Tampilkan postingan dengan label Review buku fiksi/novel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Review buku fiksi/novel. Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 Maret 2025

Review Buku: The Cat Who Saved The Library dari Sosuke Natsukawa

      Ngomongin selera buku, kayaknya sebagian besar buku yang kubaca dan review di sini adalah Sastra Jepang. Termasuk buku yang aku review kali ini.

     Setelah sukses dengan buku sebelumnya yang berjudul The Cat Who Saved The Books, Sosuke Natsukawa kembali nerbitin buku yang merupakan sekuel dari buku sebelumnya, yang berjudul The Cat Who Saved The Library. Ngomong-ngomong, aku baca ini dari ARC Netgalley. Dan buku ini bakal terbit 10 April 2025 nanti.


Selasa, 17 September 2024

Bersihkan Trauma Pikiran di Marigold Mind Laundry!



      Trauma yang tersimpan di otak memang akan menghambat diri untuk bertumbuh. Sebab rasa trauma ini bikin kita takut dan nggak percaya diri. Oleh karenanya, kita perlu "bersihin" trauma agar bisa menikmati hidup sepenuhnya. Di buku yang berjudul Marigold Mind Laundry dari Jungeun Yun, kita akan melihat gimana orang-orang berusaha membersihkan traumanya, lalu bergerak maju.

Sinopsis Buku Marigold Mind Laundry dari Jungeun Yun

     Di sebuah desa bernama Marigold, datang seorang perempuan misterius bernama Jieun. Jieun sendiri merupakan perempuan yang dikutuk, karena di masa lalu dia tidak bisa mengontrol kekuatannya sehingga mengakibatkan orangtuanya lenyap. Sebagai hukumannya, dia harus hidup ribuan tahun untuk mencari makna terkait kekuatan yang dimilikinya.

     Desa Marigold merupakan desa yang indah dengan pemandangan matahari yang menawan. Di sini, Jieun akhirnya memutuskan untuk membuka jasa Mind Laundry, di mana orang-orang yang memiliki kenangan buruk di masa lalu, bisa memintanya untuk menghapus kenangan tersebut. Nah, ke mana kenangan-kenangan tersebut? Kenangan yang dilupakan akan dipindahkan ke kaos putih yang digunakan saat "ritual". Semakin banyak kenangan yang ingin dihapus, maka semakin banyak noda seperti kelopak bunga. Nah setelahnya, kaos ini akan dijemur, lalu noda tersebut perlahan akan luntur.

     Ada beberapa orang yang datang ke Marigold Mind Laundry ini, di antaranya seorang film-maker yang frustrasi karena merasa gagal, lalu seorang perempuan yang terlibat di hubungan toxic, ada seorang influencer yang namanya tercoreng setelah promosi produk abal-abal, selanjutnya seorang perempuan yang menjadi tidak tau kalau dirinya adalah selingkuhan, dan yang terakhir seorang kurir yang dulunya di-bully dan dibanding-bandingkan dengan kakaknya.

Setiap orang punya cerita,

     Di setiap kisah, kita akan ditunjukkan sudut pandang lain dari kehidupan. Jieun selaku pendengar pun tidak menghakimi alasan orang-orang melakukan tindakan yang mungkin bagi sebagian dari kita terasa salah. Selalu ada bagian dari masa lalu yang menyebabkan mereka melakukan itu, entah karena tidak punya pilihan, atau karena tidak ada yang mengajari sebelumnya.

Kesan terhadap Buku Marigold Mind Laundry dari Jungeun Yun

     Sebagai pecinta buku yang "no plot, just vibes", Marigold Mind Laundry ini sudah cukup memenuhi kriteria yang aku cari sih. Di antaranya: premis cerita menarik, cerita yang ringan, punya pesan bagus, dan vibes yang heart-warming. Bonusnya, latar tempatnya ada di sebuah desa dan penulis jago banget mendeskripsikan, sehingga bikin aku bisa ikutan bayangin dan merasa damai pas bayangin desanya.

     Premis cerita menarik, yakni pelanggan diberi kesempatan untuk menghapus memori luka di masa lalu. Tapi sebelum ritual "penghapusan" dimulai, pelanggan yang ingin menghapus pikirannya akan diberi tahu konsekuensinya. Makanya ada yang akhirnya tetap menghapus memori, atau menerima bahwa memori penuh luka itu menjadi bagian dari hidup mereka.

     Sebenarnya, proses penghapusan memori di buku ini tuh menurutku serupa dengan meditasi. Di mana saat meditasi, kita akan diminta untuk membiarkan pikiran kita lewat, entah baik atau buruk, di mana hal ini akan melatih resiliensi kita dalam menerima keadaan yang telah terjadi pada kita di masa lalu. Di buku ini, tujuan akhir pelanggan ya supaya mereka bisa menerima hidup, entah dengan menghapuskan memori, atau menerima memori itu sebagai bagian dari hidupnya.

     Cerita yang ringan dengan pesan hidup yang bagus. Tokoh yang melakukan "pencucian pikiran" di sini adalah orang-orang yang sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Seperti, influencer yang hidupnya terlihat mewah, padahal di balik itu semua, ada beban yang harus dibayar. Atau seorang kurir yang sering ngantar barang ke rumah kita, itu juga punya batasan mental tertentu, jadi perlakukan mereka dengan baik, jangan asal bentak-bentak. Kita nggak tahu, mereka punya masalah apa, baik di masa lalu maupun masa sekarang.

     Vibes heart-warming. Di sini yang paling mendukung adanya vibes ini adalah kebijaksanaan Jieun selaku pemilik jasa mind laundry. Dia selalu menjadi pendengar yang baik buat orang-orang yang datang ke tempatnya, tidak menghakimi, bahkan memberikan validasi yang baik atas perasaan pelanggan, tanpa membenarkan tingkah mereka yang mungkin kurang tepat. Selain itu, latar tempat di desa juga semakin menambah kesan heart-warming ini. Soalnya, Desa Marigold memang digambarkan asri dan damai banget. Ala-ala Ghibli lah bahasanya. Oh iya, ada ilustrasi cantik juga sih!

     Kalau tadi sudah bahas kelebihannya, sekarang bahas kekurangannya. Menurutku, penjabaran cerita di setiap tokohnya lumayan slow-paced ya. Entah yang terlalu lambat atau terlalu banyak narasi, jadi kesannya kadang bikin bosen. Tapi balik lagi, bisa aja buku ini memang didesain untuk dibaca pelan-pelan. Buat avid reader, mungkin ngerasa buku ini terlalu berbelit-belit, karena alurnya nggak sat set meskipun udah ketebak. Tapi buat slow-reader, buku ini malah seru banget untuk dinikmati. Apalagi kalau memang suka cerita heart-warming.

     Sebelum menutup ulasan ini, sekadar informasi kalau aku baca ini versi Bahasa Inggris dari ARC Netgalley. Dan baru akan terbit tanggal 3 Oktober 2024 nanti. Terima kasih untuk Netgalley dan Random House UK, Transworld Publisher!

     Nah, itu tadi Review Buku Marigold Mind Laundry dari Jungeun Yun. Terima kasih buat yang udah baca. Oh iya, kira-kira, Penerbit Baca atau Penerbit Haru bakal terjemahin buku ini nggak ya?

Kamis, 12 September 2024

Review Buku: We'll Prescribe You A Cat dari Syou Ishida



      Beberapa waktu lalu, tepatnya akhir Agustus, kucing-kucingku mulai meninggal satu per satu. Karena ini adalah pengalaman pertama melihara kucing, jadi aku bener-bener pertama kali ngerasain kehilangan kucing yang biasanya disayang-sayang. Nggak pernah nyangka bakal sesedih ini. Alhasil, aku jadi keingat salah satu buku yang baru terbit bulan Agustus lalu tentang kucing, judulnya We'll Prescribe You A Cat dari Syou Ishida. Kenapa ngingetin? Karena di buku ini beneran nunjukin gimana kucing bisa sebagai alat untuk "terapi" kejiwaan. Sebagaimana kucing-kucingku juga, meskipun mereka nyebelin tapi pas mereka sering bikin aku terhibur di tengah kehidupan yang keras ini :').

     Balik lagi ke We'll Prescribe You A Cat dari Syou Ishida, kali ini aku ingin menulis ulasan tentang buku ini. Jadi buat yang suka kucing, wajib banget baca ini, apalagi sampul terbarunya warna hijau mint dan super menarik!

Tentang Buku We'll Prescribe You A Cat dari Syou Ishida

     Buku ini berkisah tentang sebuah klinik kejiwaan misterius, yang dipegang oleh dokter Nike dan suster yang bernama Chitose. Di mana setiap orang yang konsultasi di sana akan dititipin kucing untuk dijaga selama beberapa hari. Setiap pasien tentunya akan diberikan stok makanan dan perlengkapan dasar kucing. Nah, buku ini dibagi menjadi beberapa cerita, yang masing-masing membahas tentang 1 pasien yang datang ke sana.

     Kisah pertama dari seorang pemuda yang udah capek dengan tekanan kerja kantornya. Ketika ke klinik kejiwaan ini, dia berharap akan dapat solusi terapi, tapi malahan dia diberi kucing yang bikin dia dipecat dari kantornya. Jadi seolah kucingnya ini nyuruh si pemuda buat keluar dari kantor toxic itu kalau emang udah ngerasa capek. Ini lucu sih, tapi emang kantornya tuh jelek banget sistemnya (meskipun bonafit), soalnya masih banyak gratifikasi dan senioritas, yang bahkan bikin karyawannya banyak yang mundur. Nah, setelah dipecat karena "ngerusak" dokumen, apa yang akan si pemuda ini lakukan? Mau nyari kerja di mana lagi mengingat biaya hidup tetap lanjut meskipun dia dipecat?

     Kisah kedua dari seorang anak kecil yang ngalamin drama di sekolahnya, tapi si ibu sering menyepelekan perasaan si anak. Akhirnya si anak ngotot ngajak ibunya untuk pergi ke klinik kejiwaan ini. Saat dikasih kucing oleh dokter Nike, si ibu ngerasa ada de javu terkait kucing yang dititipin itu.

     Kisah ketiga dari seorang orang paruh baya yang kesel dengan manajer baru di kantornya. Orang ini kesel karena si manajer adalah seorang perempuan yang usianya lebih muda dari dia. Ditambah, si manajer ini suka memuji pegawai lain yang bikin dia ngerasa "risih". Dampaknya, dia sering kepikiran sampai kebawa mimpi dan sering ngerasa halu dengerin suara si manajer ketawa. Alhasil pas datang ke klinik, malah dititipin kucing dengan syarat, si orang ini harus tidur bareng si kucing.

     Kisah keempat dari seorang designer tas yang ingin nyari keseimbangan emosional dan pekerjaan karena dia terkenal sangat perfeksionis sampai bikin rekan kerjanya mundur karena ngerasa bahwa si designer ini sulit dipenuhi ekspektasinya.

     Kisah kelima dari seorang geisha yang rindu dengan kucing yang pernah diadopsi, tapi tiba-tiba menghilang. Nah, karena si kucing telah hilang bertahun-tahun, akhirnya bikin si geisha ini gamau dititipin kucing pas dateng ke klinik kejiwaan ini.

     Yang jadi misteri, siapa sih dokter Nike dan suster Chitose itu? Mengapa mereka selalu nitipin kucing ke pasien yang datang berobat? Dan pas tau jawabannya, aku jadi ikutan sedih dengan masa lalu mereka.

Kesanku terhadap Buku We'll Prescribe You A Cat

     Secara konsep cerita, aku suka banget buku ini. Apalagi ini latarnya di Kyoto, salah satu kota di Jepang yang punya tempat tertentu di hatiku (ceilah). 

     Konsep cerita yang seolah ingin nunjukkin ke kita, bahwa kucing tuh therapeutic. Terutama dengkurannya yang bisa bikin hati tenang, terus badannya yang hangat saat dipeluk, atau bulunya yang lembut saat dipegang. Bahkan orang yang nggak suka kucing, lama kelamaan bakal luluh sendiri dengan kucing. Istilahnya, "kalau kamu nggak cocok pelihara kucing, coba lagi sampai kamu cocok!".

     Penggambaran latarnya juga bikin aku kebayang dengan suasana Kyoto yang tenang dan tradisional. Apik banget!

     Tentang masalah yang diusung, sebenarnya bukan masalah yang berat. Hanya saja, masalah tiap tokoh itu masalah umum yang sering kita jumpai tapi seringkali dianggap sebelah mata. Seperti, masalah kantor toxic yang beban kerjanya nggak masuk akal, biasanya kan kita bakal dibilangin "namanya kerja ya susah, udah untung dapet gaji". Alhasil, banyak orang yang nggak tau batasan: sampai mana kadar normal dari sebuah kantor yang toxic?

     Selain itu, masalah seperti meremehkan perasaan anak kecil. Sebagai orangtua, sudah seharusnya kita tidak memandang sebelah mata perasaan anak kecil. Jika dari kecil mereka sering dibilang, "halah, cuma gitu aja, jangan banyak drama deh", pas udah besar, ya mereka jadi sulit memvalidasi perasaan dan pikiran mereka sendiri.

    Nahh, jadi buat siapa sih buku ini? Buku ini cocok buat kamu pecinta kucing atau pecinta sastra Jepang yang heart-warming. Bukunya ringan, kira-kira mirip dengan vibes Sweet Bean Paste, Days in Morisaki Bookshop dan A Cat Who Saved Books. Oh iya, buku ini masih dalam versi Bahasa Inggris ya. Berdoa yuk, siapa tau ada penerbit Indonesia yang akan terjemahin ke Bahasa Indonesia :D.

     Demikian ulasan buku dariku, terima kasih Netgalley dan Random House UK Publishing atas soft copy ARC-nya. Terima kasih juga buat yang udah baca!

Selasa, 10 September 2024

Review Buku: Funny Story dari Emily Henry


     Emily Henry adalah salah satu auto-buy author di genre romansa kontemporer. Soalnya, selain dia punya selipan humor menarik, karya dia selalu ada ajang refleksi diri dari tokohnya. Biasanya kan, di novel romance, tokoh-tokohnya sering digambarkan hampir sempurna, kayak, serba pinter, cantik, kaya, dan semacamnya. Tapi di buku-buku Emily Henry, hampir semua tokohnya selalu realistis. Jadi untuk sebagian orang bakal terasa nyata, termasuk Funny Story yang akan aku review ini.

     Funny Story berkisah tentang seorang perempuan bernama Daphne yang tiba-tiba diputusin tunangannya yang bernama Peter, dengan alasan, bestie-nya Peter ini confess ke dia. Bestie-nya Peter yang bernama Petra ini, tiba-tiba kayak ngerasa nggak ikhlas kalau Peter harus nikah, padahal Petra sendiri udah punya pacar yang bernama Miles. Alhasil pas Bachelor Party atau pesta bujangnya Peter, Petra dan Peter ini jadian.

     Nah, sebelumnya Daphne ini tinggal bareng di rumah Peter. Dan Petra tinggal bareng di apartemennya Miles. Karena Daphne putus, alhasil dia didepak dari rumah Peter, soalnya Petra mau tinggal di sana. Mengingat Daphne yang nggak tau mau tinggal di mana, akhirnya dia pindah ke apartemen Miles untuk sementara waktu. Istilahnya tukeran tempat tinggal lah.

     Nggak sampai itu, dengan santainya, Peter dan Petra ngundang Daphne dan Miles ke acara nikahan mereka. Daphne dan Miles yang sama-sama sakit hati pun akhirnya sok-sok-an ngaku kalau mereka pacaran, kissing tiap salah satu dari mereka lihat, atau sekadar flirting satu sama lain.

     Tapi yang namanya strangers, nggak segampang itu juga buat acting. Makin lama mereka makin awkward satu sama lain. Apalagi, masing-masing dari mereka punya trust issue mengingat keduanya berasal dari keluarga yang ruwet.

     Sepertinya ending-nya bakal banyak yang bisa nebak. Jadi pertanyaannya aku ubah, gimana cara mereka menyelesaikan kecanggungan hubungan keduanya? Apakah mereka benar-benar bisa move on dari mantan pacar masing-masing? Ending seperti apa yang sebenarnya mereka harapkan? Dan bagaimana dengan masalah keluarga masing-masing?

Kesanku Terhadap Buku

     Oke, sekarang waktunya review atau mungkin lebih tepatnya berbagi kesan???

     Pertama, jujur buku ini bukan buku terbaik dari Emily Henry (versiku). Entah momen bacanya yang kurang pas (karena sedih setelah kitten-kittenku meninggal), atau emang trope-nya agak canggung? Tapi yang jelas, I'll give another try several months ahead. Buat mastiin aku beneran suka atau enggak.

     Karakter Daphne di sini terasa real dan complicated. Mulai dari profesi dia yang seorang librarian, dan masih struggle dalam hal kemapanan di umur dia yang 33 tahun. Sampai perasaan insecurity untuk membuka diri karena masalah trust issue dan hal lainnya. Masa lalu keluarga yang ruwet, dengan ayah yang suka flirting ke perempuan lain sampai lupa dengan keberadaannya, bikin dia vulnerable ketika ada lelaki macam Peter macarin dia.

     Oh iya, seperti biasa, tokoh utama dari bukunya Emily Henry pasti digambarkan sebagai pecinta buku. Di sini kita bisa ngelihat gimana Daphne sangat menikmati pekerjaannya sebagai librarian anak, yang ngasih support ke anak-anak buat cinta buku, yang ngasih validasi ke Miles bahwa audiobook juga termasuk "membaca", mengingat Miles disleksia yang hanya bisa menikmati audiobook. Bahkan selalu kaitin momen hidupnya dengan buku-buku yang pernah dia baca.

     Sementara karakter Miles juga demikian. Profesi dia yang seorang bartender seringkali bikin dia diremehkan keluarga Petra dan orang lain. Dia juga punya latar belakang keluarga yang toxic, sampai-sampai bikin dia jadi people pleaser dan sulit mengekspresikan perasaan. Nah pas ketemu Daphne, keduanya mungkin cocok, tapi jadi sering salah paham.

     Karakter pendukung kayak Ashleigh dan Julia, aku juga suka. Soalnya mereka seperti "jembatan" hubungan Daphne dan Miles yang ruwet karena pikiran mereka juga ruwet. Lalu, ibunya Daphne yang super mom paling suportif, Yang selalu bikin Daphne lebih kuat ketika isi pikirannya mulai ngelindur.

     Terkait trope yang agak aneh, bikin aku agak canggung. Ngebayangin harus serumah dengan stranger lawan jenis apa ya nggak takut, apalagi Daphne di sini bisa dibilang introvert yang susah berbaur dengan orang lain. Jadi banter yang biasanya ada di buku Emily Henry, di sini berasa nggak masuk di aku. Apalagi pas bagian adegan 21+, aku skip soalnya canggung banget. Kayak, mereka tuh tiap mau ngelakuin, pasti batal karena tiba-tiba "ngerasa salah buat lakuin". Bingung deh, baca sendiri buat tau maksudku.

     Perkembangan karakternnya bagus. Karena di sini ditulis dari sudut pandang Daphne, aku jadi tau gimana cara Daphne merenungi sikap dan pikirannya. Seperti memilah, mana tindakan yang benar, mana pikiran yang harus dia percaya, dan semacamnya. Alhasil, di akhir dia punya keberanian untuk memilih langkah terbaik, Paling suka pas dia confront ayahnya yang nyebelin, yang suka sok paling paham Daphne padahal selama ini dia absen di setiap momen terbaiknya. Suka juga pas Peter tiba-tiba ngajak balikan, tapi Daphne akhirnya punya prinsip kuat, dan tau apa yang dia mau.

     Secara keseluruhan, Funny Story dari Emily Henry ini masih termasuk bagus, tapi bukan yang terbaik kalau dibanding karya dia sebelumnya. Penyelesaiannya memang memuaskan, tapi alurnya agak bosenin di pertengahan, karena terlalu banyak scene nggak penting yang malah bikin bingung dengan fokus ceritanya. Kalau di-ranking, Funny Story ini di ranking 3. Ranking 1 masih Beach Read (karena ini buku yang bikin aku tertarik baca karya dia). Ranking 2 Happy Place, karena ngerasa relate dengan karakter Wyn. Ranking 3 Funny Story, karena penyelesaiannya bikin puas.

     Sekian ulasan buku Funny Story dari Emily Henry, terima kasih buat yang udah baca! 

Rabu, 21 Agustus 2024

Review Buku: The Lantern of Lost Memories dari Sanaka Hiiragi


      Sering denger kalau seseorang itu meninggal, maka sebelum mereka benar-benar "dicabut nyawanya" akan ditampilkan memori terbaik masa hidupnya. Nah, salah satu literatur Jepang yang aku baca punya konsep cerita yang mungkin terinspirasi dari rumor-rumor tersebut. Judul bukunya adalah The Lantern of Lost Memories dari Sanaka Hiiragi. Akan terbit di tanggal 22 Agustus 2024 untuk versi Bahasa Inggrisnya.

     Buku ini berkisah tentang studio foto yang menjadi tempat pertemuan hidup dan mati, di mana di studio foto itu ada penjaga yang akan melayani bernama Hirasaka, seorang pria misterius yang "menunggu" seseorang untuk membantunya mengingat 

     Hirasaka di sini akan mengajak orang-orang yang telah meninggal untuk memilih 1 foto di setiap tahun ketika mereka hidup. Jadi, semisal usia mereka 93, ya berarti harus memilih 93 foto. Lalu, foto-foto tersebut akan dipasang di sebuah lentera yang kemudian akan menyajikan kenangan mereka selama hidup.

     Nah, buku ini ada 3 cerita. Kisah pertama dari seorang perempuan yang semasa hidupnya sangat passionate di bidang pendidikan dan di akhir hidupnya, dia merasa bersyukur karena telah memberikan manfaat untuk orang lain lewat sekolah yang didirikannya, detail ceritanya menarik banget, soalnya bakal bahas gimana perjuangannya ketika mencoba mempertahankan sekolah ketika ada bencana. Memori yang menurutnya dulu sedih, ternyata ketika dilihat lagi lewat clip yang ada di lentera itu, terasa manis.

     Kisah kedua, berasal dari seorang Yakuza yang merasa bahwa hidupnya selama ini adalah "bencana", karena dia selalu melakukan banyak kejahatan. Awalnya, dia enggan ketika diminta untuk memilih foto, karena dia sudah yakin, tidak ada foto bagus tentang dia. Tak disangka ketika dia dipaksa memilih foto, dia menemukan bahwa dirinya pernah melakukan hal baik. Sejujurnya, ini cerita yang paling aku suka karena si Yakuza ini apa adanya :'). Apalagi ketika melihat hubungannya dengan si "tikus" kesayangannya.

     Kisah ketiga berasal dari seorang anak kecil yang selama hidupnya penuh penderitaan. Nah, di sini ada beberapa kejutan yang bikin beda dari 2 kisah sebelumnya. Aku gabisa ngasih tau, soalnya takut spoiler :'). Intinya, kisah ini juga ada hubungannya dengan alasan Hirasaka selaku penjaga foto studio kehilangan memorinya.

     Sekarang waktunya review

     Buku ini ngingetin aku dengan Hotel De Luna, drama Korea tentang hotel tempat orang meninggal mampir untuk istirahat, sebelum melanjutkan perjalanan ke alam baka. Selain itu, cara berceritanya ngingetin dengan Funiculi Funicula Series, seperti pesan hidup dan kesan hangatnya.

     Salah satu kutipan yang aku inget adalah dari Yakuza, yang intinya: hidup kita adalah produk dari pilihan yang diambil. Jadi, kenapa harus nyesel kalau sebelumnya kita pilih itu? Toh semuanya nggak bisa kembali.

     Di situ, diperlihatkan scene kehidupannya yang menjadikannya seorang Yakuza. Mungkin memang dia sedih kenapa dia berakhir menjadi Yakuza, tapi dia tidak menyesali tindakan yang dilakukan di "sekitar sungai" ketika dia masih muda dulu.

     Di akhir hidupnya, dia menyadari bahwa dirinya penjahat yang jelas akan masuk neraka. Padahal selama hidupnya, dia memberikan harapan kepada seorang "tikus" yang punya sifat aneh. Dengan kata lain, dia rendah hati dengan tidak menyadari perbuatan baiknya selama hidup. Justru di sini bikin aku mikir, kalau definisi rendah hati akan kebaikan itu yang menilai adalah orang lain, bukan diri sendiri. Mana ada orang yang rendah hati tapi mengaku rendah hati? Jatuhnya sombong karena rendah hati nggak sih?

     Terkait teknis penulisan, menurutku banyak banget typo mengingat ini masih ARC alias belum diedit full. Lalu yang bikin aku agak bingung adalah perubahan sudut pandang antara Hirasaka dan tamu-tamunya, nggak ada keterangannyaaaa -_-. Jadi aku di awal sempet bingung, "lah, kok Hirasakan mikir gini?", oh ternyata udah ganti sudut pandang ke tokoh lain.

     Menurutku, buku ini lumayan potensial untuk hype di kalangan pembaca sebagaimana Before the Coffee Gets Cold, atau Morisaki Bookshop. Soalnya, selain konsep ceritanya yang agak baru, buku ini ngasih kesan heart-warming dan bikin kita semakin menghargai kehidupan yang diberikan Allah. Jadi, gunakanlah sebaik mungkin.

     Sekian Review Buku The Lantern of Lost Memories dari Sanaka Hiiragi, terima kasih buat yang udah baca. Dan sebagai pecinta literatur Jepang, tunggu ulasan buku Jepang lain yang akan aku tulis ya! I have a lotttttttt of to be reads about Japanese Literature :D! 

Minggu, 11 Agustus 2024

Review Buku: The Kamogawa Food Detectives dari Hisashi Kashiwai


      Hai semuaa, udah lama banget nggak nulis di blog ini karena dilema ada perubahan nama domain. Ditambah, aku beberapa bulan terakhir mengalami reading slump jadi nggak punya topik untuk ditulis di sini. Nah, baru-baru ini aku habis baca novel Japan Literature yang super ringan dan bantu ngatasin reading slump-ku, judulnya The Kamogawa Food Detectives dari Hisashi Kashiwai. Judulnya menarik nggak sih? Kayak, "apaan nih 'Food Detectives' ini?" Buat yang pengen tau, bisa baca tulisan ini sampai selesai!

Sinopsis Buku

     Memori boleh hilang, tapi kenangan terhadap cita rasa makanan pasti akan tertinggal. Buat kalian yang sekarang udah beranjak dewasa, pasti ada salah satu makanan yang bikin kalian nostalgia dengan masa kecil. Semisal, makanan yang dimakan di suatu restoran bersama keluarga, atau jajanan masa SD. Nah, saat ini kalian pengen banget makan makanan tersebut, sayangnya beda tangan yang memasak, bisa beda hasil.

     The Kamogawa Food Detectives dari Hisashi Kashiwai berkisah tentang seorang mantan detektif kepolisian bernama Kamogawa yang membuka "restoran misterius", nah di restoran ini mereka tidak menyediakan menu secara pasti, karena setiap harinya menu akan berubah. Tapi yang menarik, Kamogawa membuka jasa "menemukan makanan yang dimakan customer di masa lalu". Maksudnya gimana nih?

     Sebenarnya di sini ada banyak cerita, tapi aku mau ambil salah satu kisah yang menurutku menarik, yakni kisah tentang seorang perempuan yang ingin merasakan Tonkatsu buatan mantan suaminya. Di sini dia meminta Kamogawa untuk re-create makanan tersebut, tapi sebagai awalan, si perempuan akan diwawancara terkait asal usul mantan suami, pekerjaan dan semacamnya. Tujuannya untuk mencari tahu kebiasaan serta bahan makanan yang kemungkinan digunakan oleh si mantan suami. Nah, setelah wawancara, Kamogawa akan traveling ke berbagai tempat untuk riset terkait makanan yang digunakan.

     Setelah melakukan riset dan semacamnya, Kamogawa akan praktik dan eksperimen beberapa jenis makanan, dalam ini Tonkatsu. Jadi hasil yang rasanya paling pas, akan disuguhkan ke customer untuk dinilai. Jujur, pas bagian "penilaian makanan" tuh lumayan bikin deg-degan, soalnya ikutan takut kalau nggak sesuai sama ingatan customer. Tapi karena cerita ini gampang ditebak, jadi pasti setiap ending-nya bakal berakhir baik.

Opini terhadap buku

     Buku ini punya alur yang datar banget ya, jadi buat pecinta alur dinamik yang penuh kejutan bakal ngerasa buku ini membosankan. Tapi, karena aku tipe pembaca santai yang nyarinya bacaan ringan, aku suka dengan buku ini, apalagi sebelum baca ini aku lagi reading slump. Ceritanya gampang ditebak dan selalu memuaskan ya, pokok tipe yang heart-warming lah.

     Latar ceritanya ada di Kyoto, tepatnya di Higashiyama, dan deskripsi latarnya lumayan detail, jadi bisa bayangin gimana lingkungan di Kyoto, apalagi aku suka bgttttttt sama kota Kyoto (bring me there ya Allah!!!).

     Yang paling aku suka adalah deskripsi makanan yang dimasak Kamogawa. Detail banget sampai aku bisa membayangkan rasa aslinya seperti apa, (setiap habis baca tiap bagian cerita pasti ikutan lapar). Di sini juga nambah wawasanku tentang makanan Jepang pada umumnya, kayak cara membuat suatu kaldu sup, cara mengolah bumbu-bumbu yang ada, dan cara penyajiannya.

     Konsep ceritanya juga menarik, yakni misi penemuan resep makanan yang dimakan di masa lalu. Walaupun agak too good to be true, tapi ya masih bisa diterima lah. Hehehe.

     Nggak banyak sih yang bisa aku sampaikan terkait buku ini, karena memang lumayan monoton ceritanya. Jadi, demikian review buku The Kamogawa Food Detectives dari Hisashi Kashiwai, dan terima kasih buat yang sudah baca.

Selasa, 21 Mei 2024

Review Buku: Girls dari Minato Kanae



     Minato Kanae memang penulis yang terkenal dengan gaya berceritanya, di mana beliau selalu menyelipkan iyamisu, yakni selipan tentang sisi tergelap manusia. Kali ini, aku ingin menulis review bukunya yang berjudul Girls, dan ini adalah buku ke-empatnya yang pernah aku baca.

     Buku ini berkisah tentang dua perempuan SMA bernama Yuki dan Atsuko, yang merupakan sepasang "sahabat" dengan hubungan yang cukup unik. Keduanya punya karakter yang cukup berbeda, di mana Yuki cenderung dingin, cuek dan "lempeng", sementara Atsuko bisa dibilang adalah orang yang sering kita sebut sebagai people pleaser, karena dia sangat mempedulikan opini orang lain tentangnya.

     Suatu ketika, datanglah seorang siswi baru dari SMA favorit bernama Shiori. Tentu cukup aneh ada siswi SMA favorit yang pindah ke SMA biasa. Kebetulan, Yuki dan Atsuko sering menemani Shiori makan bersama di kantin, sehingga rasa penasaran mereka pun langsung ditanyakan ke sumbernya. Ternyata, salah satu alasan Shiori pindah ke SMA biasa ini adalah karena telah menyaksikan seseorang bunuh diri. Dan anehnya, Yuki dan Atsuko malah jadi terinspirasi untuk menyaksikan seseorang "sakaratul maut", supaya mereka bisa menandingi Shiori. Apa yang Yuki dan Atsuko lakukan untuk memenuhi keinginannya?

Review Buku Girls dari Minato Kanae

     Pertama, aku ingin mengulas tentang konsep dan alur bukunya. Buku ini ditulis dari berbagai sudut pandang yang nggak dituliskan di setiap perpindahannya, jadi harus mengira-ngira sendiri, "ini sudut pandang tokoh mana ya?". Untuk membedakannya, kita bisa melihat dari kebiasaan setiap tokoh, misalnya: lokasi yang sering didatangi tokoh di mana? Hubungan tokoh dengan keluarganya gimana? Atau, siapa saja yang ditemui tokoh di dalam buku itu? Awalnya, aku agak bingung juga, tapi lama-kelamaan jadi terbiasa.

     Untuk tema cerita, bisa dibilang ini psychological thriller, karena sedikit banyak mengungkap isi pikiran dan tingkah laku manusia yang sebelumnya dipengaruhi oleh latar belakang lingkungannya. Seperti biasa, sebagian besar buku Minato Kanae pasti membahas tentang isi pikiran tergelap manusia, meskipun belum tentu dilakukan juga sih. Ya kayak manusia pada umumnya, pasti sesekali punya intrusive thoughts, di buku ini para tokohnya juga bersikap demikian. Dan karena fokus buku ini adalah tentang "kematian", isi pikiran Yuki dan Atsuko ya tidak jauh dari hal tersebut. Seperti, membayangkan kondisi seseorang yang bunuh diri, atau membayangkan dirinya membuat seseorang kehilangan nyawa, dan semacamnya.

     Terkait penokohan, aku mau fokus di 2 tokoh utama, yakni Yuki dan Atsuko. Yuki dan Atsuko ini adalah sepasang teman dekat dari kecil karena keduanya sama-sama mengikuti kendo. Meskipun sekilas keduanya terlihat dingin dan cuek satu sama lain, sebenarnya mereka saling memikirkan kebaikan satu sama lain. Yaa, walaupun sedikit banyak ada namanya "persaingan" sesama perempuan, tapi ya bukan yang parah banget. Mereka memang teman dekat, tapi karakter keduanya lumayan berbeda.

     Yuki digambarkan sebagai sosok yang dingin, cuek, tanpa ekspresi dan gaya bicara yang ketus. Hal ini dipengaruhi dengan latar belakang keluarganya yang menurutku agak menyebalkan, di mana Yuki terbiasa menyembunyikan emosi di hadapan mereka. Bahkan ada suatu "insiden" yang mencelakakan Yuki, tapi keluarganya malah balik menyalahkan. Alhasil, hal ini mendorong Yuki untuk rajin belajar agar bisa segera keluar dari rumah ketika kuliah nanti.

     Sementara Atsuko adalah tipe yang lebih mudah membaur dengan orang lain, meskipun dia adalah people pleaser. Atsuko selalu memikirkan opini orang lain tentangnya, di mana hal ini menyebabkan dia berhenti melakukan hal yang disukainya (dan jago). Keluarganya sebenarnya bisa dibilang suportif, tapi entah kenapa, Atsuko jarang mendengarkan opini dan dukungan mereka.

     Karena perbedaan sifat ini, Yuki ingin memberikan "pelajaran penting" kepada Atsuko, begitu juga dengan Atsuko, yang ingin membuktikan kepada Yuki bahwa dia bukan orang lemah. Lucu sih persahabatan mereka, sebenarnya baik-baik saja, tapi karena sering mikir aneh-aneh jadi ngira ada masalah.

     Yang aku suka dari buku ini, meskipun buku ini kelihatannya bahas tentang "kematian", tapi pelajaran yang diberikan tuh banyak banget. Khususnya terkait menjalani kehidupan dengan lebih bermakna. Banyak kutipan-kutipan yang bikin orang bangkit dari keterpurukan dan mensyukuri apa yang dimiliki dalam hidup, misalnya ini:

Tuhan tidak akan meminjamkan talenta tanpa tujuan apa-apa.

 Kutipan ini muncul setelah salah seorang tokoh berhasil memanfaatkan kemampuan yang selama ini berusaha dia sembunyikan, untuk menyelamatkan orang lain. Bisa dibilang, bagian ini mengajak kita merenung, bahwa Allah menciptakan kita tuh karena ada peran penting yang bisa kita lakukan. Jadi, jangan merasa rendah diri hanya karena ucapan orang lain.

     Selain itu, buku ini juga nyinggung isu bullying atau perundungan, di mana dampak dari perundungan ini merusak mental seseorang bahkan sampai ke bunuh diri. Tak hanya itu, buku ini juga menyelipkan beberapa hukum karma, kayak "apa yang kamu lakukan, suatu saat akan berbalik kepadamu". Terkait karma, ada beberapa hal yang beneran bikin aku puas sama hukumannya, soalnya ada beberapa tokoh menyebalkan yang sangat merugikan masa depan orang lain.

     Yang aku kurang suka, buku ini alurnya sangat lambat tapi nggak disertai dengan hal-hal yang bikin "penasaran" atau yang bikin semangat untuk lanjutin. Aku sendiri butuh waktu lama buat selesaiin ini, dan sempet kena reading slump karena bosenin banget. Klimaksnya sendiri baru menarik pas pertengahan mau ke akhir.

     Meskipun biasanya buku Minato Kanae ada plot twist, menurutku di buku ini kayak bisa ditebak kelanjutannya. Terutama buat yang terbiasa baca buku serupa.

Nah, itu tadi Review Buku Girls dari Minato Kanae. Buat yang udah baca, gimana menurut kalian? Oh ya, terima kasih yang udah baca review ini sampai selesai :D.

Rabu, 27 Maret 2024

Review Buku: The Goodbye Cat dari Arikawa Hiro



      Setelah sebelumnya aku dibuat kagum dengan tulisannya yang berjudul The Traveling Cat Chronicles, kali ini aku dibuat heart-warming lewat buku The Goodbye Cat, buku terbaru Arikawa Hiro yang diterjemahkan ke bahasa Inggris.

     Kali ini aku ingin menuliskan pendapatku tentang buku ini, terkesan subjektif sih, tapi semoga bisa ngasih gambaran tentang bukunya terutama buat pecinta kucing sekaligus Japan Literature.

     The Goodbye Cat merupakan buku Arikawa Hiro yang terdiri dari beberapa kisah kucing dan pemiliknya. Baiklah langsung saja, aku akan merangkum kisah tersebut secara singkat biar nggak spoiler, hehehe.

Sinopsis The Goodbye Cat dari Arikawa Hiro

     Kisah pertama berasal dari Keluarga Sakuraba, yang mengadopsi anak kucing bernama Kota ketika sang istri tengah hamil anak keduanya, Hiromi. Karena bisa dibilang "umur" mereka hampir sama, Hiromi sangat dekat dengan Kota sejak dia balita. Suatu hari, Hiromi kecil mulai belajar tentang realita bahwa semua makhluk hidup di bumi akan mati. Alhasil dia merasa takut apabila Kota juga akan mati suatu hari nanti. Oleh karena itu, keduanya tumbuh saling menikmati waktu bersama, sehingga apabila salah satu di antara mereka ada yang mati, tidak akan tumbuh penyesalan.

     Kisah kedua berasal dari keluarga Kaori dan Keisuke yang mempunyai bayi perempuan bernama Shiori. Keisuke adalah suami yang clumsy atau gampang kikuk ketika harus berhadapan dengan kehidupan rumah tangga. Hal ini yang membuat Kaori kesal dan malas mengharapkan bantuan Keisuke untuk mengurus bayi. Suatu ketika, Keisuke menemukan bayi kucing berwana oren, yang kemudian dia rawat sehati-hati mungkin. Tak disangka, datangnya kucing oren di keluarga mereka malah memberikan sebuah perubahan besar di kehidupan rumah tangga Kaori dan Keisuke.

     Kisah ketiga berasal dari kisah seorang ayah yang menurutku sifatnya agak menyebalkan, karena dia seolah nggak peduli dengan apapun kecuali dirinya. Suatu hari dia menemukan kucing betina dan memberikannya ke istri untuk dipelihara. Si ayah ini sebenarnya nggak terlalu suka kucing, bahkan selalu menendang ketika si kucing ini mendekat. Tapi ternyata kucing ini tetap setia dengan si ayah.

     Kisah keempat berasal dari kisah seorang anak yang baru ditinggal ibunya meninggal, lalu tak lama ayahnya menikah lagi dengan perempuan bernama Haruko. Meskipun Haruko adalah perempuan baik yang memperlakukan si anak dengan baik juga, si anak masih belum siap memanggilnya degan sebutan "Ibu". Suatu hari, ayahnya mengajak mereka untuk liburan di Cat Island, dan dari sinilah kehidupan mereka mulai berubah.

     Kisah kelima berasal seorang owner kucing yang sering diganggu kucingnya tiap malam waktu tidur. Bukannya kesal, malah si owner semakin gemas dengan kelakuan kucingnya. Untuk cerita ini, lebih ke cerita sehari-hari aja sih.

     Kisah kelima dan keenam, bisa dibilang adalah versi pendek dari The Chronicles of Traveling Cat. Jadi, untuk lebih jelasnya, bisa baca postinganku di tulisan terkait :D.

Baca juga: Review Buku The Chronicles of Traveling Cat dari Arikawa Hiro


Review Buku The Goodbye Cat dari Arikawa Hiro

     Sumpah ya, cara Arikawa Hiro dalam gambarin interaksi kucing dan manusia tuh indah bgt! Sebagai pembaca, kita bisa ngerasain sudut pandang tokoh di cerita yang perasaannya macam-macam, mulai gemes karena tingkah laku kucing, sedih karena kucing liar yang harus rebutan makanan, atau kesal kalau si kucing mulai bikin "bencana" di rumah.

     Selain itu, ada beberapa cerita di sini yang ngasih sudut pandang kucing terhadap manusia. Jadi kita bisa diajak berkhayal, kira-kira kalau kita ngelakuin A, si kucing bakal mikir apa ya? (walaupun kucing katanya nggak bisa mikir ya ges ya).

     Buku ini juga ngajak kita buat melihat "life-cycle" makhluk hidup, dalam hal ini kucing dan manusia. Misalnya di cerita pertama, kita akan melihat gimana perkembangan kucing yang diadopsi saat bayi, hingga dia menua bersama pemiliknya. Dan juga tentang realita bahwa makhluk hidup akan mati pada waktunya. Di saat ada kelahiran, di situ juga ada kematian.

     Sebagaimana buku-buku Arikawa Hiro yang sebelumnya aku baca, buku ini juga emosional banget (setidaknya buatku). Di sini beneran digambarin, gimana manusia dan kucing itu bisa saling terikat satu sama lain. Dan ketika salah satunya pergi, yang ditinggal bakal ngerasa sedih yang mendalam. Nggak cuma sedih-sedihan sih, tapi ada sisi menggemaskannya, apalagi kita di sini membahas tentang kelakuan kucing.

     Dan lagi, ketika penulis mulai bahas topik-topik serius seperti kematian, masalah keluarga atau penyakit, ada sentuhan sedikit humor yang bikin kita nggak terlalu tegang dengan ceritanya. Jadi bisa bikin mengalir aja pas baca.

     Intinya, kalau kamu adalah pecinta kucing, wajib sih baca ini! Banget, banget banget deh pokoknya. Apalagi kalau suka tipe cerita yang heart-warming, pasti bakal ngerasa tersentuh dengan cerita-ceritanya.

     Demikian Review Buku The Goodbye Cat dari Arikawa Hiro, terima kasih buat yang udah baca!

Kamis, 29 Februari 2024

Review Buku: The Door to Door Bookstore dari Carsten Henn


      Pecinta buku heartwarming merapat!! Kali ini, aku mau review buku yang sangat hype di kalangan bookstagram, soalnya banyak yang bilang, novel  ini ngasih rekomendasi bacaan kepada pembacanya. Judul bukunya adalah, The Door to Door Bookstore dari Carsten Henn. Seperti apa sih bukunya?

     The Door to Door Bookstore dari Carsten Henn berkisah tentang seorang kakek tua bernama Carl Kollhoff yang mengantarkan pesanan buku ke para pelanggannya sepulang dia berjaga di sebuah toko buku. Di sebuah perjalanannya mengantar buku-buku tersebut, datang sorang gadis berusia 9 tahun yang suka mengikuti Carl ke manapun dia mengantar bukunya. Awalnya Carl merasa risih, akan tetapi karena si gadis kecil ini tidak menganggunya, Carl hanya membiarkannya aja.

     Karena kebanyakan pelanggan yang bukunya diantar oleh Carl sudah sering menggunakan jasa Carl, mereka jadi semakin akrab dan lama kelamaan merasa seperti terikat satu sama lain. Sebab tak hanya mengantar, tapi Carl juga ngasih rekomendasi buku kepada mereka yang bingung mau baca apa. Sehingga secara nggak langsung, mereka adalah "teman".

     Suatu hari, toko buku tempat Carl bekerja memecat Carl, lantaran pemiliknya telah meninggal dan toko tersebut diambil alih oleh penerusnya. Apa yang akan dilakukan Carl selanjutnya? Bagaimana dia bisa bertemu pelanggan-pelanggannya kalau sudah tidak bekerja? Bagaimana nasib gadis 9 tahun yang selalu mengikuti Carl mengantar buku?

     Tokoh Carl di sini digambarkan sebagai sosok yang judes tapi sebenarnya sensitif dengan orang sekitarnya. Jauh di lubuk hatinya dia sangat peduli dengan keberadaan orang sekitarnya, khususnya si gadis 9 tahun dan pelanggan-pelanggannya.

     Yang aku suka dari buku ini adalah beberapa rekomendasi buku yang menurutku bisa ngasih tambahan referensi kepada pembaca tentang buku-buku klasik, bisa dibilang bantu nge-hype-in buku klasik yang hampir ditelan zaman, mengingat banyaknya tulisan kontemporer yang mungkin lebih sesuai dengan kondisi saat ini.

     Selain itu, buku ini punya pesan yang cukup dalam terkait literasi dan kehidupan. Kayak, "buku adalah penyelamat ketika hidup tidak baik-baik saja". Atau "buku bisa menciptakan persahabatan antar manusia". Bisa dilihat di kisah beberapa pelanggannya yang, hmmm gimana ya, pokok ada yang menyedihkan lah. Dan di situlah ternyata buku yang selama ini mampu membuatnya waras.

     Untuk konflik baru ditemui di sepertiga akhir bukunya, yang lumayan bikin nyesek tapi masih bisa ditebak. Dan lagi-lagi, penyelesaian konfliknya nggak jauh dari buku :D. Secara umum, buku ini ngasih kesan cozy dan heart-warming sih. Aku suka, tapi bukan yang suka banget.

     Buat kamu yang suka bacaan santai dan heart warming, pasti bakal suka buku ini. Soalnya ya emang beneran heart-warming dan bikin kita jatuh cinta dengan buku berkali-kali. Hehehe.

     Tapi kalau kamu kurang suka buku yang slow paced, mungkin bakal bosan dengan buku ini. Soalnya alurnya lumayan datar dan konfliknya masih bisa ditebak endingnya.

     Nah, itu tadi review buku The Door to Door Bookstore dari Carsten Henn. Terima kasih buat yang udah baca :D.

Minggu, 04 Februari 2024

Review Buku: Final Curtain dari Keigo Higashino



     Bisa dibilang, Keigo Higashino tuh author auto-read. Alias, selama ada buku Keigo yang bisa aku jangkau (ada versi English atau Indonesia yang LEGAL), entah beli atau pinjam di perpustakaan, pasti bakal aku baca. Ya nggak semua sih, tapi hampir semua. Soalnya ada 1 buku Keigo yang aku cuma baca awalnya aja, tapi nggak berani lanjutin, judulnya Naoko.

     Balik lagi ke buku Keigo yang aku baca. Nah, kemarin tuh aku barusan baca buku yang judulnya Final Curtain dari Keigo Higashino. Buku ini beneran bikin aku kangen masa-masa awal baca buku Keigo. Soalnya, buku ini berhasil ngasih aku kesan "hah, plot twistnya gini". Jujur ya, karena udah kebiasa baca buku Keigo, aku jadi tau pola-pola yang bakal terjadi di ceritanya. Tapi buku ini tuh mirip Kesetiaan Mr. X, yang bikin aku susah move on buat baca buku lainnya. Kenapa bisa demikian? Ayo baca reviewku sampai selesai :P. Khususnya buat pecinta Keigo Higashino-sensei.

Sinopsis Final Curtain dari Keigo Higashino

     Seorang mayat perempuan ditemukan di sebuah apartemen sekitar 10 tahun lalu. Dan ternyata, mayat perempuan ini adalah ibu Detektif Kaga. Mantan bos tempat ibu Detektif Kaga pun mengirim surat ke Kaga, mengingat sang ibu telah lama hidup seorang diri di apartemen itu. Si bos sendiri mendapatkan alamat Kaga dari salah seorang bernama Watanabe, pria yang diduga punya hubungan romantis dengan ibu Kaga. Lah, kok bisa Watanabe tau alamat Kaga? Padahal Kaga dan ibunya sama sekali tidak pernah berkomunikasi lewat jalur apapun, dan Kaga sendiri sering berpindah tempat tinggal.

     Seperti de javu, seorang mayat perempuan bernama Michiko ditemukan baru-baru ini di sebuah apartemen. Perbedaannya, kalau ibu Kaga dulu meninggal karena penyakit, si mayat perempuan ini meninggal karena dibunuh. Di saat yang bersamaan, seorang mayat pria juga ditemukan terbakar di sebuah pemukiman kumuh. Apakah ini ada hubungannya? Apakah pembunuh adalah orang yang sama?

     Pelaku masih misterius, tapi yang menjadi terduga saat ini adalah perempuan bernama Hiromi yakni seorang produser teatrikal. Dia sendiri menjadi terdakwa karena satu-satunya motif korban pergi ke Tokyo adalah untuk menemui Hiromi. Seperti apa penyelidikan polisi hingga akhirnya bisa menemukan satu kesimpulan. Dan apa hubungannya kejadian pembunuhan saat ini dengan ibu Kaga 10 tahun silam?

Kesan Saat Membaca Buku

     Buku ini dibuka dengan sudut pandang Yasuyo, seorang pemilik bar yang merupakan mantan bos ibu detektif Kaga berpuluh tahun silam. Awalnya aku ngira, buku ini bakal mengungkap misteri kematian ibu Kaga, soalnya dari situ sudah ada misteri yang menurutku aneh. Eh, pas masuk ke bagian korban kedua, aku baru ngeh kalau fokus kasusnya adalah Michiko.

     Buku ini ngingetin aku dengan Kesetiaan Mr. X. Mulai dari motif, cara pembunuhan serta cara mengaburkan bukti cukup mirip, walaupun nggak yang plek sama.

     Sebagaimana detektif Kaga di buku lain, kita akan diajak menelusuri masa lalu korban dan tersangka sampai mendetail. Cukup kaget pas tau masa lalu Hiromi, lumayan banyak plot twistnya. Aku sangat menyarankan pembaca baru Keigo untuk mulai baca ini, pasti bakal nagih!

     Ada unsur emosional yang bikin aku agak gimana gitu, soalnya ada bagian yang menceritakan tentang perselingkuhan. Dan itu ngeselin banget, pengen tak tendang kepalanya.

     Ending-nya sudah pasti plot twist ya, walaupun beberapa hal ada yang ketebak di awal, tapi buku Keigo kalau nggak ada kejutannya, rasanya aneh banget nggak sih? Di buku ini, kejutannya bikin aku terkesima, karena bisa rapi banget Keigo nyusun skenarionya, supaya bisa sampai di kesimpulan itu.

     Nah, demikian review buku Final Curtain dari Keigo Higashino. Lagi nunggu review buku apa lagi nih?

     Terima kasih buat yang udah baca!

Kamis, 28 Desember 2023

Review Buku: Pembunuhan di Rumah Miring dari Soji Shimada


Masyarakat punya peraturan. Mereka bilang kita semua setara, tapi tetap saja ada status sosial. Kita bisa saja melawannya sekuat tenaga, tapi tak ada yang bisa kita lakukan untuk mengubahnya.

      Pembunuhan di tempat tertutup emang sering jadi salah satu topik menarik di novel misteri. Pasalnya, berbagai dugaan yang kadang tak terfikirkan seringkali muncul. Entah, pembunuhan menggunakan gas beracun lah, atau pelaku yang lewat jalur rahasia.

     Pembunuhan di Rumah Miring dari Soji Shimada adalah salah satunya. Buku ini tergolong misteri klasik, yang fokus pada pencarian pelaku. Letak pembunuhannya pun di sebuah mansion miring yang berbentuk seperti labirin, milik seorang konglomerat Jepang. Cukup menarik perhatian, bagi pecinta teka-teki.

Sinopsis Buku

Orang kaya punya hobi mereka, sementara kita orang biasa berjuang bertahan hidup. Begitulah dunia ini. Abaikan saja dia.

     Kozaburo Hamamoto adalah seorang konglomerat pemilik Mansion Gunung Es di Hokkaido yang menghadap ke Laut Okhotsk. Dengan bangunan yang miring serta memiliki tata ruang seperti labirin, cukup membuat orang lain memandangnya iseng dan aneh. Suatu ketika, ia mengundang beberapa orang penting untuk menghadiri acara Natal. Adapun beberapa tamunya adalah sebagai berikut:

  •  Kikuoka, Direktur Kikuoka Bearings
  •  Kumi Aikura, Kekasih gelap Kikuoka
  •  Kazuya Ueda, Sopir Kikuoka
  •  Michio Kanai, Eksekutif di Kikuoka Bearings
  •  Hatsue Kanai, Istri Michio
  •  Sasaki, Mahasiswa kedokteran
  •  Togai, Mahasiswa Universitas Tokyo
  •  Yoshihiko Hamamoto, kerabat Kozaburo Hamamoto

     Sayangnya, di tengah kemegahan pesta itu, keesokan harinya ditemukan salah satu dari mereka tewas terbunuh di dalam kamar. Anehnya, posisi tubuhnya dalam kondisi seperti berdansa dan terikat dengan ranjang. Ditambah, kondisi kamarnya dalam keadaan terkunci. Lantas, siapa pelakunya? Bagaimana dia bisa masuk?

     Di pagi berikutnya, salah satu tamu lain pun ditemukan tewas terbunuh di kamarnya juga. Masalahnya, kondisi korban juga sama, dia tertusuk di bagian punggung dan berada di ruangan tertutup tanpa ada tanda seseorang masuk di kamarnya. Pintu terkunci dari dalam, dan hanya ada ventilasi berukuran 20 cm x 20 cm yang menjadi lubang udara. Bagaimana korban kedua bisa terbunuh?

     Karena Detektif yang dipanggil untuk menyelidiki kasus merasa kesulitan, akhirnya mereka mendatangkan Kiyoshi Mitarai, seorang detektif yang mengaku sebagai peramal nasib dan cenayang. Bagaimana Mitarai menyelesaikan kasus ini dengan clue yang ada?

Kesan terhadap Buku

Hidup memang berat kalau kita hanya pegawai rendahan.

     Sepertinya, ini adalah salah satu Sastra Klasik Jepang. Maksudnya, buku ini ditulis di tahun sebelum 2000-an, karena dari gaya bahasanya, seperti cenderung mengarah ke sana.

     Konsep ceritanya ngingetin dengan Agatha Christie yang berjudul And Then There Were None. Di mana, pembunuhan di ruangan tertutup yang korban dan pelakunya berada di tempat yang sama. Atau mungkin, buat yang pernah nonton Black Butler episode di mana Sebastian "terbunuh". Kira-kira latarnya seperti itu.

     Nah, karena konsep rumah tempat kejadian ini adalah rumah miring, maka sebelum memasuki ke "pembunuhan", kita akan disuguhi dengan penjabaran tata letak ruang. Jadi buat yang nggak sabaran, bakal ngerasa lama dan bosenin.

     Lalu, ketika pembunuhan terjadi, kita akan diberi beberapa kejadian yang mampu mengaburkan tebakan kita. Jadi kalau pengen nebak siapa pelakunya, harus bener-bener jeli dengan "clue" utamanya.

     Tokoh kesukaanku di sini adalah Sasaki. Dia digambarkan sebagai pemuda cerdas, yang kritis dalam menganalisa kejadian. Setiap ada kejadian pembunuhan, dia selalu berusaha mengubah sudut pandang tentang bagaimana si pembunuh melakukan aksinya. Walaupun agak sombong, tapi dia sangat membantu walaupun para detektif sering meremehkan analisanya.

     Di akhir cerita, Mitarai selaku detektif cenayang, akan ngajak kita "bermain-main" dulu. Bahkan sempat bikin aku "deg", gara-gara salah satu orang harus menjadi "korban" demi keberhasilan strategi dia dalam mengungkap kasus ini. Setelah terungkap, baru deh muncul flashback pelaku, yang kemudian menjadi motif pembunuhan ini.

     Sekian ulasan buku Pembunuhan di Rumah Miring dari Soji Shimada. Terima kasih buat yang udah baca, dan semoga bermanfaat!

Kamis, 07 Desember 2023

Review Buku: Putri Kedua dari Chan Ho-Kei

Buku Putri Kedua (Second Sister) dari Chan Ho-Kei


      Internet memang seringkali membantu kita dalam beberapa hal, seperti mencari materi untuk belajar gratis, memperoleh informasi terbaru, atau mungkin hanya untuk sekadar hiburan. Sayangnya, dengan meningkatnya jenis media sosial di internet, juga diikuti dengan kejahatan dunia maya, di mana pelaku seringkali bersembunyi di balik anonimitas.

     Novel Putri Kedua atau Second Sister dari Chan Ho-Kei memberikan potret sadisnya kejahatan di dunia maya, serta dampaknya pada penggunanya. Lewat peristiwa tewasnya Siu-man akibat menjadi sasaran cyber bullying, novel ini akan memberikan banyak pelajaran tentang pro dan kontra dunia maya, dalam kehidupan sehari-hari.

Sinopsis Buku Putri Kedua

     Sepulang kerja, Nga-ye dikejutkan dengan peristiwa bunuh diri adiknya, Siu-man, yang terjun dari lantai 20. Kejadian ini tentu saja membuatnya sangat terpukul, mengingat Siu-man adalah satu-satunya anggota keluarganya yang tersisa, setelah ibu dan ayahnya meninggal. Setelah melakukan penyelidikan singkat, Nga-ye menemukan fakta bahwa adiknya menjadi korban pelecehan dan cyber-bullying di dunia maya. Dengan dendam yang membara, Nga-ye ingin mencari tahu siapa dalang dibalik akun kidkit727, yang diduga menjadi penyebab kematian adiknya. Akan tetapi, keterbatasannya dalam dunia teknologi cukup menghambat, hingga akhirnya salah satu detektif yang dibayarnya menyarankan Nga-ye untuk pergi menemui N, seorang peretas ulung yang terkenal di kalangan detektif.

     Awal pertemuan Nga-ye dengan N tidak berkesan baik, akan tetapi, dengan kegigihan Nga-ye, akhirnya N bersedia membantunya, tentu dengan biaya yang sangat besar. Penyelidikan pun dilakukan dengan mempersempit ruang lingkup, yakni teman sekolah Siu-man. Semakin diselidiki, ternyata kasus ini tidak sesepele "bully anak SMP", mengingat kasus ini juga berkaitan dengan pelecehan seksual. Apakah Siu-man benar-benar tewas karena cyber bullying? Siapa pelaku utama dari kejadian ini? Dan apa pemicu utamanya? Dalam novel berjumlah 600 halaman lebih ini, kita akan disuguhkan dengan berbagai fenomena plot-twist berlapis, serta wawasan baru terkait dunia cyber.

Review Buku Putri Kedua dari Chan Ho-Kei

     Buku ini emang udah hype banget dari tahun 2021, bahkan kalau antri di perpustakaan digital tuh lama, mengingat dapetnya susah juga. Dan setelah baca buku ini, aku langsung mikir: "pantes banyak yang minat, bukunya emang bagus dan penuh wawasan baru".

     Dibuka dengan adegan bunuh diri yang kemudian mengarah ke "status" seseorang yang diduga menjadi pemicu Siu-Man. Kemudian dilanjutkan dengan petualangan Nga-Ye dan N dalam mengutak-atik dunia cyber, demi menemukan siapa dalang dibalik penulis status itu.

     Dalam proses penelusuran ini pun, kita disuguhi dengan berbagai wawasan terkait dunia Informatika, seperti: bagaimana proses penyadapan terjadi? bagaimana melacak seseorang lewat IP? hingga bahaya apa saja yang ditimbulkan dari internet. N di sini memberikan sudut pandang ke pembaca tentang seperti apa "penjahat cyber" maupun "pahlawan cyber", mengingat dalam pemecahan kasus ini, N sempat melakukan tindakan yang menurutku illegal, yakni merekam isi komputer seseorang. Walaupun tujuannya baik, tapi kalau disalahgunakan, bisa bahaya banget.

     Kalau dilihat dari topiknya yang menurutku "berat", apalagi aku termasuk awam di bidang cyber, menurutku Chan Ho-Kei menyajikannya dengan apik dan berusaha menjelaskan dengan bahasa yang sangat ringan. Apalagi di sini ada tokoh Nga-Ye yang bener-bener gagap teknologi, jadi hampir di setiap tindakan N, kita bakal berasa dijelasin pelan-pelan. Walaupun selepas baca bukunya, aku udah lupa detail-detail teknik peretasan dan sebagainya.

     Penulis sangat cerdas dalam merangkai cerita, sebab 600 halaman ini menurutku sangat nagih. Setiap lembar dan bab, kita akan disuguhkan fakta baru yang bakal membuat kita ragu dengan dugaan kita sebelumnya. Misal, fix, pelakunya si A. Eh, pas masuk bab baru, tiba-tiba dikasih fakta lain yang merujuk ke orang lain.

     Strategi N di sini menurutku juga luar biasa sih, bener-bener detail dan niat banget. Penulis sungguh kreatif dalam menggabungkan beberapa tindakan di luar nalar si N, demi menangkap sang pelaku asli.

     Untuk Nga-ye, sebenarnya dia tuh baik, tapi kadang ngeselin juga. Terlalu keras kepala dan mengedepankan emosi, sampai-sampai N sering ngatain dia. Tapi ya wajar sih, namanya juga kehilangan adik, pasti sedih banget. Apalagi dia merasa bersalah juga karena selama ini nggak pernah mengenal adiknya lebih jauh. Jadi dia menyesal dan ingin melampiaskan penyesalannya ke orang lain.

     Ending-nya plot twist (atau sebenarnya di setiap bab udah plot twist duluan?), karena ternyata apa yang diduga di awal berbeda jauh. Kalian harus baca sih, supaya tau maksudku apa. Soalnya, di setiap bab itu kan ada bermacam-macam sudut pandang, nah di sini antagonisnya nggak cuma 1 ternyata. Nggak berani jelasin lebih jauh, karena takut spoiler. Intinya, dalam kasus bunuh diri ada faktor penyebab, terus pemicu 1, dan pemicu 2 yang bikin DUAR.

     Demikian Review Putri Kedua dariku, semoga bermanfaat. Terima kasih bagi yang sudah baca!


Kamis, 23 November 2023

Review Buku: She and Her Cat dari Makoto Shinkai dan Naruki Nagakawa


      She and Her Cat dari Makoto Shinkai dan Naruki Nagakawa merupakan salah satu Japan Literature yang membahas tentang hubungan kucing dan manusia. Sebagaimana yang kita tahu, kucing merupakan salah satu hewan populer yang dipilih sebagian manusia untuk dijadikan peliharaan. Buku ini memuat pesan kehidupan yang meliputi kepercayaan diri, penyembuhan penyesalan dan keberanian untuk melangkah lebih jauh.

     Lewat empat kisah berbeda dari empat perempuan dan empat kucing, buku ini menyajikan kisah emosional tapi inspiratif, yang mampu memberikan perasaan hangat terhadap pembacanya. Yang tak kalah menarik, buku ini juga ditulis dengan 2 sudut pandang, yakni sudut pandang manusia dan para kucing itu sendiri. Bakal seperti apa ya kira-kira? Mengingat kucing yang kita kenal saat ini seringkali bertindak secara insting.

     Dengan latar cerita di sebuah kota di Jepang, She and Her Cat akan mengajak kita menyelami berbagai emosi manusia yang kadang sulit ditebak. Para kucing di sini pun akan menunjukkan "perannya", terhadap keberadaannya bersama manusia. Meskipun empat kisah ini berbeda, kita akan melihat adanya hubungan dari kisah-kisah tersebut. Seperti apa kisah-kisah mereka? 

Sinopsis Buku She and Her Cat

     Buku ini dibuka dengan kisah seorang perempuan penyendiri yang menemukan seekor kucing berwarna putih di sebuah trotoar. Dia pun membawa pulang kucing tersebut, yang kemudian diberi nama Chobi. Perempuan ini dalam kesehariannya dikenal sebagai orang yang "nggak enakan", sehingga hidupnya dipenuhi pikiran negatif dan menjadikannya tidak bahagia. Chobi yang merasa simpati pun ingin "si perempuan" ini berani mengambil tindakan tegas sehingga dia bisa lebih bahagia. Nah, apa yang akan dilakukan si Chobi?

     Kisah kedua berasal dari seorang seniman lukis yang cukup rebel, tapi sangat berbakat. Meskipun hidupnya berantakan dan dia sendiri cukup keras kepala, si seniman ini seringkali memberi makan kucing liar bernama Mimi. Mimi seringkali masuk ke apartemen si pelukis dan menemaninya membuat suatu karya. Tapi entah mengapa, dia enggan menjadikan Mimi sebagai kucing peliharannya, padahal dia secara tidak langsung sangat peduli dengan Mimi. Apakah alasan si perempuan pelukis ini? 

     Kisah ketiga berasal dari perempuan yang mengalami sedih berkelanjutan akibat perasaan bersalah atas kematian sahabatnya. Dia merasa, dialah penyebab kematian sahabatnya, setelah mengatakan ucapan yang menyakiti. Alhasil, dia selalu mengurung diri di kamar. Ibunya yang prihatin pun membawakannya seekor kucing bernama Cookie, untuk mengurangi kesedihan si perempuan ini. Cookie yang selalu dikurung di kamar bersama si perempuan pun lama-lama tidak betah karena ingin pergi ke dunia luar. Bagaimana cara dia agar bisa keluar bersama perempuan ini?

     Kisah keempat berasal dari seorang perempuan tua yang selama hidupnya dihabiskan untuk "merawat" orang lain, sehingga dia tidak tau tujuan hidupnya seperti apa. Suatu hari, anjing peliharannya mati karena usia, dan di sebelahnya ada kucing yang biasanya menjadi teman anjingnya. Karena terbiasa "merawat" peliharaan, si perempuan tua ini pun akhirnya memutuskan untuk merawat kucing yang bernama Kuro. Bagaimana petualangan Kuro dalam menemani perempuan tua menuju perkembangan karakter yang lebih baik?

Opini terhadap buku

     Buku ini punya kesan yang unik buatku. Soalnya, di awal terasa membosankan, mengingat alur dari kisah pertama hanya sekadar kisah kehidupan sehari-hari. Tapi entah kenapa, tiap mau tutup buku, seperti ada dorongan buat terus baca karena nagih (??). Bingung nggak sih, bosen tapi nagih karena penasaran?

     Dari sekian cerita yang ada di buku ini, aku paling tersentuh dengan kisah Mimi dan Reina di chapter 2. Reina yang merupakan seorang pelukis, enggan memelihara Mimi tapi dia selalu ngasih dia makan. Di satu sisi, Mimi pun tahu diri kalau dia bukan peliharaan Reina, jadi dia nggak berani tidur di sekitar apartemen Reina.

     Nah, di bagian ini, ada sedikit flashback tentang masa lalu Mimi. Dia sejak kecil selalu menjadi yang "tidak dipilih". Ketika dia lahir, saudara-saudaranya banyak yang "ngambil" buat dipelihara. Sementara dia nggak ada yang mau, soalnya dia paling terlihat lemah dan sakit-sakitan.

All my siblings were taken away, but nobody wanted me, and I was dumped just like that. I was the smallest and would often throw up my milk, and I was hard of hearing, so they didn't find me so adorable. I was the weakest of us all.

     Dan ketika dia udah beranjak dewasa, dia seperti kehilangan kepercayaan dirinya. Namun, saat ada manusia yang setidaknya peduli untuk memberinya makan, dia merasa punya ikatan dengan orang itu, dan berusaha menunjukkan bahwa dia kuat, kuat demi Reina yang selalu memberinya makan, padahal dia hanyalah kucing liar.

I wanted to be able to show Reina I could be independent too. (hal. 44)

I wanted to pay her back someday for all the food she gave me. (hal. 46)  

     Bahkan ketika dia akan melahirkan, dia berusaha untuk tetap mandiri, karena enggan menyusahkan Reina dengan suara teriakannya ketika melahirkan. Alhasil dia bersembunyi di suatu tempat, yang justru malah hampir membuatnya celaka. Apakah Mimi akan selamat? Dan bagaimana caranya Reina bisa bertemu dengan Mimi?

     Dari segi narasi, bahasanya sangat mengalir, jadi terasa ringan aja. Nggak butuh mikir untuk memahami lebih dalam. Setiap tokoh perempuan di sini juga manusiawi banget, nggak terlalu lebay dalam menggambarkan kesedihannya, dan nggak terlalu lebay juga dalam penyampaian kelebihan tokohnya. Rasa sedih yang muncul dari masing-masing tokoh itu sering banget kita temui sehari-hari, seperti sedih karena cinta sepihak, atau karena merasa kemampuan sendiri kurang, juga sedih karena penyesalan di masa lalu.

     Selain itu, penggambaran hubungan antara kucing dan manusia itu terkesan natural. Misalnya, Chobi dan Miyu. Miyu menemukan Chobi di pinggir jalan, lalu membawanya pulang. Awal-awal, dia ya memberi makan dan merawat sekadarnya, nggak sampai yang langsung terikat secara emosi. Barulah seiring berjalannya waktu, mereka bisa dekat. Begitu juga dengan kucing dan pemilik lainnya.

     Buku ini cocok ditujukan bagi pecinta kucing, pasti bakal relate dengan kisah-kisahnya. Vibes-nya juga heart-warming, tapi emosional juga. Kalau pernah nonton animasi karya Makoto Shinkai lainnya, pasti paham maksudnya. Pokoknya, ini recommended lah!

     Sekian review buku She and Her Cat dari Makoto Shinkai dan Nagakawa, terima kasih buat yang udah baca!

Rabu, 22 November 2023

Review Buku: Days at the Morisaki Bookshop dari Satoshi Yagisawa



     Quarter life crisis emang merupakan fase hidup yang terasa berat, soalnya di usia segitu, kita akan mengalami perubahan dari fase remaja ke dewasa. Jadi, karena kita harus beradaptasi, otomatis akan timbul perasaan tidak nyaman yang dapat menjadikan kita stres. Sebagaimana yang dialami Takako dalam buku Days at the Morisaki Bookshop karya Satoshi Yagisawa, yang harus menghadapi realita hidup, bahwa tidak semua orang di dunia ini "normal" dan baik.

     Days at the Morisaki Bookshop berkisah tentang Takako, perempuan yang berusia 25 tahun, harus menerima kenyataan bahwa selama ini dia menjadi selingkuhan rekan kantornya. Lelaki yang sempat dianggap menjadi pacar Takako itu pun secara tiba-tiba mengatakan bahwa dia akan menikah dengan pacar aslinya, yang ternyata juga berada di satu kantor dengan mereka. Perasaan Takako tentu saja campur aduk, mulai dari sedih, marah dan merasa bodoh. Demi menjaga kesehatan mental, dia pun memutuskan untuk resign dari kantornya.

     Setelah beberapa hari menghabiskan waktu di apartemennya sebagai "pengangguran", secara tiba-tiba, paman Takako yang bernama Satoru menghubunginya. Dia meminta Takako untuk menempati ruko dari toko buku kecilnya yang berada di sebuah kota kecil. Karena uang tabungan Takako mulai habis, dia pun memutuskan menerima tawaran tersebut. Apakah Takako akan menemukan kebahagiaan baru di sana?

     Di satu sisi, Satoru yang terlihat ceria ternyata juga menyimpan kesedihan tersendiri. Istrinya secara tiba-tiba pergi meninggalkannya tanpa pesan beberapa tahun lalu. Satoru yang sampai sekarang terus mencari jawaban, mengapa istrinya memilih untuk meninggalkannya tanpa sepatah kata? Apa kesalahan dia? Hal ini tentu juga membuat Takako penasaran. Lantas, apakah Takako berhasil menemukan jawaban tersebut demi membantu pamannya?

Opini buku Days at the Morisaki Bookshop

     Japan literature tipe slice of life emang kadang terasa nanggung, makanya pas aku baca ini aku ya nggak mau ekspektasi tinggi. Dan ternyata ya emang nanggung. Entah dari segi penyelesaian konflik, juga dengan penggambaran alurnya.

     Buku ini terbagi menjadi dua bagian, bagian pertama membahas kehidupan Takako yang baru saja patah hati setelah mengetahui kenyataan bahwa dia jadi selingkuhan. Dia yang serba putus asa pun mulai membuka lembaran baru di Toko Buku Morisaki milik pamannya. Awalnya ya aku cukup berharap, di buku ini bakal diberikan penyelesaian tentang masalah Takako secara rinci dan sistematis. Terutama, tentang kisah percintaannya dia. Apalagi dia sempet ragu ketika mantan pacarnya meminta dia kembali.

     Sayangnya, di buku bagian 2, cerita langsung lompat ke kisah hidup Satoru yang ditinggal pergi istrinya tanpa sepatah kata. Aku yang awalnya mikir, fokus buku ini lebih ke pengembangan diri Takako, agak kecewa juga pas bagian 2 malah langsung bahas Satoru sebagai tokoh utama. Padahal masalah pertama dari Takako masih agak gantung.

     Meski demikian, Takako tetap mengalami pengembangan karakter juga kok. Apalagi dia di sekitar toko, dikelilingi orang-orang baik. Hanya saja, bagi sebagian orang yang berharap Takako percintaannya mulus, siap-siap kecewa aja, mengingat kisah percintaannya nggak dijabarkan secara detail. Soalnya genre buku ini bukan romantis, lebih ke slice of life yang fokusnya ke pelajaran hidup.

     Dengan beberapa kekurangan yang aku sebut di atas, bukan berarti buku ini nggak bagus sama sekali. Tentu saja ada beberapa poin menarik yang bikin aku betah buat menyelesaikan buku ini. Di antaranya, gaya bahasa yang ringan dan mengalir. Sebelum baca buku ini, aku sebenarnya sedang reading slump dan males lihat bacaan sama sekali. Ketika aku maksain baca buku ini, di chapter pertama udah dibuat nagih untuk ngikuti kisah si Takako. Dan karena buku ini tipis bgt, nggak sampai 150 halaman, tiba-tiba aku udah selesai aja dalam sekali duduk.

     Poin menarik selanjutnya, adalah penggambaran suasana di toko buku Morisaki yang super bikin iri para pecinta buku. Bayangin aja, kamu ada di sebuah ruangan berisi ratusan buku bagus yang super langka, dan tentu saja aroma buku yang bikin nyaman. Tak hanya itu, di sekitar toko buku Morisaki juga suasananya terasa damai. Orang-orangnya pada ramah khas kota kecil, terus ada cafe juga yang terasa cozy kalau dibayangin. Intinya, suasananya berasa calming dan heart-warming.

     Nah, buat siapa sih buku ini? Kalau kamu adalah orang yang super detail dalam baca buku, aku rasa buku ini nggak cocok sama kamu. Karena semuanya serba nanggung. Apalagi penyelesaiannya nanggung dan gantung. Tapi, kalau kamu orang yang lagi reading slump atau bukan tipe yang suka mikirin alur secara mendalam, buku ini bakal cocok, apalagi dengan vibes yang damai banget. Cocok lah buat pelarian bagi yang hidupnya di dunia nyata udah berat.

     Sekian review buku Days at the Morisaki Bookshop dariku. Semoga bermanfaat dan terima kasih buat yang udah baca! 

Jumat, 29 September 2023

Review Buku: Kiki's Delivery Service dari Eiko Kadono



     Setiap orang punya dunia ajaib versinya sendiri, karena imajinasi setiap manusia itu tak terbatas. Hanya saja, tak semua orang berani menunjukkan "keajaiban"nya kepada semua orang. Kiki's Delivery Service dari Eiko Kadono merupakan salah satu karya hasil keajaiban imajinasi Kadono, yang kemudian berhasil dijadikan film animasi oleh Studio Ghibli.

     Nah kali ini aku ingin menulis ulasan terkait buku tersebut. Mungkin udah banyak yang tau jalan ceritanya, karena udah nonton film animasinya dulu. Tapi, gapapa. Aku tetap akan menulis reviewnya, khususnya buat kalian yang belum nonton atau penasaran sama ceritanya.

Sinopis Buku Kiki's Delivery Service

     Kiki adalah anak pasangan dari ayah yang manusia biasa dan ibu penyihir. Saat ini usia dia udah memasuki remaja. itu berarti jika dia memutuskan untuk menjadi penyihir, dia harus merantau ke luar kota selama 1 tahun. Masalahnya, kemampuan sihir Kiki masih biasa aja, yakni hanya bisa menerbangkan sapu. Tentu saja hal ini membuat ibunya khawatir, apalagi Kiki terkesan meremehkan "aturan" untuk merantau ini.

     Hari keberangkatannya ke perantauan pun tiba, setelah mengemasi perbekalannya, Kiki bersama Mimi (kucing hitamnya), langsung terbang menjelajahi satu kota ke kota lain, untuk mencari kota ideal versi Kiki. Dan perhatiannya pun jatuh ke sebuah kota yang dikelilingi laut. Akhirnya, dia pun memilih kota tersebut untuk tempat ia merantau.

     Setibanya di kota, Kiki kaget soalnya penduduk kota terkesan "acuh" dengan keberadaannya sebagai penyihir. Padahal, di kota lamanya, orang-orang sangat "bangga" dengan Kiki. Alhasil, dia mengalami kesulitan untuk mencari tempat tinggal. Tapi untungnya, ada penjual roti yang baik, sehingga Kiki bisa menumpang hidup di tokonya, dan membuka jasa kirim menggunakan sapu terbang.

     Apakah hidupnya akan mulus? Tentu tidak. Dia harus mengalami beberapa kegagalan dan masalah, karena penduduk di kota tersebut sering memintanya untuk mengantar barang-barang aneh. Nah, seperti apa sih yang diantar Kiki ini? Dan bagaimana Kiki mencoba mencari solusi ketika dia harus menghadapi customer yang aneh?

Opini terhadap buku

     Sebenarnya,  buku ini tuh simple. Karena emang ditujukan untuk anak-anak hingga remaja. Nggak yang gimana banget alurnya. Ringan, konfliknya bukan yang ruwet, tapi pelajarannya cukup mendalam. Apalagi perkembangan karakternya Kiki ada banget.

     Bukunya juga page-turner, bahasanya ringan banget dan santai. Nagih buat dibaca, karena aku dibikin penasaran dengan kelanjutan nasib Kiki.

     Buat yang merantau, pasti bakal relate dengan buku ini. Soalnya kita bisa ngelihat gimana perjuangan Kiki buat merantau pertama kali. Selain adaptasi, dia juga harus melawan ketakutannya karena profesi dia ini cukup berisiko, mengingat dia harus mengantar barang orang lain, jadi harus hati-hati banget.

     Meskipun ini bukunya untuk anak-anak, tapi ada unsur romance ala remaja tipis-tipis. Di mana Kiki yang didekati laki-laki seumurannya, tapi dianya nggak peka.

     Dari segi penggambaran suasana, bukunya seru. Kita jadi bisa bayangin seperti apa latar waktu, tempat, dan suasananya. Berasa didongengin sih, beneran.

     Dari segi penokohan, buku ini bagus juga. Karakter Kiki sebagai remaja digambarkan secara realistis: yang kadang bandel, suka melawan orangtua, dan semaunya sendiri. Tapi, sifat-sifat itu perlahan berubah setelah dia tau susahnya jadi anak rantau.

     Untuk konfliknya, tidak terlalu serem juga. Hanya seputar masalah yang dihadapi Kiki ketika nganter barang. Jadi ya lebih ke konflik batin seperti ketakutan, kurangnya percaya diri, dan semacamnya.

     Kalau udah nonton film animasi Ghiblinya, mungkin sudah tau seperti apa gambarannya. Tapi kalau pengen baca sih bisa banget. Siapa tau ada yang kelewatan atau belum dipahami ketika nonton filmnya.

     Nah, itu tadi ulasan buku Kiki's Delivery Service dari Eiko Kadono. Semoga bermanfaat!

Senin, 18 September 2023

Review Buku: The Boy, The Mole, The Fox and The Horse dari Charlie Macksey



      Buat yang suka buku grafis dengan tulisan yang pendek-pendek, kayaknya bakal suka dengan buku ini. Buku The Boy, The Mole, The Fox and The Horse dari Charlie Macksey merupakan kisah dari seorang anak laki-laki kecil bersama tikus tanah, rubah dan kuda. Mengingatkan dengan Little Prince, karena berisi tentang pikiran anak kecil yang polos.

     Buku ini dibuka dengan pertemuan bocah laki-laki yang punya rasa ingin tahu, dengan tikus tanah yang bijaksana. Si bocah menanyakan beberapa pertanyaan terkait kehidupan kepada tikus, hingga muncullah "quote" yang akan menghiasi sepanjang buku ini.

     Setelah itu, mereka akan bertemu dengan rubah yang "introvert" dan kuda yang lembut. Dengan interaksi mereka yang filosofis, keempatnya pun menjalin persahabatan.

     Sebenarnya, nggak banyak yang bisa aku tulis di sini terkait sinopsis-nya. Soalnya, isi bukunya ya seputar quote kehidupan. Kalau pernah baca Little Prince, pasti tau lah kira-kira modelnya seperti apa. Soalnya ya mirip-mirip itu. Dengan asal mula rasa ingin tau bocah laki-laki, akhirnya muncullah percakapan yang bisa direnungkan oleh pembaca buku ini.

     Buku ini bisa dibilang adalah fabel? Soalnya ada unsur percakapan antar binatang. Jadi emang ini hanyalah fiksi atau imajinasi penulis yang mengandung pelajaran tertentu.

     The Boy, The Mole The Fox, and The Horse memiliki kelebihan di grafisnya yang punya style unik. Tulisannya juga nggak terlalu baca, jadi buat yang sedang reading slump atau buat yang nggak terlalu suka baca, buku ini bakal jadi kelebihan tersendiri. Apalagi tulisannya emang quotable. Bagus banget kalau buat dibuat bahan foto estetis ala-ala.

     Akan tetapi, aku sendiri merasa kurang nyaman dengan font-nya. Soalnya modelnya hand-writing, jadi agak susah dibaca. Apalagi aku baca digital, jadi harus zoom out zoom in Kindle-ku.

     Terkait "isi" bukunya, sebenarnya bukan yang outstanding banget. Tapi beberapa emang cukup memorable buatku. Di antaranya adalah quote-quote berikut:

'Sometimes I worry you all realise I'm ordinary', said the boy. 'Love doesn't need you to extraordinary', said the mole.

 We often wait for kindness, but being kind to yourself can star now, said the mole.

 This storm will pass.


Nah, itu tadi review buku The Boy, The Mole, The Fox and The Horse dari Charlie Macksey. Terima kasih bagi yang udah baca!

Senin, 07 Agustus 2023

Review Buku: Love to Hate You dari Camilla Isley


      Bacaan dengan latar small-town selalu punya tempat di aku, soalnya kebanyakan punya kesan hangat, tenang dan syahdu. Mengingat beberapa pedesaan masih asri dengan hijau-hijauan dari pohon dan sawah. Nah, kali ini aku pengen nulis review buku romance-comedy dengan latar small-town di Indiana, Amerika Serikat. 

Sinopsis Buku

     Samantha adalah seorang produser kompeten di New York, dia adalah tipe city girl yang nggak pernah membayangkan bakal ninggalin kota, apalagi tinggal di pedesaan di pinggiran kota. Sayangnya, salah satu film yang diambil di Emerald Creek, sebuah daerah kecil di Indiana, mengalami kendala sehingga ia harus pergi ke sana selama 3 bulan agar filmnya bisa lekas selesai. Kira-kira kendalanya apa ya?

     Setiba di desa, Samantha langsung disambut dengan sapi yang menghadang jalan hingga tanah berlumpur yang mengotori sepatu kesayangannya. Tak hanya itu, dia juga bertemu dengan pemilik sapi itu bernama Travis, seorang cowboy yang suka iseng, apalagi pas tau kalau Samantha tipikal anak kota yang terbiasa tinggal di desa.

     Yang namanya kota kecil, pasti orangnya ya itu-itu aja. Di Emerald Creek pun Samantha harus sering berpapasan dengan Travis, karena mau nggak mau keadaan mengharuskan mereka sering bertemu. Tak banyak yang tau, Travis pun ternyata menyimpan kerinduan terhadap kehidupannya di kota dulu. Di mana hal ini yang bikin mereka bisa nyambung.

     TAPI, karena suatu hal, Travis nggak bisa ninggalin desanya. Begitu juga dengan Samantha, yang karirnya di New York jauh lebih menjanjikan. Kalau mereka serius dengan hubungannya, salah satu dari mereka harus ada yang ngalah. Sayangnya, bagi Samantha ninggalin karir nggak semudah itu. Begitu juga dengan Travis, ninggalin semua yang ada di kampung halamannya bukanlah hal yang bisa lakukan dengan mudah. Terus, hubungan mereka bakal gimana? Apakah mereka kembali dengan hidupnya masing-masing? Atau menemukan solusi yang terbaik untuk keduanya?

Kesan terhadap Buku

     Sebenarnya buku ini adalah buku ke empat dari salah satu seriesnya Camilla Isley. Tapi bisa dibaca sendiri sih, nggak harus urut. Nah, dari ke empat seriesnya, buku ini adalah yang paling aku suka. Soalnya dari segi tokoh, karakter, humor dan latar ceritanya bener-bener sesuai dengan seleraku.

     Samantha digambarkan sebagai perempuan kompeten yang fokus banget dengan karirnya, sementara Travis adalah laki-laki iseng yang punya soft spot terhadap ibu dan kampung halamannya. Meskipun kedua karakter tokoh berbeda, tapi ketika disatukan malah seru. Humornya pun pas, nggak terlalu berlebihan atau kasar terhadap satu sama lain.

     Terkait latar pedesaannya, juga digambarkan dengan baik. Aku bisa bayangin seperti apa kira-kira latar tempatnya, karena cara penulis deskripsiin tempatnya lumayan detail, seperti rumput di tana berlumpur, atau air terjun alaminya. Begitu juga cara penulis gambarin suasana desa, seperti adanya festival olahraga sebagai hiburan warga, atau festival hari kemerdekaan yang diisi dengan beberapa perlombaan dan bazar (kayak di Indonesia ya).

     Mengenai alur cerita, awal-awal mungkin agak terlalu detail ya penjabaran terkait kondisi Samantha, tapi begitu masuk chapter di mana Samantha udah tiba di desa, penulisannya udah mulai seru. Perkembangan hubungan mereka pun juga termasuk natural dan nggak terlalu cringe.

     Akan tetapi, penyelesaiannya menurutku agak terlalu terburu-buru. Apalagi jarak antara "kondisi hubungan damai" menuju "konflik" dan "solusi", nggak stabil. Maksudnya, setelah dibuai dengan damainya hubungan keduanya, tiba-tiba konflik yang penjabarannya kurang detail. Tiba-tiba muncul solusi aja, dan nggak dijabarin lagi cara kerja solusi ini.

     Meski demikian, aku tetap suka sama buku ini. Nggak tau kenapa, setelah baca ini jadi pengen jalan-jalan lihat sawah dan lihat petani lagi panen. Pokok berasa syahdu deh.

     Demikian review buku Love to Hate You dari Camilla Isley. Buat yang udah baca sampai selesai, terima kasih ya!