Memaknai Cinta Lewat Buku The Art of Loving dari Erich Fromm

by - Januari 31, 2023

      Kamu lebih suka dicintai atau mencintai?

     Banyak orang yang cenderung fokus pada "objek" cinta ketimbang "kemampuan" dalam cinta itu sendiri. Bahkan tak sedikit dari kita yang terlalu lama mencari "orang" untuk menjadi "objek" cinta kita (mencintai). Atau sebaliknya, berusaha "menjadi" seseorang yang bisa "dicintai" banyak orang.

     Semisal untuk perempuan, mereka berlomba-lomba untuk mengikuti standar kecantikan dunia, supaya banyak orang yang tertarik kemudian cinta kepadanya. Dan untuk laki-laki, yang berusaha menjadi golongan yang mapan dan gagah, demi menarik orang-orang agar cinta ke mereka.

     Akan tetapi, banyak orang yang lupa, bahwa cinta itu butuh suatu "kemampuan". Tidak hanya sekadar mencari atau menjadi "objek" cinta, kemampuan untuk "bertahan" dalam cinta itu sangat diperlukan.

     Sebagai contoh, kamu jatuh cinta dengan seorang laki-laki yang kaya dan tampan. Namun suatu ketika, lelaki itu mengalami perubahan, seperti bangkrut misalnya. Apakah kamu bisa terus bertahan dengan orang tersebut? Atau malah, kamu memilih pergi karena kadar cintamu sudah menurun?

     Cinta itu sesuatu yang sederhana dan sering dianggap remeh, tapi di satu sisi, cinta itu juga rumit. Memang apa sih cinta itu sendiri? Pada kali ini, aku ingin membicarakan sedikit isi buku The Art of Loving dari Erich Fromm, yang berisikan tentang makna cinta beserta jenis-jenisnya.

Buku The Art of Loving
Buku The Art of Loving dari Erich Fromm


Mengapa manusia butuh cinta?

     Buku ini diawali dengan pembahasan tentang eksistensi manusia. Manusia lahir sebagai individu yang dianugerahi "kesadaran" akan dirinya sendiri, yakni sadar akan masa lalu, masa kini, dan masa depannya. Dengan kesadaran ini, manusia merasa seperti terpenjara dalam pikiran-pikiran tersebut. Seperti, aku kalau susah siapa yang bantu? aku sekarang banyak duit, tapi mau dikasih ke siapa ya? kok rasanya kurang bermakna kalau dikasih ke orang secara acak, dan lain sebagainya.

     Alhasil, karena manusia diselimuti dengan berbagai kegelisahan yang mengurungnya, mereka butuh keluar dari situasi tersebut. Entah, dengan mencintai sesuatu, atau mencari sesuatu yang bisa mencintai-nya. Dalam rangka, mencapai keutuhan inilah, manusia butuh seseorang untuk berbagi. Entah berbagi kelebihan yang dimiliki, atau berbagi keluh yang dialami.

     Sebagai contoh, kisah cinta seorang yang sadistik dan masokis. Seorang yang sadis perlu melampiaskan sifat-sifat sadisnya ke seseorang, sementara seorang masokis, menyerahkan dirinya untuk jadi pelampiasan, karena dia sangat suka diperlakukan sadis.

     Contoh lain adalah kehidupan pernikahan, di mana banyak orang yang memutuskan menikah untuk mengisi ruang satu sama lain dan saling melengkapi. Bahkan seorang yang "individual" pun bisa saja menikah ketika bertemu dengan orang yang tepat, sampai-sampai ia berpikir:

Aku kalau ke mana-mana emang suka sendirian, tapi nggak tau kenapa, lebih suka lagi kalau kemana-mana bisa sama kamu, soalnya aku ngerasa lebih aman dan nyaman.

Nah, apa saja sih jenis cinta itu?

     Cinta tidak sekadar tentang hubungan antara 2 insan, laki-laki dan perempuan dalam alur romantisme. Dalam bukunya, Erich From membagi jenis cinta berdasarkan objeknya menjadi 5, yakni:

1. Cinta Sesama

     Cinta sesama ini adalah hal yang paling dasar. Sebagai umat beragama, pasti diajarkan untuk mencintai sesama makhluk di bumi ini. Ada istilah, "Cintailah sesamamu sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri", di sini maksudnya adalah kita tidak merasa paling eksklusif identitasnya. Kekayaan, kecerdasan dan kecantikan hanyalah bagian kecil dari identitas universal manusia. Pada akhirnya, semua makhluk sama derajatnya.

2. Cinta Ibu

     Cinta jenis ini adalah contoh hubungan "ketidaksetaraan", di mana anak adalah sosok yang membutuhkan bantuan penuh, sementara ibu adalah sosok yang mampu memberikannya. Diperlukan sifat altruistik dan menurunkan ego dalam pelaksanaannya.

3. Cinta Erotis

     Cinta jenis ini lebih bersifat eksklusif, di mana biasanya hanya fokus pada 1 orang. Dalam hal ini, 2 orang dengan segala jenis kelebihan dan kekurangannya meleburkan diri menjadi satu. Cinta jenis ini biasanya membutuhkan komitmen, yang juga diikuti dengan perasaan "posesif". Singkatnya, cinta jenis inilah yang sering kita lihat pada orang pacaran atau menikah.

4. Cinta Diri

     Cinta kepada diri sendiri, dengan memastikan bahwa diri sendiri kebutuhannya terpenuhi.

5. Cinta Allah

     Cinta yang dimiliki oleh umat beragama dan percaya Tuhan. Banyak yang menganggap bahwa cinta Allah adalah suatu anugerah, dengan menyadari bahwa diri sendiri adalah hal yang kecil dihadapan-Nya. Sehingga kita sebagai manusia adalah pihak yang butuh pada-Nya.

Bagaimana menghadapi cinta yang hancur?

     Di era saat ini, sangat mudah bagi manusia untuk menghancurkan "cinta" itu sendiri. Semisal, munculnya paham-paham yang mendorong orang untuk "individualis" dan melupakan sesama. Atau pemahaman lain yang mampu menggeser perasaan cinta kita ke Allah. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan untuk bertahan ketika dihadapkan dengan yang namanya cinta.

     Cinta itu bersifat dinamis dan naik turun, ada kalanya kita bosan terhadap sesuatu, sehingga akhirnya membuat kita memutuskan untuk pergi karena perasaan bosan tersebut. Untuk mencegah pergi hanya karena perasaan bosan atau pengaruh eksternal lainnya, butuh adanya berbagai jenis "aktivitas" yang diperlukan dalam rangka mempertahankan cinta itu sendiri.

     Tapi bukan berarti kita diharuskan untuk menjadi budak cinta yang terus-terusan jatuh cinta. Perlu ditekankan kembali bahwa jatuh cinta itu beda jauh dengan bertahan pada cinta. Jatuh cinta akan membuat seseorang "ketagihan" terhadap objek cintanya. Sementara bertahan dengan cinta adalah "istiqomah" pada cintanya. Ada kalanya kita harus mampu berpikir, sampai level mana kita akan bertahan dengan cinta? Apalagi ketika dihadapkan pada situasi yang merugikan diri kita.

You May Also Like

0 comments