Review Novel: Happy Place dari Emily Henry

by - Juni 06, 2023

      "Tidak ada keluarga yang sempurna, karena tiap keluarga punya cerita"

     Emily Henry kembali dengan novel barunya, yang kali ini berjudul Happy Place. Biasanya, novel-novel Emily Henry selalu kental dengan romance-comedy dan vibes summer holiday. Tapi, kali ini sedikit agak berbeda. Meskipun judulnya Happy Place, tapi unsur komedinya tidak sebanyak di buku-buku sebelumnya. Soalnya, buku kali ini membahas tentang pertemuan mantan tunangan di suatu liburan.



     Novel ini berkisah tentang Harriet dan Wyn, yang merupakan mantan tunangan. Tapi, mereka terpaksa berpura-pura belum putus di hadapan teman-temannya, karena tidak ingin membuat mereka khawatir. Ditambah, liburan yang akan mereka adakan kali ini adalah liburan terakhir di Happy Place mereka, yakni sebuah villa milik Sabrina (salah satu teman Harriet), yang sebentar lagi akan dijual.

     Beberapa teman yang akan datang ke liburan kali ini adalah Sabrina, Cleo, yang merupakan sahabat Harriet dari SMA. Kemudian ada Parth (pacar Sabrina dan sahabat Wyn), dan juga ada Kimmy (partnernya Cleo). Nah, karena mereka udah sahabatan 8 tahun lebih, tentu saja Harriet dan Wyn ingin membuat momen liburan ini penuh kesan yang baik.

     Nyatanya, pura-pura masih tunangan membuat mereka merasa terbebani, apalagi mereka berdua harus sering interaksi "mesra" seperti biasanya. Masalahnya, Harriet masih "dendam", mengingat Wyn minta putusnya lewat telpon 4 menit, dan langsung balikin barang-barang Harriet yang ada di rumahnya. Pertanyaannya, kenapa sih mereka bisa putus? Padahal mereka ini udah cocok banget.

     Sampai sini, mungkin terkesan klise dan dramatis. Tapi, tunggu dulu! Soalnya isi novelnya tidak se-sederhana itu.

     Lewat kisah yang "klise" ini, kita akan melihat berbagai masalah yang sering ditemui di dunia nyata. Seperti, dysfunctional family, self crisis, insecurity career dan adulting dari setiap tokohnya.

     Kita bahas yang pertama dulu terkait dysfunctional family, di mana latar belakang keluarga setiap tokoh di sini tidak sempurna. Ada yang kaya raya tapi broken-home, ada yang orangtuanya pisah tapi masih akur, ada yang orangtuanya rukun tapi tidak terlalu kaya, ada pula yang orangtuanya bareng tapi kakaknya rebel. Macam-macamlah. Soalnya setiap keluarga memang punya cerita, dan cerita itu tidak ada yang sempurna. Dan di sini, Emily Henry jago banget dalam menghubungkan latar belakang tersebut ke dalam karakter tokohnya.

     Misalnya Harriet, dikarenakan keluarganya selalu "diam" ketika ada masalah antar keluarga, alhasil Harriet lebih memilih memendam masalah persahabatan mereka, karena takut hubungan mereka bisa pecah. Jadi setiap ada konflik, Harriet cenderung menghindar dan mengganti topik yang dirasa bisa bikin lupa masalah tadi. Di sini manajemen konflik Harriet dipengaruhi dengan gimana orangtuanya dalam mengatasi konflik.

     Kemudian self-crisis, seperti yang dialami orang-orang usia 25+. Di mana mereka takut dan ragu dengan keputusan hidup mereka: haruskah aku menikah dengan orang ini? apakah pekerjaanku ini sudah sesuai dengan keinginanku? apakah aku udah cukup baik untuk orang lain? Dan pertanyaan lain yang bikin overthinking. Semua orang pasti pernah ada di fase ini, dan itu normal.

     Yang ketiga adalah insecurity career. Di mana kita nggak PD dengan pekerjaan yang kita lakukan sekarang, karena takut dianggap "tidak keren" dibanding teman-teman lainnya. Atau mungkin, nggak PD karena takut akan melakukan banyak kesalahan di pekerjaan yang kita lakukan. Nah, di buku ini digambarkan di beberapa tokohnya juga.

     Aku ambil contoh Wyn, seorang sarjana bisnis yang bekerja "tidak sesuai" dengan lulusan bisnis pada umumnya. Ketika dia nyoba daftar di pekerjaan yang linier, selalu gagal karena setiap interview dia "salah jawab". Hal ini kemudian bikin dia jadi "merasa bodoh" dan meremehkan diri sendiri.

     Yang keempat adalah adulting, di mana proses pendewasaan diri tuh kadang menyakitkan. Karena kita nggak bisa selamanya seperti dulu lagi. Misalnya dalam buku ini adalah persahabatan mereka yang dijalin selama bertahun-tahun. Kalau dulu, mungkin masih bisa bareng-bareng. Tapi seiring berjalannya waktu, setiap orang akan punya kesibukannya sendiri.

     Dari segi penokohan, sebagaimana novel Emily Henry sebelumnya, buku ini juga kental dengan pendalaman karakter di setiap tokohnya. Malah mungkin lebih sistematis dan runtut. Tokoh-tokoh di sini terkesan realistis, di mana masing-masing menyimpan trauma, ketakutan, keraguan dan beban pikiran ala manusia berusia 25+. Karena buku ini ditulis dari sudut pandang Harriet, kita jadi tahu peperangan batin yang dialami Harriet. Sementara untuk Wyn, sedikit banyak juga tau karena ada beberapa bagian yang juga ikut jelasin perasaan dan pemikiran dia.

     Kalau aku sendiri, ngerasa cukup relate dengan Wyn. Malah aku sampai mikir: "lah, emang ada ya ternyata orang macam aku di luar sana, bahkan di Amerika". Nggak bisa jelasin bagian mananya, soalnya confidential. Intinya, aku merasa "terhubung" dengan Wyn. Kalau biasanya di novel romance tokoh laki-laki yang aku suka itu crushable, di sini aku suka Wyn karena merasa "ngaca". Bingung jelasinnya. Antara terharu tapi kaget juga.

     Novel ini konfliknya lumayan banyak serta bikin "deg" dan nyesek. Karena setiap tokoh yang punya masalah masing-masing itu akhirnya disatukan dan pecah. Tapi sayang, penyelesaiannya sendiri lumayan terburu-buru, walaupun masih masuk akal.

     Yang aku suka dari novel ini, ceritanya heart-breaking yang bikin nyesek, tapi ada beberapa bagian yang heart-warming juga. Intinya, emosiku di sini dipermainkan secara campur aduk. Humornya ada, tapi tidak sebanyak buku-buku sebelumnya. Lebih banyak sisi emosionalnya malah.

     Yang aku kurang suka, fokus penokohannya agak terpecah. Harusnya, Harriet dan Wyn dapat spotlight lebih banyak selaku tokoh utama di sini. Alhasil, karakter mereka jadi terkesan "balapan" dengan tokoh-tokoh lain. Selain itu, aku kurang suka penekanan "Ini liburan terakhir kita di sini" di beberapa bagian cerita, rasanya kok terkesan kurang dewasa aja. Tapi ini opini pribadi aja sih.

     Secara keseluruhan, aku tetep suka sama novel ini. Selain karena ceritanya yang menarik, buku ini juga bikin aku merasa "relate", selaku orang yang mengalami proses pendewasaan.

     Sekian review buku Happy Place dari Emily Henry ini, terima kasih bagi yang sudah membaca tulisan ini sampai selesai. Sampai ketemu di ulasan buku selanjutnya!

You May Also Like

2 comments

  1. SEPERTINYA BAGUS YA

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau suka novel dengan masalah yang realistis, pasti suka Kak :D.

      Hapus