Pernah nggak sih, kamu berada di situasi yang capek buat ngapa-ngapain, tapi pas lagi nggak ngapa-ngapain ya capek juga? Inilah yang dialami Jungmin, seorang penulis broadcast yang mengalami burnout, lalu memutuskan resign.
Dikira, setelah nggak ngapa-ngapain Jungmin bakal sembuh. Tapi ternyata, dia malah makin stres. Udah nggak ada pemasukan lagi, nggak punya rutinitas yang jelas, dan hidup sendirian di desa pula. Alhasil, setelah setahun nganggur dia akhirnya memutuskan untuk nyari inspirasi dengan jalan-jalan di lingkungan desa. Di tengah perjalanan itu, dia niatnya mampir di sebuah kafe. Eh pas masuk, ternyata itu bukan kafe biasa, melainkan tempat workshop pottery.
Setelah tau kalau itu tempat workshop pottery, Jungmin niatnya pergi, eh sama pemiliknya ditawarin buat ikutan workshop. Karena nggak punya kegiatan, akhirnya Jungmin ya ikutan aja deh.
Di hari-hari dia mengikuti workshop, Jungmin bertemu dengan orang-orang dari beragam usia dan latar belakang. Ada yang masih sekolah, ada yang mau daftar kuliah, ada yang lansia dan tentu saja ada yang seumuran. Dan ternyata, dari sini Jungmin pun akhirnya mulai bisa belajar untuk menyembuhkan luka dalam dirinya.
Emang luka apa sih?
Berasal dari keluarga yang broken home, rekan kerja yang pernah mencoreng nama baiknya, kerja tanpa kenal waktu, dan berpacaran dengan orang-orang toksik, telah membuat Jungmin jadi banyak bertanya tentang tindakannya. Bahkan menjaga jarak hanya untuk sekadar berinteraksi dengan orang lain.
Nah, di workshop pottery ini, Jungmin yang canggung dengan orang lain, harus mau bekerja sama ketika ada proyek yang harus dilakukan berkelompok. Di situ dia pun juga bertemu dengan Gisik, yang yakin dengan pilihannya untuk pensiun dini dan membuka workshop pottery, meskipun banyak orang yang menyayangkan pilihan itu.
Hari demi hari dilalui Jungmin di workshop pottery, seperti apa perubahan yang akan dialami Jungmin?
Self discovery melalui pottery
The Healing Season of Pottery merupakan satu dari sekian novel self discovery yang aku baca. Tipe buku kayak gini udah pasti punya alur yang lambat dan terkesan berbelit-belit, karena harus menjelaskan beberapa faktor yang ke depannya akan memengaruhi perkembangan karakter tokohnya.
Aku sendiri suka dengan tema ceritanya yang mengusung pottery sebagai salah satu "sarana" yang membantu Jungmin untuk sembuh. Biasanya, buku self discovery serupa, sarana yang memengaruhi perkembangan karakter, kalau nggak buku/perpustakaan, "fenomena keajaiban", atau ya kucing. Bukannya nggak suka dengan dua hal itu, tapi aku pengen yang lebih praktikal. Kegiatan pottery ini salah satunya.
Ditempa hingga menjadi berguna
Seperti yang kita tahu, dalam pottery, kita menggunakan intuitif dan pengindraan sekaligus ketika pengerjaannya. Hal ini lah yang bikin kita bisa lebih fokus dengan situasi sekarang. Seperti menikmati tekstur tanah liat mentahannya, sensasi ketika memutar tanah liat, dan semacamnya. Dari proses kegiatan pottery ini pun bisa dijadikan renungan juga kan, bahwa untuk menjadi berguna, tanah liat harus ditempa berkali-kali, dibakar, hingga akhirnya bisa membentuk gelas, mangkok atau semacamnya.
Apa yang dialami Jungmin mungkin memang banyak yang mengalaminya, namun ketika Jungmin sudah paham alasan semua itu terjadi, dia menjadi lebih kuat dan sembuh secara perlahan. Memang, yang dibutuhkan hanyalah keberanian untuk keluar dari lingkaran "kenyamanan negatif".
Lingkungan yang suportif
Berubah sendirian mungkin memang sulit, oleh karena itu diperlukan lingkungan yang positif dan suportif. Di lingkungan pottery ini, Jungmin banyak bertemu orang-orang yang turut mendorongnya untuk berubah. Entah terinspirasi dari teman di kegiatan pottery-nya, serta seseorang yang mau menerima Jungmin apa adanya.
Di sini bisa disimpulkan bahwa, carilah lingkungan positif yang mendukung perubahan baik kita. Karena lingkungan pertemanan ya sengaruh itu. Buat nemuin lingkungan ini pun macam-macam caranya, salah satunya ya dengan "hobi baru". Mungkin emang sulit untuk nemuin cara yang sesuai dengan kita, jadi ya emang harus berani.
Secara keseluruhan, aku suka dengan gimana Jungmin berproses sih. Dan endingnya pun tidak mengecewakan.
Oh ya, sekadar mengingatkan aja. Semisal kamu bukan tipe orang yang suka baca alur lambat, buku ini mungkin kurang cocok soalnya emang lumayan bosenin. Tapi kalau berniat untuk memperbaiki ketahanan fokus, mungkin bisa banget dicoba baca buku ini.
Sekian review buku The Healing Season of Pottery dariku, semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar