Inilah 6 Poin Penting yang Perlu Kamu Tahu dari Buku Think Again - Adam Grant

by - September 29, 2022



     Apakah kamu tahu bahwa kamu sebenarnya tidak tahu?

     Ilmu pengetahuan selalu berkembang. Namun sayangnya, tidak semua perkembangan pengetahuan baru bisa langsung kita terima, mengingat kepercayaan kita terhadap pengetahuan terdahulu masih tergolong kuat.

     Sebagai contoh, ketika Pluto dinyatakan keluar dari golongan planet dalam tata surya kita. Di saat itu, pro kontra terkait pernyataan tersebut tergolong ramai. Golongan yang setuju menyatakan, bahwa secara kekuatan gravitasi, Pluto memang tidak sesuai. Sementara yang kontra, beranggapan bahwa Pluto memiliki beberapa sifat seperti beberapa planet di tata surya kita.

     Terlepas dari perdebatan tersebut, kita pasti juga pernah mengalami kejadian serupa dengan orang-orang di lingkungan kita. Yakni berdebat tentang suatu topik. Tak jarang dari perdebatan tersebut, akan ada pihak yang bebal, keras kepala dengan argumennya, atau merasa paling benar. Padahal setelah dipikir-pikir, argumen pihak tersebut kurang valid.

     Atau mungkin, kita pernah bertemu dengan orang-orang yang tidak sadar dengan kekurangannya, maupun seseorang yang tidak sadar dengan kelebihannya. Intinya, sama-sama punya titik buta terhadap suatu pengetahuan. Kemudian menjadi pertanyaan selanjutnya, kita tahu nggak sih bahwa sebenarnya kita ini nggak tahu? 

     Setelah berkelana mencari bacaan yang berkaitan tentang pola pikir, akhirnya, aku menemukan salah satu buku dari Adam Grant - Think Again, yang membahas tentang learning cycle dan berpikir kritis.

     Sebenarnya, buku ini memiliki tema yang cukup luas terkait learning cycle dan berpikir kritis tersebut. Dimulai dari pembelajaran untuk individu, untuk di lingkungan kerja, hingga parenting terkait metode pembelajaran berpikir kritis untuk anak-anak. Akan tetapi, pada artikel ini aku akan fokus menuliskan beberapa pelajaran tentang berpikir kritis untuk individu, yang aku dapat dari Buku Think Again oleh Adam Grant, di antaranya:

1. Di Atas Langit, Masih Ada Langit, Khususnya Dalam Hal Pengetahuan


     Kita semua sebenarnya adalah orang awam dalam banyak hal. Dan kebanyakan, banyak dari kita yang melebih-lebihkan kemampuan diri (Dunning-Kruger Effect). Padahal, selalu ada yang lebih ahli. Untuk lebih jelasnya, coba perhatikan Mount Stupid di bawah ini:

Adam Grant - Think Again

     Seringkali kita mendengar, bahwa ketika seseorang baru belajar sesuatu, biasanya merasa paling tahu segalanya. Sehingga ia merasa bahwa opini dia selalu benar. Agar tidak terjebak di dalam Mount Stupid tersebut, kita harus membangun rasa kerendahan hati untuk meng-eksplore sesuatu. Sebab,

"No matter how much brain power you have, if you lack the motivation to change your mind, you'll miss many occasion to think again".


2. Pisahkan Opini dari Identitas Diri


     Banyak orang yang merasa tersinggung ketika ada seseorang yang mengkoreksi pemikirannya. Pasalnya, mereka merasa ketika menerima koreksi, maka identitas dirinya akan jatuh. Alhasil, masih banyak orang yang akan melakukan serangan balik karena tidak bisa menerima fakta bahwa dia itu salah dan harus dikoreksi.

     Oleh karena itu, pentingnya memisahkan opini dengan identitas diri ketika mendapatkan kritikan terkait argumen kita. Dalam artian, ketika beropini, lupakan identitas kita sebagai influencer, atau sebagai bos besar. Melainkan, bangunlah pemikiran, bahwa kita seorang yang haus pengetahuan dan rasa penasaran. Jadi merasa senang ketika menemukan suatu kesalahan untuk diperbaiki.

3. Carilah Informasi yang Berbeda dengan Perspektif Kita


     Argumen kita tidak selalu benar. Ada kalanya, ada unsur bias di dalamnya. Oleh karena itu, perlu memperluas pandangan dengan memposisikan diri pada lawan perspektif kita.

     Sebagai contoh, kita tidak setuju dengan adanya kenaikan BBM. Cobalah untuk melihat fenomena kenaikan BBM ini dari sisi pemerintah. Meskipun pada akhirnya kita tetap pada posisi kontra, dengan melihat dari sudut pandang lain wawasan kita bisa semakin luas terkait suatu isu.

"Our convictions can lock us in prisons of our own making. The solution is not to decelerate our thinking, it's to accelerate our rethinking".

 

4. Nikmati Ketika Tahu Kesalahan Kita


     Daniel Kahneman pernah berkata, bahwa ketika kita salah, itu artinya kita sedang belajar sesuatu (being wrong is the only way I sure I've learned anything). Asalkan, setelah tahu kesalahan tersebut, kita aktif dalam memperbaikinya ke arah yang lebih benar.

     Sebagaimana dengan poin nomor 2, mungkin akan terasa berat untuk mengakui kesalahan diri sendiri. Oleh karena itu, pisahkan identitas dengan opini dan pisahkan masa lalu dengan masa sekarang. Karena ilmu itu dinamis.

"Open minded requires searching for reasons why we might be wrong, not for reasons why we must be right. and revising our views based on what we learn".

5. Konflik Konstruktif Tidak Selamanya Buruk


     Berbeda pendapat dengan orang-orang terdekat tidak selamanya buruk, asalkan perdebatan tersebut bersifat konstruktif dan didukung dengan lingkungan yang aman. Aman dalam artian kedua pihak bersifat open minded dengan keinginan belajar yang sama.

6. Luangkan Waktu untuk "Think Again"


     Jika sedang mendalami suatu isu, coba bangun "rasa tidak percaya" dan memikirkan ulang argumen kita. Pisahkan kepopuler suatu argumen dengan level kevalidannya. Pahami juga siapa yang memberi suatu informasi. Intinya, Think Again!

     Buku ini menjadi pengingat untuk kita, bahwa ilmu itu selalu berkembang. Dan ada kalanya, apa yang selama ini kita percayai tidak selamanya benar. Sehingga, ada baiknya kita mulai mawas diri dan bersedia melakukan eksplore pengetahuan baru. Nggak masalah ketika kita mengalami kesalahan, karena ketika salah, berarti kita ada kesempatan untuk mengetahui yang benar. Sehingga salah satu tagline dari buku ini adalah:

The Joy of Being Wrong

     Bahwa kesenangan untuk menjadi pihak yang salah akan mendatangkan beberapa manfaat. Asalkan, sadar akan perbaikan yang dilakukan selanjutnya.

     Sesuai judulnya Think Again, buku ini memang menyajikan beberapa hal terkait menjadi orang yang kritis, mawas diri dan terbuka. Bahwa kita bisa saja memiliki bias terhadap suatu pengetahuan.

     Jadi,  alangkah baiknya, kita selalu berpikir ulang dengan cara: melihat dari perspektif baru, bersedia menerima kelemahan argumen yang dimiliki, atau melakukan eksperimen jika memungkinkan. Memang, hal ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Tapi sebagai pengingat, aku sendiri akan berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.


.

You May Also Like

0 comments