Review Buku: The Lantern of Lost Memories dari Sanaka Hiiragi

by - Agustus 21, 2024


      Sering denger kalau seseorang itu meninggal, maka sebelum mereka benar-benar "dicabut nyawanya" akan ditampilkan memori terbaik masa hidupnya. Nah, salah satu literatur Jepang yang aku baca punya konsep cerita yang mungkin terinspirasi dari rumor-rumor tersebut. Judul bukunya adalah The Lantern of Lost Memories dari Sanaka Hiiragi. Akan terbit di tanggal 22 Agustus 2024 untuk versi Bahasa Inggrisnya.

     Buku ini berkisah tentang studio foto yang menjadi tempat pertemuan hidup dan mati, di mana di studio foto itu ada penjaga yang akan melayani bernama Hirasaka, seorang pria misterius yang "menunggu" seseorang untuk membantunya mengingat 

     Hirasaka di sini akan mengajak orang-orang yang telah meninggal untuk memilih 1 foto di setiap tahun ketika mereka hidup. Jadi, semisal usia mereka 93, ya berarti harus memilih 93 foto. Lalu, foto-foto tersebut akan dipasang di sebuah lentera yang kemudian akan menyajikan kenangan mereka selama hidup.

     Nah, buku ini ada 3 cerita. Kisah pertama dari seorang perempuan yang semasa hidupnya sangat passionate di bidang pendidikan dan di akhir hidupnya, dia merasa bersyukur karena telah memberikan manfaat untuk orang lain lewat sekolah yang didirikannya, detail ceritanya menarik banget, soalnya bakal bahas gimana perjuangannya ketika mencoba mempertahankan sekolah ketika ada bencana. Memori yang menurutnya dulu sedih, ternyata ketika dilihat lagi lewat clip yang ada di lentera itu, terasa manis.

     Kisah kedua, berasal dari seorang Yakuza yang merasa bahwa hidupnya selama ini adalah "bencana", karena dia selalu melakukan banyak kejahatan. Awalnya, dia enggan ketika diminta untuk memilih foto, karena dia sudah yakin, tidak ada foto bagus tentang dia. Tak disangka ketika dia dipaksa memilih foto, dia menemukan bahwa dirinya pernah melakukan hal baik. Sejujurnya, ini cerita yang paling aku suka karena si Yakuza ini apa adanya :'). Apalagi ketika melihat hubungannya dengan si "tikus" kesayangannya.

     Kisah ketiga berasal dari seorang anak kecil yang selama hidupnya penuh penderitaan. Nah, di sini ada beberapa kejutan yang bikin beda dari 2 kisah sebelumnya. Aku gabisa ngasih tau, soalnya takut spoiler :'). Intinya, kisah ini juga ada hubungannya dengan alasan Hirasaka selaku penjaga foto studio kehilangan memorinya.

     Sekarang waktunya review

     Buku ini ngingetin aku dengan Hotel De Luna, drama Korea tentang hotel tempat orang meninggal mampir untuk istirahat, sebelum melanjutkan perjalanan ke alam baka. Selain itu, cara berceritanya ngingetin dengan Funiculi Funicula Series, seperti pesan hidup dan kesan hangatnya.

     Salah satu kutipan yang aku inget adalah dari Yakuza, yang intinya: hidup kita adalah produk dari pilihan yang diambil. Jadi, kenapa harus nyesel kalau sebelumnya kita pilih itu? Toh semuanya nggak bisa kembali.

     Di situ, diperlihatkan scene kehidupannya yang menjadikannya seorang Yakuza. Mungkin memang dia sedih kenapa dia berakhir menjadi Yakuza, tapi dia tidak menyesali tindakan yang dilakukan di "sekitar sungai" ketika dia masih muda dulu.

     Di akhir hidupnya, dia menyadari bahwa dirinya penjahat yang jelas akan masuk neraka. Padahal selama hidupnya, dia memberikan harapan kepada seorang "tikus" yang punya sifat aneh. Dengan kata lain, dia rendah hati dengan tidak menyadari perbuatan baiknya selama hidup. Justru di sini bikin aku mikir, kalau definisi rendah hati akan kebaikan itu yang menilai adalah orang lain, bukan diri sendiri. Mana ada orang yang rendah hati tapi mengaku rendah hati? Jatuhnya sombong karena rendah hati nggak sih?

     Terkait teknis penulisan, menurutku banyak banget typo mengingat ini masih ARC alias belum diedit full. Lalu yang bikin aku agak bingung adalah perubahan sudut pandang antara Hirasaka dan tamu-tamunya, nggak ada keterangannyaaaa -_-. Jadi aku di awal sempet bingung, "lah, kok Hirasakan mikir gini?", oh ternyata udah ganti sudut pandang ke tokoh lain.

     Menurutku, buku ini lumayan potensial untuk hype di kalangan pembaca sebagaimana Before the Coffee Gets Cold, atau Morisaki Bookshop. Soalnya, selain konsep ceritanya yang agak baru, buku ini ngasih kesan heart-warming dan bikin kita semakin menghargai kehidupan yang diberikan Allah. Jadi, gunakanlah sebaik mungkin.

     Sekian Review Buku The Lantern of Lost Memories dari Sanaka Hiiragi, terima kasih buat yang udah baca. Dan sebagai pecinta literatur Jepang, tunggu ulasan buku Jepang lain yang akan aku tulis ya! I have a lotttttttt of to be reads about Japanese Literature :D! 

You May Also Like

0 comments