     4 hal di atas merupakan bentuk dari kesalahan komunikasi. Oleh karena itu memahami sudut pandang dengan menghindari sifat agresif (emosi sesaat yang berujung penyesalan), belajar mendengarkan, saling menghormati dan fokus pada masalah saat ini tanpa mengungkit, merupakan beberapa cara untuk mengatasi pertengkaran.

4. Menjaga Hubungan Emosional

     Menciptakan hubungan emosional yang terhubung merupakan salah satu tujuan penting dalam sebuah pernikahan. Ketika pasangan memiliki perasaan yang terhubung, berbagai macam masalah bisa dihadapi tanpa menyebabkan permasalahan yang lebih serius.

     Contohnya, Galih dan Ratna menikah dan memiliki anak. Galih saat ini fokus pada pekerjaannya, dan meminta Ratna mengurus anak-anaknya sendirian. Di satu sisi Ratna merasa bahwa Galih menyingkirkannya, karena tidak ada perhatian yang didapat. Akhirnya Ratna turut mengabaikan anak dan mencari kesibukan lain di luar rumah.

     Galih akhirnya sadar, bahwa ketika dia meminta Ratna untuk menjaga anak-anaknya, dia juga harus turut melakukannya. Keduanya pun mulai "mengenal" satu sama lain, dan berdiskusi mengenai pembagian waktu dalam mengurus anak.

     Apa yang dilakukan Galih adalah contoh hubungan emosional yang terhubung. Di mana dia menyadari kesalahannya dan mencari jalan keluar dengan berdiskusi bersama Ratna lagi. Kalau Galih tidak peka, bisa-bisa masalah besar terjadi.

     Intinya, hubungan emosional ini adalah pemahaman terhadap emosi masing-masing pasangan. Seperti memahami apa yang membuat pasangan senang, sedih, marah dan sebagainya. Dan tidak mengedepankan ego masing-masing.

     Demikianlah pelajaran pernikahan dalam Buku Book of Marriage dari Gyta Sartika. Sebagaimana yang kita tahu, pernikahan merupakan pekerjaan yang melibatkan 2 orang, Sehingga butuh rasa pengertian dan kerjasama dari 2 belah pihak.

     Terima kasih bagi yang sudah membaca!

You May Also Like

0 comments