Reformasi Jepang dalam Buku Seikatsu Kaizen dari Susy Ong

by - Oktober 21, 2022



     Bagi Japan enthusiast, pasti sudah pada tau kalau Jepang mulai menjadi negara yang maju pasca Restorasi Meiji, yakni sebuah reformasi besar-besaran yang memengaruhi kemajuan Jepang di beberapa aspek hingga saat ini.

     Selain itu, pasti banyak yang tau kalau Jepang adalah pihak yang kalah di Perang Dunia II, di mana, salah satunya disebabkan oleh bom atom yang menimpa 2 kotanya.

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana sih Jepang melakukan reformasi besar-besaran di Era Meiji?

Bagaimana pula Jepang bangkit setelah luluh lantak hancur berantakan pasca Perang Dunia II?

Dalam buku Seikatsu Kaizen dari Susy Ong, penulisnya menjabarkan dengan cukup lengkap terkait pertanyaan-pertanyaan tersebut. Nah, bagi yang penasaran, khususnya yang suka banget sama Jepang, baca tulisan ini sampai selesai yuk!

Sebelumnya memasuki pembahasan inti, apa sih yang melatar belakangi reformasi Jepang dulu?

     Dimulai sekitar abad ke 3, orang-orang Jepang mulai melakukan interaksi dengan orang Tiongkok dan Semenanjung Korea. Tujuannya: belajar bercocok tanam. Dan ketika abad 7, tepatnya saat Pangeran Shotoku berkuasa, ia mengirim surat ke Tiongkok dengan tujuan: belajar tulisan, sistem pemerintahan, budaya dan teknologi.

     Dikarenakan Jepang mempelajarinya dari Tiongkok, maka setelah abad ke-10, orang Jepang mulai mengadopsi budaya Tiongkok ke dalam budaya Jepang. Kasarannya men-jepang-kan lah. Makanya, sampai sekarang, budaya Jepang dan Tiongkok tuh mirip-mirip.

     Nah, mulai abad ke-16, ketika bangsa barat mulai masuk ke Jepang buat berdagang, telah memaksa Jepang buat membuka pasar komoditas luar negeri. Dari sini, Jepang dibuat kagum sama teknologi, sistem ekonomi dan militer yang dibawa bangsa barat ketika berdagang ke Jepang. Alhasil, mereka penasaran dan cari tahu rahasianya dengan berkunjung ke negara-negara tersebut, yang mana, misi berkunjung ini disebut Misi Iwakura, karena dipimpin oleh Iwakura Tomomi.

     Kesimpulannya: Jepang masih terbelakang. Yang kemudian ditindak lanjuti dengan kerjasama dengan cendekiawan yang pernah bersekolah di barat, serta melakukan kampanye nasional, agar masyarakat Jepang rajin, disiplin dan antusias untuk maju.

Kritik Adat sebagai Awalan Reformasi

     Tahun 1891, Dohi Masataka menerbitkan buku yang berjudul Reformasi Adat di Jepang, yang berisi seputar kondisi internal Jepang yang perlu ditelaah ulang. Seperti: budaya patriarki yang sangat kental, penganut agama yang cenderung antusias menyumbang ibadah, tapi enggan membayar pajak, belum ada penyeragaman bahasa, dan orang Jepang yang suka mencari alasan untuk malas.

     Dari sini, Asosiasi Reformasi Pola Hidup Jepang mulai menentukan kriteria dan tolak ukur bentuk reformasinya berdasarkan nilai-nilai yang saat itu dianut. Kemudian mereka pun mulai mendirikan cabang asosiasi di beberapa daerah, guna melakukan pengawasan.

     Selain itu, mereka juga mulia menerbitkan surat kabar dan majalah yang berisi update dan data statistik terkait reformasi di beberapa daerah. tujuannya untuk menjadi alat pembanding perkembangan kondisi Jepang saat itu.

Reformasi Agama di Jepang

     Bicara soal agama, di Jepang sendiri sebenarnya agak sulit untuk mendefinisikan makna "agama" seperti yang dianut kebanyakan orang. Sebab, mereka cenderung percaya kepada kekuatan dewa dewi, dan tidak ada kitab suci sebagai pedoman utamanya.

     Namun, apabila kita mendesak bertanya kepada mereka, jawabannya mungkin adalah Buddha Shinto. Meskipun Buddha dan Shinto ini sebenarnya berbeda. Hal dikarenakan, Buddha saat itu masuk bersama Shinto, sehingga akhirnya Shinto mengikuti ritual Buddha Jepang.

     Ketika Restorasi Meiji, terjadi perebutan kekuasaan yang mengakibatkan malapetaka bagi Buddha. Hal ini dikarenakan, pihak yang menang melabeli: Shinto sebagai agama asli Jepang, dan Buddha adalah agama asing. Sehingga, terjadi penghancuran tempat ibadah Buddha asli.

     Karena hal tersebut, para biksu Jepang meniru misionaris Protestan untuk tetap menyebarkan agama Buddha. Seperti mendirikan sekolah formal modern, merekayasa upacara pernikahan ala Buddha dan mengirim para biksu untuk turut andil langsung di lingkungan masyarakat.

     Begitu juga dengan Shinto, Shinto sendiri adalah kepercayaan terhadap roh yang terdapat dalam alam semesta (pohon, sungai, gunung). Di mana Shinto juga membuat berbagai macam tradisi seperti syukuran, pernikahan, yang ritualnya diselaraskan dan terkadang, dilaksanakan di jinja, tempat ibadah mereka. Tradisi pernikahan Shinto sendiri pertama kali baru dilaksanakan pada tahun 1900-an oleh golongan kaisar, yang kemudian diikuti masyarakat lainnya.

Reformasi SDM yang Kompeten

     Revolusi Industri di Jepang dimulai pasca kemenangannya dari Tiongkok di 1985, di mana mereka mendapatkan banyak harta rampasan  Akan tetapi, permasalahan muncul karena saat itu, masalah SDM adalah masalah utama yang dihadapi Jepang untuk membangun ke arah maju.

    Hal pertama yang dilakukan saat itu adalah belajar dari Amerika Serikat. Salah satunya adalah belajar mengenai bisnis dan ekonomi. Mereka yang belajar dari Amerika Serikat, ketika kembali berprofesi menjadi konsultan untuk beberapa bisnis.

     Salah satu bisnis yang ditanganinya saat itu adalah Yamaha, salah satu produsen piano. Sebelumnya, harga piano Yamaha masih tergolong murah, sehingga orang-orang membeli hanya dijadikan pajangan. Akan tetapi, strategi kemudian diubah. Dengan menaikkan harga piano besar-besaran, untuk menggambarkan bahwa pemilik piano adalah keluarga yang berkelas dan terdidik, sehingga mereka yang membeli berpikir ulang untuk mau mempelajarinya.

     Selain itu, Jepang juga belajar dari Jerman, yang pasca kekalahannya di Perang Dunia I mulai menyebarkan kampanye industri berkualitas dengan harga murah, yang mendorong inovasi pada mereka. Dan salah satu perwakilan dari Mitsubishi, mempelajari langkah-langkah kampanye tersebut dan kemudian digabungkan dengan ilmu yang didapat dari Amerika Serikat (efisiensi).

     Pasca kekalahan Jepang di Perang Dunia II, menyadarkan Jepang bahwa mereka perlu melakukan fokus industri di teknologi. Sehingga mereka membentuk ikatan yang berfokus pada masalah teknologi yang harus diperbaiki.

     Dari segi ekonomi, mereka juga berupaya membangkitkan UKM-UKM dengan memberikan alokasi dana dan menyebarkan petugas pengawas manajemen UKM di seluruh penjuru Jepang. Salah satu tujuan pengembangan UKM ini adalah agar lebih banyak lapangan pekerjaan.

     Memasuki tahun 1980-an, persaingan dagang mulai muncul antara Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan. Sehingga, pada saat itu Jepang mulai membentuk UU yang selanjutnya disebut Monozukuri, yang menekankan kualitas barang industri Jepang.

Reformasi Pola Hidup

     Salah satu upaya Jepang dalam melakukan reformasi pola hidup adalah lewat Pendidikan. Karena, kebiasaan lebih mudah dibentuk ketika seseorang masih berusia dini. Lewat buku-buku pelajarannya, Jepang seringkali menyantumkan kisah hidup orang Barat semacam Abraham Lincoln, Benjamin Franklin. Tentu saja, hal ini dikemas dengan cara yang menarik bagi anak-anak. Sehingga, banyak anak SD yang termotivasi untuk menjadi seperti mereka.

     Selain itu, Jepang juga melakukan beberapa doktrin pola hidup lewat media massa. Salah satunya adalah kampanye hidup hemat lewat poster yang dikeluarkan oleh ormas Kristen (Young Men's Christian Association). Juga beberapa kartu pos yang menggambarkan hidup produktif juga turut disebarkan di beberapa kawasan.

     Bagi yang sering nonton anime, tentu juga sering melihat agenda pekan olahraga yang dilakukan oleh para tokoh anime itu. Ternyata, di Jepang sendiri memang cukup digalakkan agenda pekan olahraga dalam rangka membangun stamina dan lebih semangat bekerja. Dan juga, agenda ini ditujukan sebagai sarana rekreasi pasca lelahnya bekerja.


    Nah itu tadi beberapa reformasi yang dilakukan Jepang sejak era lampau. Mungkin tulisan ini masih tergolong singkat, jadi kapan-kapan akan aku tambah lagi terkait reformasi Jepang dalam buku ini. Terima kasih bagi yang sudah membaca, semoga bermanfaat!

You May Also Like

0 comments