Review Buku: Alasan Untuk Tetap Hidup dari Matt Haig

by - Januari 14, 2022



      "Hiduplah dengan bangga!", kata Ymir kepada Historia dalam anime Attack on Titan pada salah satu adegan. Kedengaran ungkapan yang remeh, kalau kita sedang dalam keadaan biasa saja/normal. Akan tetapi, bagaimana dengan orang-orang yang sedang putus asa karena cobaan hidupnya bertubi-tubi?

     Setiap manusia di dunia diciptakan dengan maksud tertentu. Dalam artian, Sang Pencipta punya tujuan dan alasan khusus tentang mengapa kita diciptakan dan lahir di bumi.

     Meski demikian, tidak semua orang langsung paham tentang alasan dirinya diciptakan di dunia ini. Karena hal itu memang misteri yang tidak mudah untuk dipecahkan. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan yang terbaik dalam hidup, bukan?

     Tapi, pernahkah kamu merasakan perasaan terpuruk, putus asa dalam hidup karena tidak tau lagi apa yang harus dilakukan? Perasaan semacam ini seringkali membuat orang-orang menyerah dalam hidup, lalu melakukan bunuh diri.

     Kita pasti seringkali mendengar berita mengenai bunuh diri di media sosial, bukan? Perasaan menyerah dalam hidup memang tidak bisa diremehkan, karena taruhannya bisa nyawa. Oleh karena itu, kita perlu alasan untuk bertahan dalam menghadapi badai kehidupan. Alasan untuk tetap hidup. Seperti judul buku yang akan aku ulas kali ini.

Seperti apa isi buku Alasan Untuk Tetap Hidup ini?

     Reason to Stay Alive atau Alasan Untuk Tetap Hidup dari Matt Haig merupakan buku non-fiksi yang berisikan esai mengenai pengalaman Matt Haig selaku pejuang depresi. Dalam buku ini juga dituliskan bahwa Matt Haig sendiri hampir bunuh diri dengan salah satu cara, dan pada detik terakhir dia langsung membatalkan upaya bunuh dirinya. Jadi dapat dibilang, lewat pengalaman Matt Haig ini, kita bisa mengetahui secara tidak langsung, seperti apa sih orang depresi itu? Dan apa yang dirasakannya?

     Buku ini terbagi menjadi beberapa bab yakni Jatuh, Mendarat, Bangkit, Menjalani Hidup dan Menjadi Bagian dari Kehidupan. Judul bab tersebut merupakan gambaran fase masa-masa kelam Matt Haig hingga ia bisa bangkit dan berbagi pengalamannya lewat buku ini.

     Pada bab Jatuh, kita akan disuguhkan masa-masa kelam Matt Haig, seperti penyebab dia depresi, kemudian tentang upaya Matt Haig untuk bunuh diri, hingga masa-masa Matt Haig dirawat di tempat semacam Rumah Sakit Jiwa.

     Dari sini, kita bisa tahu, kira-kira seperti apa pola pikir Matt Haig waktu depresi dulu. Misalnya: Mengapa dia bisa mengabaikan orang-orang yang peduli padanya? Mengapa dia bisa sampai punya niat bunuh diri? Dan seperti apa kondisi fisik dan mental dia saat dirawat oleh dokter pada waktu itu?. Pada bab ini, cukup memberikan sedikit wawasan depresi, agar kita tidak menjudge penderitanya seenaknya.

     Kemudian di fase Mendarat, kita akan disuguhkan isi pikiran-pikiran negatif Matt Haig dikala depresi sudah mulai menetap. Mendarat menceritakan perasaan dilema Matt Haig tentang hidup dan mati.

     Meskipun di fase ini keadaan dia mulai membaik, tapi tetap saja 50:50 tentang mengakhiri hidup selalu muncul. Sebab dia merasa seperti ada "iblis" yang sering memengaruhi isi kepalanya untuk menyerah dalam hidup.

     Sementara di satu sisi, ada orangtua dan kekasihnya (sekarang istri) yang sama-sama berjuang untuk kesembuhan Matt Haig. Pilihan mana yang menang? Dan bagaimana hal itu bisa terjadi? Momen apa yang paling memengaruhinya untuk bangkit? Kira-kira seperti itulah gambaran pada bab ini.

     Di bab Bangkit, sesuai judulnya, kita akan melihat proses Matt Haig untuk bangkit dari keterpurukan. Meskipun ada momen besar yang memengaruhi Matt Haig untuk kembali bangkit, tapi tetap saja godaan yang memberikan perasaan kelam pada Matt Haig datang kembali. Seperti perasaan gagal menjadi manusia, atau perasaan kalah dengan lingkungan sekitarnya dan lain-lain. Cobaan untuk bangkit memang selalu ada, sehingga butuh alasan-alasan yang mampu mendorong untuk bangkit.

     Di bab Menjalani Hidup, berisi tentang beberapa alasan yang mampu mendukung dia untuk tetap bertahan hidup. Bangkit saja belum cukup, harus ada alasan pendukung yang bisa membuatnya bertahan atau bahkan mencegah depresi datang kembali. Di bab ini, dituliskan mengenai hal-hal yang mampu membuatnya bertahan pada pilihan untuk tetap hidup. Memang, hal-hal kecil seperti lagu kesukaan, makanan yang ingin dicoba, atau skill yang ingin dia pelajari, mampu membuatnya untuk memilih bertahan hidup.

     Pada bab penutup, yakni bab Menjadi Bagian dari Kehidupan, kita akan melihat Matt Haig yang sudah mulai bisa menerima kehidupan dan dirinya sendiri. Seperti memaklumi adanya kekurangan dalam dirinya, renungan dia terkait kehidupan dan semacamnya. Serta prinsip-prinsip yang mulai ia terapkan agar bisa mencintai dan hidup dengan penuh untuk diri dan orang yang disayanginya.

     Meskipun healing itu sebuah proses, yang bisa naik turun progresnya, di sini kita sudah bisa melihat sisi positif dari diri Matt Haig, yang berusaha kembali pada kehidupan dan menerima kenyataan dalam hidupnya.

Opini Pribadi

     Untuk aku pribadi, buku ini cukup memberikan wawasan terkait depresi itu sendiri. Yang juga kembali menyadarkanku bahwa depresi itu sama saja dengan penyakit fisik lainnya, seperti maag, pernapasan dan lain-lain, sehingga tidak tepat kalau kita menganggap penderita depresi itu aneh, gila, mental lemah, hanya karena kita sendiri belum pernah mengalaminya.

     Dengan gaya penulisan Matt Haig yang seolah mengajakku berbicara, aku jadi mudah memahami hal-hal terkait depresi dari penderitanya langsung. Dan juga, bisa memberikanku inspirasi kalau semisal aku berada di situasi terpuruk.

     Mengenai isi, meskipun ini esai, tapi Matt Haig juga menyelipkan beberapa fakta terkait depresi. Jadi tidak hanya sekadar opini atau cerita pengalaman, sehingga secara ilmu, kalau mau, kita bisa mengulik lebih lanjut berdasarkan referensi yang ditulisnya dalam buku ini.

     Buku ini tidak harus dibaca urut sih. Kita bisa membaca langsung ke bab atau fase tertentu. Karena menurutku, setiap bab punya pesan berbeda. Jadi bisa langsung mengarah pada isi yang kita butuhkan.

     Secara konten, gak banyak yang bisa aku komentari di buku ini, karena ini sepertinya memang kisah nyata dan menurutku tidak terlalu dilebih-lebihkan. Dan salah satu kutipan menarik dalam buku ini menurutku adalah ini:

"Ini hal yang aneh tentang depresi: meskipun Anda sering berpikiran untuk bunuh diri, rasa takut mati tetap sama. Satu-satunya perbedaannya hanyalah fakta rasa sakit dalam menjalani kehidupan meningkat pesat".

     Demikian ulasan saya terkait buku ini, semoga bermanfaat dan selamat membaca!

You May Also Like

0 comments