Review Buku: Dua Belas Pasang Mata dari Sakae Tsuboi

by - November 28, 2023



      Perang akan selalu merugikan banyak pihak. Anak-anak dan penduduk desa terpencil yang bahkan tidak tahu mengapa perang bisa terjadi pun bisa terkena imbasnya. Inilah salah satu highlight menarik dari novel Dua Belas Pasang Mata dari Sakae Tsuboi. Salah satu Sastra Jepang yang ditulis dengan latar Perang Dunia, di mana saat itu militer Jepang masih aktif di dunia Internasional.

Sinopsis Buku Dua Belas Pasang Mata

     Dua Belas Pasang Mata mengisahkan tentang guru muda bernama Miss Oishi, yang ditugaskan untuk menjadi guru di sekolah terpencil yang ada di Desa Tanjung. Miss Oishi sendiri berasal dari Desa Pohon Pinus, desa yang berjarak 8 km dari Desa Tanjung bila ditempuh dengan darat. Tapi bisa juga disebrangi untuk jarak yang lebih dekat.

     Miss Oishi telah menarik perhatian warga Desa Tanjung, sebab di hari pertamanya mengajar, dia mengenakan pakaian barat (kemeja hitam dan celana) dan menaiki sepeda, barang yang saat itu masih langka di daerah tersebut. Di desa itu pun, Miss Oishi ditugaskan untuk mengajar murid kelas 1 yang berisi 12 siswa. Dan 12 siswa ini memiliki latar belakang dan sifat yang berbeda-beda.

     Sayangnya, di saat 12 siswa ini bertumbuh, Jepang dalam keadaan berperang melawan beberapa negara (yang kemudian memicu Perang Dunia II). Alhasil, penduduk desa Tanjung pun menerima dampaknya. Pernikahan dini dan perdagangan perempuan pun semakin marak. Selain itu, remaja laki-laki pun harus siap menjadi anggota militer yang merupakan sasaran peluru. Harga barang pun meningkat, karena hasil bumi dikuasai pemerintah. Seperti apa nasib Miss Oishi dan 12 muridnya?

Opini terhadap Buku

     Awalnya ngira, buku ini berkisah tentang kisah guru dan muridnya yang bakal ngasih kesan heart-warming dan lucu karena kepolosan anak kecil. Tapi, setelah baca beberapa bab, aku langsung "hah, jadi gini?", baru deh baca blurb buku dan sadar kalau ini tuh buku anti-perang. Atau dengan kata lain sindiran terhadap pemerintahan yang menyebabkan perang.

     Potret Jepang di masa lalu yang kelam bener-bener dijabarin di sini. Jepang yang dulu bukanlah Jepang yang sekarang. Dulu, perekonomian sepertinya memang nggak semerata sekarang. Soalnya, rata-rata buku Jepang dengan latar 1920-an yang aku baca, pasti penuh sindiran terhadap kemiskinan dan pendidikan yang terabaikan. Kayak buku Botchan dari Natsume Soseki (aku pernah review buku ini juga, bisa dilihat di tautan setelah paragraf ini), yang isinya guru dikirim ke daerah terpencil, dan guru yang dianggap profesi sebelah mata.

     Di buku Dua Belas Pasang Mata, gambaran guru Jepang di masa lalu sangat miris. Bayangkan, untuk kelas 1-4, hanya dipegang 2 guru: 1 guru tua yang mau pensiun dan 1 guru muda yang baru lulus sekolah guru. Dan Miss Oishi selaku guru muda, gajinya baru didapat setelah beberapa tahun bekerja. Jadi masyarakat desa sendiri yang berinisiatif memberi hasil bumi mereka kepada Miss Oishi. Selain itu, guru perempuan berusia 40 tahun pun dianggap tua, sehingga harus "disingkirkan". Benar-benar memprihatinkan.

     Situasi tersebut diperparah dengan adanya perang. Latar waktu pun dipercepat dengan 12 siswa tadi yang masuk usia remaja, beberapa dari mereka harus mengalami beberapa dampak perang, termasuk wajib militer. Tak hanya itu, situasi perang juga diiringi dengan wabah penyakit yang menimpa Desa Tanjung. Dan salah satu siswa Miss Oishi pun harus menderita penyakit tersebut.

     Setelah beberapa tahun mengajar, Miss Oishi pun menikah dan punya anak. Dampak perang juga mencapai ke anak Mrs. Oishi, di mana anak sulungnya terkena doktrin "petinggi". Sebenarnya kasihan sih, anak sekecil itu tumbuh di situasi perang, sehingga dia yang masih polos termakan dengan doktrin nggak jelas.

    Novel ini sangat menjelaskan gimana perang benar-benar merugikan banyak pihak. Banyak orang tak bersalah yang harus tewas, karena kepentingan beberapa kelompok. Meskipun banyak latar waktu yang dipercepat, buku ini berhasil menyampaikan pesan terkait anti-perangnya.

     Endingnya, mungkin agak heart-warming, karena Mrs. Oishi yang sudah menua pun akhirnya bertemu dengan murid-muridnya lagi. Tapi, situasi tak lagi sama. Sebab, menang atau kalah, situasi perang telah menyisakan luka mendalam untuk semua pihak.

     Aku sendiri baca buku ini versi terjemahan Indonesia, TAPI di versi ini lumayan banyak typo. Bahkan beberapa nama siswanya pun sering kebalik-balik. Jadi aku sempet susah dan kebingungan buat bayanginnya.

     Nah, sekian review buku Dua Belas Pasang Mata dari Sakae Tsuboi. Terima kasih buat yang udah baca!

You May Also Like

0 comments