Review Buku: The Scarlet Letter dari Nathaniel Hawthorne

by - Maret 07, 2022



      The Scarlet Letter dari Nathaniel Hawthorne merupakan salah satu sastra klasik yang berasal dari Amerika Serikat. Sebagaimana sastra klasik pada umumnya, novel ini memiliki keunikan seperti diksi maupun tema yang diusung sebagai alur ceritanya. Pada kali ini aku akan menuliskan ulasan tentang novel ini.

     Alur novel ini cukup sederhana, yakni menceritakan tentang perempuan bernama Hester, yang selingkuh dengan seseorang ketika ditinggal suaminya, Roger, ke luar kota. Dari hasil perselingkuhan ini, lahirlah seorang anak bernama Pearl, yang selanjutnya dicap sebagai anak haram oleh lingkungan gereja. Nasib Hester dan Pearl pun dikucilkan karena dianggap sebagai seorang pendosa. Sementara bagaimana nasib laki-laki selingkuhan Hester ini? Siapakah dia? Dan bagaimana Hester berjuang supaya nasib Pearl dan dirinya tidak berujung tragis karena hukuman gereja? Lantas, apa makna judul The Scarlet Letter itu sendiri?

     Novel ini mengusung tema kekristenan di mana masyarakatnya adalah seorang puritan (fanatik terhadap agama). Dan sepertinya, Nathaniel adalah penulis novel yang gaya berceritanya punya tema demikian. Ada unsur magis juga di dalamnya. Novel ini seolah memberikan sindiran terhadap masyarakat yang seringkali menyalahkan satu pihak, yakni si perempuan, dalam sebuah perselingkuhan. Padahal perselingkuhan terjadi karena kesalahan dua pihak. Tapi karena perempuan lah yang akan merasakan hamil (apabila selingkuhnya kebablasan), dan pihak laki-laki bisa lari dari tanggung jawabnya apabila hal ini terjadi, maka perempuanlah yang kemungkinan akan menjadi bahan gunjingan.

     Sebenarnya buku ini tipis, alur ceritanya juga sederhana, tapi karena Bahasa Inggrisnya sangat klasik serta terlalu banyak perumpamaan, aku kurang bisa menikmati. Apalagi Bahasa Inggris klasik itu kosa katanya berasa asing di aku (Bahasa Indonesia yang puitis pun aku mungkin kesulitan). Hal ini sempat bikin aku nggak mau lanjutin, tapi karena aku greget dengan si laki-laki selingkuhan Hester yang bisa dibilang nasibnya "aman", aku jadi dibuat penasaran. Khususnya ketika bagian Pearl mengetahui siapa ayahnya, rasanya cukup bikin iba. Meski demikian, sebenarnya pesan buku ini masih relevan untuk kondisi sekarang. Khususnya bagi masyarakat yang suka menilai moral orang lain.

     Novel ini cocok bagi orang-orang yang suka mencari kosa kata baru Bahasa Inggris, karena kira-kira 70% diksinya klasik. Soalnya buku ini lumayan sering jadi bahan mahasiswa Sastra Inggris. Hanya saja buku ini kurang cocok bagi orang yang gak sabaran terhadap alur cerita. Wkwkwk. Demikian ulasan dariku, semoga bermanfaat. Selamat membaca bukunya bagi yang tertarik!

You May Also Like

0 comments