Review Buku: The Traveling Cat Chronicles dari Arikawa Hiro

by - Oktober 18, 2022



      Kucing adalah hewan yang lucu dan menggemaskan, walaupun kadang terlihat judes dan bodo amat dengan pemiliknya. Hewan berbulu lembut dengan cakar yang tajam ini memang menjadi salah satu peliharaan favorit bagi sebagian orang. Bahkan, hubungan kucing dan manusia ini sering disebut hubungan babu dan majikan, karena sekalinya seseorang memelihara kucing, mereka pasti jadi tunduk dan mengorbankan banyak hal demi bisa menghidupi si kucing.

     Pemilik kucing pasti paham, kalau kucing adalah salah satu makhluk yang bisa memahami sifat manusia. Sebrutal-brutalnya kucing, kalau pemiliknya sedih, biasanya mereka punya cara tersendiri untuk menghiburnya. Asalkan, sebelumnya si kucing dirawat dengan baik juga.

     Meskipun aku bukan pecinta dan nggak punya peliharaan kucing, tapi ada salah satu buku tentang kucing yang menarik perhatianku, yakni The Traveling Cat Chronicles dari Arikawa Hiro. Buku ini ditulis dari sudut pandang kucing terhadap pemilik dan orang-orang di sekitarnya. So heart-warming and heart-breaking at the same time. 

     Pada tulisan ini, aku ingin menuliskan ulasan tentang buku yang berhasil membuatku nangis karena ikatan kucing terhadap pemiliknya. Jadi, kalau kamu pecinta kucing, wajib baca ini dulu buat yakinin kamu baca bukunya.

Isi Buku

"Nana itu nama yang sangat feminin, kan? Tapi, aku kucing jantan, namaku kan jadi tidak matching.

     Nana adalah seekor kucing liar yang ditemukan Satoru, manusia baik hati, yang berhasil menyelamatkan Nana, dan kemudian mengadopsi Nana di apartemennya.

     Setelah 5 tahun hidup bersama, Satoru harus mencari orang lain untuk mengadopsinya, karena beberapa alasan. Sehingga, keduanya melakukan perjalanan panjang di penjuru Jepang demi menemui teman-teman Satoru yang sekiranya sanggup menjadi pemilik Nana selanjutnya.

     Akan tetapi, Nana curiga, bahwa ada sesuatu yang disembunyikan Satoru darinya. Meskipun Nana terkesan seperti kucing yang cuek dan tsundere, dengan insting kucingnya, dia bisa merasakan sesuatu dari diri Satoru. Hal apa yang disembunyikan Satoru darinya? Dan siapa yang akhirnya mengadopsi Nana?

     Buku ini ditulis dari sudut pandang seekor kucing, yang punya pola pikir sederhana terhadap kehidupan manusia. Di balik tingkah kucing yang terkadang bikin geregetan, kucing juga punya sisi lemah dan ikatan yang kuat terhadap pemiliknya. Di sini, kita bisa melihat polah tingkah kucing yang terkadang ceroboh karena insting hewannya. Dan juga kasih sayang pemilik kucing menurut si kucing itu sendiri.

     Selain itu, buku ini juga mengangkat beberapa masalah berat yang dihadapi manusia, khususnya tentang cara pandang seseorang terhadap keluarga. Si kucing melihat, memang ada manusia yang pantas disebut keluarga meskipun tidak ada hubungan biologis. Dan sebaliknya, ada manusia yang tidak pantas disebut keluarga meskipun sedarah, mengingat perlakuannya yang kejam terhadap sesamanya.

     Di akhir cerita, kita akan disuguhkan dengan peristiwa campur aduk, antara bahagia dan sedih. Khususnya berkaitan dengan hubungan kucing dan manusia.

Kesan terhadap Buku

     Bisa ditebak, aku dibuat menangis dengan kisah haru pilu dari buku ini. Temanya mungkin terkesan sederhana, tapi Arikawa Hiro benar-benar hebat dalam mengemas tema sederhana dengan penuh emosi lewat narasi ceritanya.

     Dari segi karakter, hampir semua karakternya memorable dan berkesan. Karena masing-masing tokoh dibahas cukup mendalam terkait latar belakangnya. Dan deskripsi fisik maupun sifatnya cukup mudah untuk dibayangkan.

     Dari segi narasi suasana, seperti biasa kalau Japan Literature kebanyakan punya vibes tenang dan syahdu. Arikawa Hiro pun cukup detail dalam mendeskripsikan latar tempat dan suasananya. Jadi sebagai orang yang belum pernah ke Jepang, bisa membayangkan suasana dan tempat dalam cerita ini.

     Meskipun aku sendiri belum pernah berkomunikasi langsung dengan hewan, tapi sepertinya pola pikir si kucing dalam buku ini memang cukup real. Entah bagaimana Arikawa Hiro riset terkait pola pikir kucing, apa mungkin dia sempat belajar di kelas animal communication seperti yang sering aku lihat iklannya. Yang jelas, pola pikir kucing yang sederhana dan kebanyakan mengikuti instingnya, di buku ini tidak terkesan dibuat-buat.

     Kemudian, terkait hubungan Satoru dan kucingnya, serta hubungan Satoru dengan manusia di sekitarnya juga cukup menjadi highlight dalam buku ini. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari karakter Satoru yang punya hati lembut dan peduli dengan sesamanya. Aku dibuat terharu dengan latar belakang dan kisah hidup Satoru dengan lingkungan sekitarnya.

     Jadi,meskipun buku ini ditulis dari sudut pandang kucing, tapi tokoh utamanya tetap Satoru. Kucing di sini seperti recount kenangan hidupnya bersama Satoru, yang mungkin adalah satu-satunya babu yang dimilikinya seumur hidupnya.

     Bagi pecinta kucing, wajib banget baca ini. Dan kemungkinan besar, setelah baca buku ini, kalian jadi pengen peluk kucing kalian sambil nangis. Karena, ikatan kucing dengan pemiliknya seperti sulit dilepaskan, meski salah satunya telah tiada.

"Kalau kamu mau menyakiti Satoru, kucing berharga diri macam aku ini tidak akan diam saja! Kalau kau tak mau hidungmu kucabik-cabik hingga hancur, segera minta maaf ke Satoru, dasar anjing sialan!- Nana"

You May Also Like

0 comments