Review Buku: Gadis Minimarket dari Sayaka Murata

by - Maret 12, 2022

 


     KENAPA SIH MASYARAKAT SUKA IKUT CAMPUR URUSAN GOLONGAN MANUSIA YANG MEREKA ANGGAP GAK NORMAL? EMANG APA SIH STANDAR NORMAL ITU?

     Kalau kamu sering ditanya: Umur segini kok belum nikah? Kok kerjanya gitu-gitu aja? Kapan kamu mau punya momongan? Dan pertanyaan-pertanyaan tidak nyaman lainnya, berarti kamu akan relate dengan buku yang aku ulas kali ini. 

     Gadis Minimarket dari Sayaka Murata merupakan novel Jepang yang menceritakan tentang seorang perempuan lajang, berusia 30-an yang bekerja menjadi pegawai minimarket. Novel ini menyinggung tentang pandangan masyarakat yang seringkali menganggap orang-orang yang tidak sesuai standar mereka adalah orang aneh, sehingga urusannnya harus diikut campuri agar mereka bisa "diperbaiki". Nah, seperti apa sih Sayaka Murata menyindirnya? Dalam ulasan kali ini, aku ingin memberikan gambaran tentang alur novelnya.

     Keiko, seorang perempuan lajang berusia 30-an, telah bekerja menjadi pegawai minimarket sejak dia kuliah. Ada yang aneh? Bagi masyarakat, ini adalah hal yang aneh. Menurut standar masyarakat, Keiko seharusnya sudah menikah atau bekerja di kantor yang lebih "modern" ketimbang menjadi pegawai minimarket. Hal inilah yang menjadikan Keiko sebagai sorot perhatian lingkungan sekitarnya, karena menganggap dia memiliki kelainan. Bahkan banyak orang yang mulai ikut campur dengan menjodoh-jodohkannya dengan seseorang. Dan juga, hingga suatu ketika, Keiko dipaksa untuk keluar dari minimarket, tempat yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. 

     Sudah dapat gambarannya? Atau mungkin pernah mengalami sendiri? Pasti capek denger slentingan kanan kiri yang menuntut kita untuk bisa sesuai ekspektasi masyarakat. Meskipun novel ini tipis, tapi penuh dengan pelajaran yang bisa diambil. Dalam kasus ini, pelajaran utamanya adalah "menjadi orang normal". Normal itu seperti apa sih? Apa kita harus menjadi normal agar diterima masyarakat? Itulah yang menjadi pikiran Keiko. Keiko yang dituntut menikah karena dianggap "perempuan kadaluarsa berusia 30-an", Keiko yang disuruh keluar dari minimarket karena dia harus bekerja di "kantor", dan tuntutan-tuntutan terhadap Keiko yang lain. 

     Novel ini cukup mengaduk-aduk emosi, karena ketika kita melihat Keiko sebagai karakter yang "tidak peka" dan terkesan "iya-iya aja" terhadap tuntutan-tuntutan orang lain terhadapnya, bikin aku "kok bego sih kamu, Keiko". Apalagi ada momen di mana orang paling menyebalkan malah merendahkan Keiko, ngatain Keiko macem-macem dengan mengulang-ulang "era Jomon", terkesan membodoh Keiko, berhasil menganggu pikiran Keiko untuk memikirkan ulang prinsip hidupnya selama ini. Tapi apakah Keiko akan mengikuti paksaannya? Apakah Keiko harus mengorbankan segalanya demi dianggap "normal"?

     Novel ini sangat ringan dan menjadi bacaan sekali duduk. Tebalnya pun gak sampai 200 halaman. Sangat menarik dan bisa dijadikan awalan bagi mereka yang ingin memulai kebiasaan membaca. Pesannya juga bagus dan relate dengan banyak kalangan. Sampai bikin mikir, "Wah ternyata masyarakat Jepang, seperti Indonesia juga, sama-sama suka nyinyir ya". Demikian ulasan kali ini, terima kasih dan selamat membaca bukunya!

You May Also Like

0 comments