Apa Itu Glass Ceiling? Sebuah Musuh yang Menghambat Manusia

by - September 25, 2022

Perempuan bekerja



     Permasalahan ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan di Indonesia, apabila dibahas memang tidak akan ada habisnya. Dimulai dari pandangan yang cukup remeh terhadap perempuan di lingkungan kemasyarakatan, hingga diskriminasi di lingkungan pekerjaan pun seringkali terjadi.

     Bicara mengenai diskriminasi perempuan di lingkungan pekerjaan, tak jarang kita menemukan perempuan berprestasi yang sulit mendapatkan posisi yang tinggi dibanding laki-laki. Fenomena diskriminasi ini sering disebut sebagai glass ceiling. Yang apabila diterjemahkan adalah atap-atap kaca.

     Glass Ceiling adalah sebuah ungkapan kiasan yang ditujukan pada fenomena diskriminasi perempuan di lingkungan kerja. Di mana, diskriminasi ini seringkali menghambat kemajuan bagi perempuan itu sendiri.

     Diskriminasi perempuan tidak hanya seputar sulitnya perempuan yang naik jabatan, namun dapat berupa kenyamanan pegawai perempuan itu sendiri di lingkungan kerja.

     Sebagai contoh, kasus pelecehan verbal terhadap perempuan, seringkali menjadikan perempuan itu tidak nyaman. Sehingga akhirnya, mereka jadi sulit berkonsentrasi bekerja karena terus memikirkan perkataan-perkataan tersebut.

     Selain itu, contoh lainnya adalah anggapan meremehkan perempuan di dunia STEM (Science, Tech, Engine, Mechanics), di mana perempuan seringkali dianggap kurang kompeten terkait bidang tersebut. Misalnya, ketika berhubungan dengan dunia teknik, perempuan dianggap kurang logis, atau "jijikan" maupun kurang kuat.


Lantas, apa sih dampak glass ceiling ini?


1. Menurunkan Kepercayaan Diri

     Diskirminasi kerap kali menjadi momok bagi sebagian orang, karena fenomena ini mampu menurunkan kepercayaan diri seseorang.

     Pada kasus glass ceiling ini, ketika seorang perempuan yang sering dianggap kurang kompeten dibanding laki-laki akan mulai mempertanyakan kemampuan dirinya sendiri.

     Alhasil, mereka jadi ragu untuk menunjukkan potensi maksimal mereka akibat turunnya kepercayaan diri mereka.

2. Mood terus berubah-ubah

     Siapa sih yang suka didiskriminasi? Siapa sih yang nyaman ketika mengalami pelecehan verbal?
 
    Ketika seorang perempuan mengalami fenomena seperti ini di lingkungannya, sudah pasti akan mengakibatkan perubahan mood yang ke arah negatif. Entah marah, sedih, takut maupun kurang nyaman. Mood yang terus berubah-ubah inilah yang mampu mendorong penurunan produktivitas mereka ketika bekerja. Alhasil hasil kerja bisa berantakan, prestasi turun, dan naik jabatan pun jadi susah.

3. Stres

     Perlakuan tidak mengenakkan, apabila dimasukkan ke hati, pasti akan merambat ke pikiran. Dan berujung stres. Ketika seorang perempuan mengalami beberapa kejadian glass ceiling, kemungkinan besar beban pikiran mereka akan bertambah. Entah akibat perasaan tidak nyaman, maupun marah akibat perilaku tidak mengenakkan tersebut.

     Stres yang terus menerus, bisa jadi mengakibatkan penyakit fisik yang serius. Alhasil, produktivitas juga menurun.

     Nah itu lah pembahasan singkat terkait glass ceiling. Memang, menjadi perempuan itu sulit ketika berada di lingkungan yang masih kental dengan budaya patriarkinya. Bahkan, tak jarang tindakan berunsur patriarki ini sebenarnya dilakukan tanpa sengaja. Tapi, dampak yang ditimbulkan memang bisa luar biasa.

     Memang, tidak semua tempat kerja kental dengan fenomena glass ceiling-nya. Pasti ada juga perusahaan yang memerhatikan kesejahteraan perempuan. Akan tetapi, kita tidak boleh menutup mata akan kejadian tersebut.

You May Also Like

0 comments