Tampilkan postingan dengan label Romance. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Romance. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 September 2024

Review Buku: Funny Story dari Emily Henry


     Emily Henry adalah salah satu auto-buy author di genre romansa kontemporer. Soalnya, selain dia punya selipan humor menarik, karya dia selalu ada ajang refleksi diri dari tokohnya. Biasanya kan, di novel romance, tokoh-tokohnya sering digambarkan hampir sempurna, kayak, serba pinter, cantik, kaya, dan semacamnya. Tapi di buku-buku Emily Henry, hampir semua tokohnya selalu realistis. Jadi untuk sebagian orang bakal terasa nyata, termasuk Funny Story yang akan aku review ini.

     Funny Story berkisah tentang seorang perempuan bernama Daphne yang tiba-tiba diputusin tunangannya yang bernama Peter, dengan alasan, bestie-nya Peter ini confess ke dia. Bestie-nya Peter yang bernama Petra ini, tiba-tiba kayak ngerasa nggak ikhlas kalau Peter harus nikah, padahal Petra sendiri udah punya pacar yang bernama Miles. Alhasil pas Bachelor Party atau pesta bujangnya Peter, Petra dan Peter ini jadian.

     Nah, sebelumnya Daphne ini tinggal bareng di rumah Peter. Dan Petra tinggal bareng di apartemennya Miles. Karena Daphne putus, alhasil dia didepak dari rumah Peter, soalnya Petra mau tinggal di sana. Mengingat Daphne yang nggak tau mau tinggal di mana, akhirnya dia pindah ke apartemen Miles untuk sementara waktu. Istilahnya tukeran tempat tinggal lah.

     Nggak sampai itu, dengan santainya, Peter dan Petra ngundang Daphne dan Miles ke acara nikahan mereka. Daphne dan Miles yang sama-sama sakit hati pun akhirnya sok-sok-an ngaku kalau mereka pacaran, kissing tiap salah satu dari mereka lihat, atau sekadar flirting satu sama lain.

     Tapi yang namanya strangers, nggak segampang itu juga buat acting. Makin lama mereka makin awkward satu sama lain. Apalagi, masing-masing dari mereka punya trust issue mengingat keduanya berasal dari keluarga yang ruwet.

     Sepertinya ending-nya bakal banyak yang bisa nebak. Jadi pertanyaannya aku ubah, gimana cara mereka menyelesaikan kecanggungan hubungan keduanya? Apakah mereka benar-benar bisa move on dari mantan pacar masing-masing? Ending seperti apa yang sebenarnya mereka harapkan? Dan bagaimana dengan masalah keluarga masing-masing?

Kesanku Terhadap Buku

     Oke, sekarang waktunya review atau mungkin lebih tepatnya berbagi kesan???

     Pertama, jujur buku ini bukan buku terbaik dari Emily Henry (versiku). Entah momen bacanya yang kurang pas (karena sedih setelah kitten-kittenku meninggal), atau emang trope-nya agak canggung? Tapi yang jelas, I'll give another try several months ahead. Buat mastiin aku beneran suka atau enggak.

     Karakter Daphne di sini terasa real dan complicated. Mulai dari profesi dia yang seorang librarian, dan masih struggle dalam hal kemapanan di umur dia yang 33 tahun. Sampai perasaan insecurity untuk membuka diri karena masalah trust issue dan hal lainnya. Masa lalu keluarga yang ruwet, dengan ayah yang suka flirting ke perempuan lain sampai lupa dengan keberadaannya, bikin dia vulnerable ketika ada lelaki macam Peter macarin dia.

     Oh iya, seperti biasa, tokoh utama dari bukunya Emily Henry pasti digambarkan sebagai pecinta buku. Di sini kita bisa ngelihat gimana Daphne sangat menikmati pekerjaannya sebagai librarian anak, yang ngasih support ke anak-anak buat cinta buku, yang ngasih validasi ke Miles bahwa audiobook juga termasuk "membaca", mengingat Miles disleksia yang hanya bisa menikmati audiobook. Bahkan selalu kaitin momen hidupnya dengan buku-buku yang pernah dia baca.

     Sementara karakter Miles juga demikian. Profesi dia yang seorang bartender seringkali bikin dia diremehkan keluarga Petra dan orang lain. Dia juga punya latar belakang keluarga yang toxic, sampai-sampai bikin dia jadi people pleaser dan sulit mengekspresikan perasaan. Nah pas ketemu Daphne, keduanya mungkin cocok, tapi jadi sering salah paham.

     Karakter pendukung kayak Ashleigh dan Julia, aku juga suka. Soalnya mereka seperti "jembatan" hubungan Daphne dan Miles yang ruwet karena pikiran mereka juga ruwet. Lalu, ibunya Daphne yang super mom paling suportif, Yang selalu bikin Daphne lebih kuat ketika isi pikirannya mulai ngelindur.

     Terkait trope yang agak aneh, bikin aku agak canggung. Ngebayangin harus serumah dengan stranger lawan jenis apa ya nggak takut, apalagi Daphne di sini bisa dibilang introvert yang susah berbaur dengan orang lain. Jadi banter yang biasanya ada di buku Emily Henry, di sini berasa nggak masuk di aku. Apalagi pas bagian adegan 21+, aku skip soalnya canggung banget. Kayak, mereka tuh tiap mau ngelakuin, pasti batal karena tiba-tiba "ngerasa salah buat lakuin". Bingung deh, baca sendiri buat tau maksudku.

     Perkembangan karakternnya bagus. Karena di sini ditulis dari sudut pandang Daphne, aku jadi tau gimana cara Daphne merenungi sikap dan pikirannya. Seperti memilah, mana tindakan yang benar, mana pikiran yang harus dia percaya, dan semacamnya. Alhasil, di akhir dia punya keberanian untuk memilih langkah terbaik, Paling suka pas dia confront ayahnya yang nyebelin, yang suka sok paling paham Daphne padahal selama ini dia absen di setiap momen terbaiknya. Suka juga pas Peter tiba-tiba ngajak balikan, tapi Daphne akhirnya punya prinsip kuat, dan tau apa yang dia mau.

     Secara keseluruhan, Funny Story dari Emily Henry ini masih termasuk bagus, tapi bukan yang terbaik kalau dibanding karya dia sebelumnya. Penyelesaiannya memang memuaskan, tapi alurnya agak bosenin di pertengahan, karena terlalu banyak scene nggak penting yang malah bikin bingung dengan fokus ceritanya. Kalau di-ranking, Funny Story ini di ranking 3. Ranking 1 masih Beach Read (karena ini buku yang bikin aku tertarik baca karya dia). Ranking 2 Happy Place, karena ngerasa relate dengan karakter Wyn. Ranking 3 Funny Story, karena penyelesaiannya bikin puas.

     Sekian ulasan buku Funny Story dari Emily Henry, terima kasih buat yang udah baca! 

Senin, 07 Agustus 2023

Review Buku: Love to Hate You dari Camilla Isley


      Bacaan dengan latar small-town selalu punya tempat di aku, soalnya kebanyakan punya kesan hangat, tenang dan syahdu. Mengingat beberapa pedesaan masih asri dengan hijau-hijauan dari pohon dan sawah. Nah, kali ini aku pengen nulis review buku romance-comedy dengan latar small-town di Indiana, Amerika Serikat. 

Sinopsis Buku

     Samantha adalah seorang produser kompeten di New York, dia adalah tipe city girl yang nggak pernah membayangkan bakal ninggalin kota, apalagi tinggal di pedesaan di pinggiran kota. Sayangnya, salah satu film yang diambil di Emerald Creek, sebuah daerah kecil di Indiana, mengalami kendala sehingga ia harus pergi ke sana selama 3 bulan agar filmnya bisa lekas selesai. Kira-kira kendalanya apa ya?

     Setiba di desa, Samantha langsung disambut dengan sapi yang menghadang jalan hingga tanah berlumpur yang mengotori sepatu kesayangannya. Tak hanya itu, dia juga bertemu dengan pemilik sapi itu bernama Travis, seorang cowboy yang suka iseng, apalagi pas tau kalau Samantha tipikal anak kota yang terbiasa tinggal di desa.

     Yang namanya kota kecil, pasti orangnya ya itu-itu aja. Di Emerald Creek pun Samantha harus sering berpapasan dengan Travis, karena mau nggak mau keadaan mengharuskan mereka sering bertemu. Tak banyak yang tau, Travis pun ternyata menyimpan kerinduan terhadap kehidupannya di kota dulu. Di mana hal ini yang bikin mereka bisa nyambung.

     TAPI, karena suatu hal, Travis nggak bisa ninggalin desanya. Begitu juga dengan Samantha, yang karirnya di New York jauh lebih menjanjikan. Kalau mereka serius dengan hubungannya, salah satu dari mereka harus ada yang ngalah. Sayangnya, bagi Samantha ninggalin karir nggak semudah itu. Begitu juga dengan Travis, ninggalin semua yang ada di kampung halamannya bukanlah hal yang bisa lakukan dengan mudah. Terus, hubungan mereka bakal gimana? Apakah mereka kembali dengan hidupnya masing-masing? Atau menemukan solusi yang terbaik untuk keduanya?

Kesan terhadap Buku

     Sebenarnya buku ini adalah buku ke empat dari salah satu seriesnya Camilla Isley. Tapi bisa dibaca sendiri sih, nggak harus urut. Nah, dari ke empat seriesnya, buku ini adalah yang paling aku suka. Soalnya dari segi tokoh, karakter, humor dan latar ceritanya bener-bener sesuai dengan seleraku.

     Samantha digambarkan sebagai perempuan kompeten yang fokus banget dengan karirnya, sementara Travis adalah laki-laki iseng yang punya soft spot terhadap ibu dan kampung halamannya. Meskipun kedua karakter tokoh berbeda, tapi ketika disatukan malah seru. Humornya pun pas, nggak terlalu berlebihan atau kasar terhadap satu sama lain.

     Terkait latar pedesaannya, juga digambarkan dengan baik. Aku bisa bayangin seperti apa kira-kira latar tempatnya, karena cara penulis deskripsiin tempatnya lumayan detail, seperti rumput di tana berlumpur, atau air terjun alaminya. Begitu juga cara penulis gambarin suasana desa, seperti adanya festival olahraga sebagai hiburan warga, atau festival hari kemerdekaan yang diisi dengan beberapa perlombaan dan bazar (kayak di Indonesia ya).

     Mengenai alur cerita, awal-awal mungkin agak terlalu detail ya penjabaran terkait kondisi Samantha, tapi begitu masuk chapter di mana Samantha udah tiba di desa, penulisannya udah mulai seru. Perkembangan hubungan mereka pun juga termasuk natural dan nggak terlalu cringe.

     Akan tetapi, penyelesaiannya menurutku agak terlalu terburu-buru. Apalagi jarak antara "kondisi hubungan damai" menuju "konflik" dan "solusi", nggak stabil. Maksudnya, setelah dibuai dengan damainya hubungan keduanya, tiba-tiba konflik yang penjabarannya kurang detail. Tiba-tiba muncul solusi aja, dan nggak dijabarin lagi cara kerja solusi ini.

     Meski demikian, aku tetap suka sama buku ini. Nggak tau kenapa, setelah baca ini jadi pengen jalan-jalan lihat sawah dan lihat petani lagi panen. Pokok berasa syahdu deh.

     Demikian review buku Love to Hate You dari Camilla Isley. Buat yang udah baca sampai selesai, terima kasih ya!

Selasa, 25 Juli 2023

With Love, from Cold World, Novel Romance dengan Isu Keluarga

      Udah lama banget nggak bahas novel, kali ini aku mau bahas salah satu novel yang bertema romance, tapi ada pembahasan isu yang cukup kompleks. Judul novelnya adalah With Love, from Cold World dari Alicia Thompson. Sebenarnya ini terbitnya masih 2 Agustus 2023, tapi Alhamdulillah kemarin sempat dapat Advanced Reader Copy-nya. Nah, bagi penyuka office romance, family issue dan polar opposite, wajib baca review buku ini sampai selesai!



Rangkuman Novel

     Novel ini berkisah tentang Lauren dan Asa, yang merupakan pekerja di sebuah taman hiburan bernama Cold World. Keduanya punya sifat yang berlawanan, di mana Lauren adalah perempuan introvert yang reserved dan suka overthinking. Dia gampang banget khawatir bikin orang lain kecewa, alhasil dia selalu berusaha untuk perfeksionis. Sementara itu, Asa adalah laki-laki yang easy going, dengan penampilan yang agak nyentrik (rambut dicat biru dan bertato).

     Lauren dan Asa awalnya nggak terlalu akrab, hingga akhirnya mereka terpaksa berada di situasi yang mengharuskan mereka bersama. Dari situlah mereka akhirnya mulai mengenal satu sama lain. Dan ternyata, keduanya punya permasalahan yang serupa, yakni family rejection. Lauren sejak kecil harus tinggal di panti asuhan. Sementara itu Asa, di usia 18 tahun diusir keluarganya, dan memulai hidup sendiri dengan bekerja di Cold World (hingga saat ini).

     Selain diusir keluarganya, Asa ternyata adalah biseksual. Dia pernah pacaran dengan sesama lelaki, bahkan bantuin orang-orang yang "tertolak" karena masuk golongan LGBT. Nah, Lauren dan Asa sebenarnya sama-sama saling suka, tapi sayangnya aturan kantor melarang mereka untuk berpacaran. Apakah mereka bakal lanjut pacaran? Kalau beneran pacaran, nasib kerjaan mereka gimana? Nyari kerjaan baru kan sangat susah.

Kesan terhadap Buku

     Awalnya, aku tertarik baca ini karena covernya bagus banget! Aku suka vibes elektrik light kayak gini. Nah, sebenarnya aku sendiri nggak terlalu berharap sama bukunya. Tapi setelah dibaca, ternyata menarik juga.

     Di awal buku udah dikasih disclaimer kalau novel ini bakal bahas tentang isu keluarga. Kedua tokoh sama-sama punya tragedi terkait keluargnya. Nah di sini aku mau nyoroti gimana penolakan keluarganya memengaruhi karakter mereka.

     Pertama Lauren, sejak kecil dia dikirim orangtuanya ke Panti Asuhan. Dia yang saat itu masih belum tau apa-apa merasa "salah" dengan dirinya, seperti apakah aku tidak jadi anak yang baik? apakah aku kurang pintar? Alhasil dia berusaha perfeksionis dan susah buat percaya dengan orang, karena takut kalau dia berbuat "tidak seperti yang diharapkan orang lain", dia bakal ditinggalin.

     Selain itu, Lauren selalu "menerka-nerka" asumsi orang lain. Seperti, apakah aku sudah melakukannya dengan benar? Apakah aku bakal dipecat? Apakah mereka kecewa dengan tindakanku? Alhasil, dia jadi capek sendiri karena bingung dengan apa yang dia hadapi.

     Selanjutnya Asa, yang diusir keluarganya di usia 18 tahun karena dia adalah biseksual, sementara orangtuanya religious mengingat ayahnya adalah seorang Pastur. Sejak muda, dia harus pergi ke suatu tempat tanpa arah hingga akhirnya dia bekerja di Cold World. Dia juga sempat mempertanyakan identitasnya sebagai biseksual, seperti mengapa orang seperti dia dibenci? Apa yang harus dilakukan terkait orientasi seksualnya? Dan semacamnya. Hingga akhirnya, dia bertemu dengan teman-teman yang "satu suara" dengan dia.

     Ngomongin tentang keluarga Asa, sebenarnya aku antara pro dan kontra sih. Maksudku, Asa diusir karena keluarganya tidak setuju dengan kelakuan Asa yang biseksual. Nah, aku sendiri nggak menyalahkan keluarganya, kenapa mereka tidak setuju dengan tindakan Asa. Mengingat ayahnya adalah pemimpin agama yang "ngasih ceramah" buat menghindari biseksual.

     Di satu sisi, aku agak menyayangkan, kenapa langsung diusir? Kenapa nggak dikasih pengertian dulu? Mengingat usia segitu emang masih labil-labilnya. Harusnya mereka diskusi dulu, kayak nanyain kenapa Asa gini, kenapa orangtuanya punya prinsip itu.

     Nah, yang aku kurang suka, penulis di sini terkesan FULL nyalahin keluarganya. Bener-bener menggambarkan keluarga Asa itu sebagai sosok "jahat", gara-gara mereka kontra dengan LGBT. Jadi terkesan "maksain" cerita agar pembaca bisa setuju dengan LGBT (pas baca bionya, penulisnya emang biseks sih). Harusnya, kalau emang pengen kampanye LGBT lewat novel, jangan bikin narasi "tersakiti" untuk kaum LGBT-nya. Padahal orang-orang homophobic juga punya alasan kenapa mereka bisa gitu. Saling menghormati nggak harus setuju kan?

     Oke, balik lagi ke Lauren dan Asa. Hubungan antara Lauren dan Asa ini cukup menarik dinamikanya, tentang gimana awalnya mereka saling nggak suka karena "beda" karakter dan tujuan. Hingga akhirnya mereka bisa menyatakan perasaannya masing-masing. Candaan antara keduanya cukup seru, dan aku juga suka dengan gimana penulis menggambarkan pekerjaan mereka yang cukup kompleks, seperti bikin ide project, nyoba departemen lain dan semacamnya.

     Kisah akhirnya pun cukup heart-warming, meskipun konfliknya terlalu cepat diselesaikan. Apalagi, perkembangan karakter Lauren juga "agak" dipaksakan. Tapi secara umum, buku ini seru dan ringan untuk dibaca.

     Demikian ulasan buku dariku, terima kasih buat yang sudah baca!

Selasa, 06 Juni 2023

Review Novel: Happy Place dari Emily Henry

      "Tidak ada keluarga yang sempurna, karena tiap keluarga punya cerita"

     Emily Henry kembali dengan novel barunya, yang kali ini berjudul Happy Place. Biasanya, novel-novel Emily Henry selalu kental dengan romance-comedy dan vibes summer holiday. Tapi, kali ini sedikit agak berbeda. Meskipun judulnya Happy Place, tapi unsur komedinya tidak sebanyak di buku-buku sebelumnya. Soalnya, buku kali ini membahas tentang pertemuan mantan tunangan di suatu liburan.



     Novel ini berkisah tentang Harriet dan Wyn, yang merupakan mantan tunangan. Tapi, mereka terpaksa berpura-pura belum putus di hadapan teman-temannya, karena tidak ingin membuat mereka khawatir. Ditambah, liburan yang akan mereka adakan kali ini adalah liburan terakhir di Happy Place mereka, yakni sebuah villa milik Sabrina (salah satu teman Harriet), yang sebentar lagi akan dijual.

     Beberapa teman yang akan datang ke liburan kali ini adalah Sabrina, Cleo, yang merupakan sahabat Harriet dari SMA. Kemudian ada Parth (pacar Sabrina dan sahabat Wyn), dan juga ada Kimmy (partnernya Cleo). Nah, karena mereka udah sahabatan 8 tahun lebih, tentu saja Harriet dan Wyn ingin membuat momen liburan ini penuh kesan yang baik.

     Nyatanya, pura-pura masih tunangan membuat mereka merasa terbebani, apalagi mereka berdua harus sering interaksi "mesra" seperti biasanya. Masalahnya, Harriet masih "dendam", mengingat Wyn minta putusnya lewat telpon 4 menit, dan langsung balikin barang-barang Harriet yang ada di rumahnya. Pertanyaannya, kenapa sih mereka bisa putus? Padahal mereka ini udah cocok banget.

     Sampai sini, mungkin terkesan klise dan dramatis. Tapi, tunggu dulu! Soalnya isi novelnya tidak se-sederhana itu.

     Lewat kisah yang "klise" ini, kita akan melihat berbagai masalah yang sering ditemui di dunia nyata. Seperti, dysfunctional family, self crisis, insecurity career dan adulting dari setiap tokohnya.

     Kita bahas yang pertama dulu terkait dysfunctional family, di mana latar belakang keluarga setiap tokoh di sini tidak sempurna. Ada yang kaya raya tapi broken-home, ada yang orangtuanya pisah tapi masih akur, ada yang orangtuanya rukun tapi tidak terlalu kaya, ada pula yang orangtuanya bareng tapi kakaknya rebel. Macam-macamlah. Soalnya setiap keluarga memang punya cerita, dan cerita itu tidak ada yang sempurna. Dan di sini, Emily Henry jago banget dalam menghubungkan latar belakang tersebut ke dalam karakter tokohnya.

     Misalnya Harriet, dikarenakan keluarganya selalu "diam" ketika ada masalah antar keluarga, alhasil Harriet lebih memilih memendam masalah persahabatan mereka, karena takut hubungan mereka bisa pecah. Jadi setiap ada konflik, Harriet cenderung menghindar dan mengganti topik yang dirasa bisa bikin lupa masalah tadi. Di sini manajemen konflik Harriet dipengaruhi dengan gimana orangtuanya dalam mengatasi konflik.

     Kemudian self-crisis, seperti yang dialami orang-orang usia 25+. Di mana mereka takut dan ragu dengan keputusan hidup mereka: haruskah aku menikah dengan orang ini? apakah pekerjaanku ini sudah sesuai dengan keinginanku? apakah aku udah cukup baik untuk orang lain? Dan pertanyaan lain yang bikin overthinking. Semua orang pasti pernah ada di fase ini, dan itu normal.

     Yang ketiga adalah insecurity career. Di mana kita nggak PD dengan pekerjaan yang kita lakukan sekarang, karena takut dianggap "tidak keren" dibanding teman-teman lainnya. Atau mungkin, nggak PD karena takut akan melakukan banyak kesalahan di pekerjaan yang kita lakukan. Nah, di buku ini digambarkan di beberapa tokohnya juga.

     Aku ambil contoh Wyn, seorang sarjana bisnis yang bekerja "tidak sesuai" dengan lulusan bisnis pada umumnya. Ketika dia nyoba daftar di pekerjaan yang linier, selalu gagal karena setiap interview dia "salah jawab". Hal ini kemudian bikin dia jadi "merasa bodoh" dan meremehkan diri sendiri.

     Yang keempat adalah adulting, di mana proses pendewasaan diri tuh kadang menyakitkan. Karena kita nggak bisa selamanya seperti dulu lagi. Misalnya dalam buku ini adalah persahabatan mereka yang dijalin selama bertahun-tahun. Kalau dulu, mungkin masih bisa bareng-bareng. Tapi seiring berjalannya waktu, setiap orang akan punya kesibukannya sendiri.

     Dari segi penokohan, sebagaimana novel Emily Henry sebelumnya, buku ini juga kental dengan pendalaman karakter di setiap tokohnya. Malah mungkin lebih sistematis dan runtut. Tokoh-tokoh di sini terkesan realistis, di mana masing-masing menyimpan trauma, ketakutan, keraguan dan beban pikiran ala manusia berusia 25+. Karena buku ini ditulis dari sudut pandang Harriet, kita jadi tahu peperangan batin yang dialami Harriet. Sementara untuk Wyn, sedikit banyak juga tau karena ada beberapa bagian yang juga ikut jelasin perasaan dan pemikiran dia.

     Kalau aku sendiri, ngerasa cukup relate dengan Wyn. Malah aku sampai mikir: "lah, emang ada ya ternyata orang macam aku di luar sana, bahkan di Amerika". Nggak bisa jelasin bagian mananya, soalnya confidential. Intinya, aku merasa "terhubung" dengan Wyn. Kalau biasanya di novel romance tokoh laki-laki yang aku suka itu crushable, di sini aku suka Wyn karena merasa "ngaca". Bingung jelasinnya. Antara terharu tapi kaget juga.

     Novel ini konfliknya lumayan banyak serta bikin "deg" dan nyesek. Karena setiap tokoh yang punya masalah masing-masing itu akhirnya disatukan dan pecah. Tapi sayang, penyelesaiannya sendiri lumayan terburu-buru, walaupun masih masuk akal.

     Yang aku suka dari novel ini, ceritanya heart-breaking yang bikin nyesek, tapi ada beberapa bagian yang heart-warming juga. Intinya, emosiku di sini dipermainkan secara campur aduk. Humornya ada, tapi tidak sebanyak buku-buku sebelumnya. Lebih banyak sisi emosionalnya malah.

     Yang aku kurang suka, fokus penokohannya agak terpecah. Harusnya, Harriet dan Wyn dapat spotlight lebih banyak selaku tokoh utama di sini. Alhasil, karakter mereka jadi terkesan "balapan" dengan tokoh-tokoh lain. Selain itu, aku kurang suka penekanan "Ini liburan terakhir kita di sini" di beberapa bagian cerita, rasanya kok terkesan kurang dewasa aja. Tapi ini opini pribadi aja sih.

     Secara keseluruhan, aku tetep suka sama novel ini. Selain karena ceritanya yang menarik, buku ini juga bikin aku merasa "relate", selaku orang yang mengalami proses pendewasaan.

     Sekian review buku Happy Place dari Emily Henry ini, terima kasih bagi yang sudah membaca tulisan ini sampai selesai. Sampai ketemu di ulasan buku selanjutnya!

Minggu, 12 Maret 2023

Review Book Lovers dari Emily Henry

Book Lovers dari Emily Henry


      Emily Henry emang selalu berhasil bikin kisah Rom-com, salah satunya adalah Book Lovers. Setelah sebelumnya Beach Read dan People We Met on Vacation berhasil bikin aku senyum-senyum gak jelas karena dibikin ketawa terus, kali ini novel terbarunya yang berjudul Book Lovers sukses bikin aku terhibur juga.

     Dari judulnya, buku ini seperti bakal nyeritain romansa pecinta buku. Dan pada kenyataannya, emang iya! Novel ini berkisah tentang hubungan Nora Stephen, seorang literary agent, dan Charlie Lastra, seorang editor. Seperti apa sih bukunya? Sebelum aku menulis pendapatku tentang buku ini, mari baca sinopsisnya dulu yuk!

Rabu, 27 April 2022

Review Buku: It Ends With Us dari Colleen Hoover



     It Ends With Us adalah karya Colleen Hoover bergenre romance kontemporer yang sedang hype (lagi). Novel ini sering banget muncul di rekomendasi BookTok, Booktweet, dan Bookstagram. Tak kaget kalau kemudian novel ini dapat banyak perhatian dari pecinta buku, dan banyak yang memasukkannya ke dalam wishlist mereka. 

     Seperti apa sih bukunya? Nah, kali ini aku ingin membagikan ulasan dan pengalamanku ketika sedang baca buku ini. Semoga membantu buat ngasih gambarannya ya!

Rabu, 06 April 2022

Beach Read dari Emily Henry (Review Indonesia)

 


I just want to sit on the beach and read.

     Beach Read dari Emily Henry, adalah fiksi kontemporer yang genre utamanya adalah romance komedi. Menceritakan tentang kisah January Andrews dan Augustus Everett (Gus), yang keduanya berprofesi sebagai penulis novel.

     Meskipun sama-sama penulis novel, kedua orang ini punya karakter yang saling berlawanan. Kalau January cenderung menulis buku yang happy ending and happily ever after, sementara Gus akan menulis buku di mana dia gak ragu untuk membunuh semua karakternya.

Nah,

two writers

polar opposites

one holiday

bagaimana mereka bisa jatuh cinta beneran?

Kamis, 31 Maret 2022

Review Buku: Progresnya Berapa Persen dari Soraya Nasution

Bersyukur sih bisa dapet kantor yang teman-temannya suportif dengan gaji yang lumayan. Tapi, kadang kesel juga kalau punya bos yang suka nambahin beban kerja dan nanyain progresnya setiap waktu.- April.

      Progresnya Berapa Persen dari Soraya Nasution merupakan salah satu city lite populer yang mengusung tema office romance. Di sini, kita akan disuguhkan kisah cinta segitiga ala kantoran yang dikemas dengan banyak unsur komedi dan hiburannya.

     Kenalan dulu yuk sama April, lulusan Teknik Sipil berusia 23 tahun dari salah satu kampus bergengsi di Bandung, yang kemudian bekerja di sebuah kantor konsultan. Di kantor ini dia harus berhadapan dengan bos super serius yang sering nanyain progres tanpa kenal waktu. Maksudnya bagus sih, tapi masa iya, harus tanya di jam luar kantor juga?

     Lalu, kenalan juga sama Dewangga. Bos super serius yang tentu saja jenius. Suka banget nanyain progres ke anggota tim, sambil ngasih tambahan tugas bejibun. Orang super kaku yang cuma punya 3 warna kemeja. Sering dijadiin bahan gosip orang-orang kantor dan dijuluki dengan panggilan "Pakde".

     Tak lupa ada Ryan, mantan senior April di kampus berusia 27 tahun, sekaligus mantan terindah April yang melanjutkan S-2 nya di Jerman. Eh, Ryan deng yang belum move on. Padahal susah-susah lupain mantan, eh malah ketemu lagi di kantor baru.

     Sebelum memasuki ke ulasan, aku ingin ngasih gambaran tema dari buku ini, yakni:

  1. Office romance
  2. Age gap relationship
  3. Drama perkantoran
  4. Komedi kantor

     Buku ini menceritakan tentang kisah April dan kawan-kawan kantornya. Secara umum kantor mereka termasuk nyaman, minim persaingan dan fleksibel, tapi tetap ada harga yang harus dibayar, yakni deadline yang lumayan ketat. Apalagi mereka punya bos macam Dewangga yang sering bikin ketar-ketir dengan pertanyaan PROGRESNYA BERAPA PERSEN?

     Meski demikian, hidup itu harus dibawa seru. April dan kawan-kawan pun mencoba mencari celah untuk menghibur diri dengan macam-macam aktivitas, seperti membuat taruhan warna kemeja bosnya, atau sekadar ngomongin bosnya lewat grup chat WA.

     Tapi entah kenapa, Pakde selalu saja punya firasat tepat. Seperti tau kalau jadi bahan gosipan. Bahkan, April sempat salah kirim foto tentang Pakde yang ketemu salah satu barbie pilihan mamanya ke Pakde itu sendiri. Malang sekali.

     Di satu sisi, ada Ryan. Mantan high quality April yang sampai sekarang masih ngejar-ngejar April di kantor. Tanpa tau kalau ada saingan berat buat dapetin April.

     Tak hanya itu, ada teman-teman April semacam Adrinta, seorang husband material yang merupakan "tempat sampah"-nya Pakde. Ada Naufal, si Arsitek narsis yang secara nggak sengaja manas-manasin "secret admirer" April. Ada Clinton yang jadi korban patah hatinya April. Ada Kenzo dan Sheila karyawan baru yang ikutan ramein gosip Pakde.

     Nah, seperti apa nih cinta segitiga antara Pakde, April dan Ryan ini? Kira-kira, respon karyawan lain yang tau bakal gimana ya?

Kesan terhadap Novel Progresnya Berapa Persen

     Sebagaimana metropop pada umumnya, novel ini beneran mengalir dan enak banget dibaca ketika reading slump. Dengan percakapan dan komedi yang mirip dengan kehidupan nyata, bikin pembaca ngerasa relate dengan nasib-nasib para tokoh di sini.

     Dengan latar cerita pekerja kantor konsultan kontraktor, kita diajak mengenal istilah-istilah dalam lingkup pekerjaan tersebut (meskipun aku tetep nggak paham). Seru sih, nambah wawasan juga. Soalnya penulis terlihat paham banget dengan apa yang dia jabarkan di situ.

     Buku ini mengingatkanku dengan novel Resign dari Almira Bastari, yang kurang lebih konsep ceritanya sama, meskipun eksekusinya berbeda. Misal, kalau karakter-karakter di Resign digambarkan dengan pekerja kelas ekonomi atas atau sosialita, di sini karakternya masih masuk kategori ekonomi menengah biasa. Terlihat dengan gambaran masing-masing tokoh yang masih naik motor kalau ke kantor (kecuali bos Dewangga). Selain itu, jenis konflik di luar percintaan juga agak beda. Tapi kalau suka Resign, pasti suka buku ini juga.

     Tipikal city lite, buku ini ringan dan tentu saja gampang ditebak. Tapi entah kenapa, aku sangat-sangat menikmati buku ini. Apalagi kalau dibaca pas lagi sumpek, jadi senyum-senyum sendiri. Bisa dibilang buku ini bisa bantuin buat bangkit dari reading slump. Secara umum, aku suka penulisan Mbak Soraya di buku ini, dan kalau lagi sumpek, pasti bakal baca ulang buku ini. So, happy reading!