Review Buku: The Comfort Book dari Matt Haig

by - Maret 27, 2022

 

"Tiada yang lebih kuat daripada sekelumit harapan yang tidak menyerah"

     Setiap orang pasti pernah berada di situasi sulit dan titik rendah dalam hidup. Sehingga terkadang, pikiran buruk senantiasa menghantui, yang berujung pada perasaan untuk menyerah. Ketika dalam situasi ini, biasanya bercerita adalah salah satu solusi untuk meringankan beban pikiran. Akan tetapi, apakah semua orang punya tempat bercerita yang nyaman?

      Tentu saja tidak semua orang punya tempat bercerita yang nyaman. Alasannya beragam, ada yang takut mengganggu atau menyusahkan, atau kadang takut orang tersebut tidak bisa dipercaya. Sehingga, tak sedikit orang yang lebih suka menumpahkan perasaannya lewat tulisan di media sosial, atau bahkan menulis panjang lebar di blog maupun jurnal buku. Sayangnya, lagi-lagi tidak semua orang bisa melakukan itu. Karena tidak semua orang mampu mengekspresikan atau mendefinisikan perasaannya.

Lalu, solusinya apa?

     Buku. Salah satu solusinya adalah membaca buku. Kadang, alasan membaca buku bagi sebagian orang adalah untuk mencari kenyamanan, mencari sesuatu yang bisa mendefinisikan perasaannya, atau bahkan untuk mencari tempat bercerita. Semakin ke sini, kita sudah bisa menemui beberapa buku yang dianggap sebagai teman bercerita. Alasannya, buku tersebut mampu memberikan validasi perasaan, dan terkadang nasihat yang ditulis berdasarkan pengalaman penulisnya. Tak sedikit buku yang seolah mengajak kita untuk "berbicara". Salah satunya adalah The Comfort Book dari Matt Haig.

     The Comfort Book dari Matt Haig adalah sebuah esai yang ditulis Matt Haig untuk orang-orang yang butuh healing lewat untaian kata-kata. Matt Haig sendiri adalah salah satu dari sekian banyak orang yang pernah berjuang melawan depresi, sehingga buku ini sedikit banyak akan membahas pengalaman serta hal-hal yang dia lakukan untuk menenangkan diri. Pada kali ini aku ingin mengulas bukunya di sini. Sesuai judulnya, diharapkan buku ini bisa memberikan kenyamanan, bagi siapapun yang membacanya. Untuk versi digitalnya, buku yang berbahasa Indonesia bisa dibaca di Gramedia Digital, sementara yang berbahasa Inggris bisa dibaca di British Library Council ;).

    "Rasakanlah satu keindahan setiap hari. Sekecil apapun. Seremeh apapun."

     Kutipan di atas adalah salah satu tulisan dalam buku ini. Seolah mengingatkan kita untuk fokus kepada kebahagiaan daripada kesedihan. Memang, bukan hal yang mudah. Tapi bukan tidak mungkin. Dalam 1 hari, pasti ada salah satu hal remeh yang bisa membuat kita tersenyum. Semisal, melihat tingkah laku kucing tetangga, atau membaca cuitan lucu di twitter, atau sekadar makan camilan kesukaan. Jadi daripada terus menerus bersedih atau merasa susah, menikmati hal remeh yang membahagiakan setiap harinya, meskipun hanya sejenak, cukup membuat perasaan lebih baik bukan?

     Serupa dengan kutipan di atas, secara umum buku ini memang berisi berbagai kalimat-kalimat penenang, inspiratif dan perspektif Matt Haig, di mana buku ini lebih ditujukan kepada seseorang yang butuh afirmasi positif, atau butuh mengekspresikan sesuatu yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Kita tidak sendiri. Mungkin adalah kata yang tepat untuk menggambarkan buku ini. Dengan kata lain, kita dan orang-orang yang juga tidak baik-baik saja, sama-sama berjuang untuk memperbaiki kondisi. Bertukar pandangan lewat buku Matt Haig ini, mungkin adalah salah satu cara untuk mencari inspirasi dalam berjuang.

     Selain kutipan inspiratif, terdapat pula beberapa kisah Matt Haig yang sebelumnya pernah menjadi pejuang depresi (dan hampir menyerah dalam hidupnya). Dalam buku ini, Matt Haig juga menuliskan kisah perjuangannya untuk bisa bangkit, seperti membaca buku tokoh filsuf yang menginspirasinya, buku apa saja yang menolong dia bahkan jenis musik yang mampu menenangkannya. Tak hanya itu, buku ini juga memancing kita untuk melakukan self-talk, atau refleksi diri dalam rangka lebih mengenali diri sendiri.

     Buku ini bisa dibaca secara acak, tidak harus urut. Karena isinya memang bukan jenis buku yang dibaca urut. Tiap bab-nya juga bukan yang panjang. Mungkin rata-rata 1-4 halaman. Sehingga tidak membosankan dan langsung dapat ke intinya. Ketika membaca ini pun bisa langsung lompat-lompat ke bagian yang menurut kita relate atau yang dibutuhkan. Sesuai judulnya, senyaman kita aja mau baca yang mana.

     Secara pengalaman pribadi, garis besar buku ini mengajarkan tentang penerimaan diri. Di mana ketika kita merasa putus harapan, lelah dan terus menyalahkan diri sendiri, buku ini cocok untuk dijadikan bacaan yang bisa memberikan perasaan hangat dan nyaman. Sekali lagi, buku ini benar-benar membuat nyaman. Jadi bagi siapapun yang merasa butuh teman, sedang lelah, ataupun butuh healing yang berupa kata-kata, buku ini patut dipertimbangkan untuk dibaca.

"Engkau belum gagal, pada saat bersedih. Engkau belum kalah, pada saat mengalami kekalahan."

You May Also Like

0 comments